Klaim Gas Air Mata Tak Mematikan Seolah Ogah Disalahkan, Sikap Polri Dinilai Nir-Empati ke 132 Korban Tewas Kanjuruhan

Klaim Gas Air Mata Tak Mematikan Seolah Ogah Disalahkan, Sikap Polri Dinilai Nir-Empati ke 132 Korban Tewas Kanjuruhan

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO -Pengamat kepolisan dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto menilai pernyataan Polri yang menyebut gas air mata tidak mematikan merupakan upaya bela diri karena tak ingin disalahkan dalam Tragedi Kanjuruhan. 

Di sisi lain, Polri juga dianggap nir-empati dengan menyebut 132 korban meninggal dunia dalam tragedi tersebut bukan karena gas air mata.

"Cara-cara kepolisian dalam menangani tragedi ini seolah tidak mau disalahkan. Padahal publik semua melihat, bahwa pelaksana maupun pembuat kebijakan terkait keamanan dan ketertiban masyarakat dalam tragedi itu adalah kepolisian," kata Bambang kepada Suara.com, Rabu (12/10/2022).

Bambang mengatakan 132 korban jiwa dan 606 korban luka dalam Tragedi Kanjuruhan merupakan fakta yang tak terbantahkan, bukan sekadar angka-angka statistik yang bisa dibandingkan dengan materi apapun. Apalagi dengan melontarkan pernyataan tidak substantif seperti gas air mata kedaluwarsa tidak berbahaya dan mematikan.

"Dengan pernyataan-pernyataan Polri tersebut makanya saya melihat kepolisian ini seolah lembaga negara yang nir-empati," ujar Bambang.



Lebih lanjut, Bambang berpendapat bahwa Polri semestinya mengusut hingga tuntas pihak yang paling bertanggung jawab dalam tragedi ini. Bukan semata-mata mentersangkakan anggota dan pelaku di lapangan.


"Pengusutan tuntas tak cukup dengan penetapan tersangka, tetapi harus menetapkan siapa yang paling bertanggung jawab dalam tragedi ini," jelasnya.


Menurutnya, jika Polri tidak segera menetapkan tersangka pihak yang paling bertanggung jawab dalam Tragedi Kanjuruhan ini maka akan menjadi preseden buruk bagi institusinya di bawah pimpinan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo karena dinilai gagal menjaga keamanan, ketertiban, dan melindungi masyarakat sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

"Penonton sepak bola itu bukan perusuh, mereka membayar tiket masuk stadion. Bukannya mendapat perlindungan dan pengayoman apalagi pelayanan dari kepolisian, yang terjadi adalah mereka kehilangan nyawa," pungkas Bambang.


Polri sebelumnya mengakui ada anggota yang menggunakan gas air mata kedaluwarsa saat Tragedi Kanjuruhan. Beberapa gas air mata yang ditemukan tercatat telah kedaluwarsa sejak tahun 2021.

"Ya, ada beberapa yang ditemukan ya. Yang tahun 2021, ada beberapa," ungkap Kadiv Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo kepada wartawan, Senin (10/10/2022).


Dedi tak menyebut jumlah gas air mata kedaluwarsa yang ditemukan oleh penyidik. Dia mengklaim barang bukti tersebut masih diperiksa di laboratorium forensik.

Kendati begitu, dia mengklaim gas air mata kedaluwarsa tidak berbahaya. Berbeda dengan makanan kedaluwarsa.



"Kebalikannya (dengan makanan), dengan zat kimia atau gas air mata ini, ketika dia expired justru kadar kimianya itu berkurang. Sama dengan efektivitasnya gas air mata ini, ketika ditembakkan, dia tidak bisa lebih efektif lagi," jelasnya.

Di sisi lain, Dedi juga mengklaim korban meninggal dunia dalam Tragedi Kanjuruhan bukan akibat gas air mata. Melainkan karena kekurangan oksigen hingga terinjak-injak.


Dia menyampaikan itu merujuk penjelasan sejumlah ahli dan dokter spesialis. Menurutnya, tak ada satupun korban meninggal dunia dalam Tragedi Kanjuruhan yang dinyatakan akibat gas air mata.


"Dari dokter spesialis penyakit dalam, penyakit paru, penyakit THT, dan juga spesialis penyakit mata, tidak satu pun yang menyebutkan bahwa penyebab kematian adalah gas air mata. Tapi penyebab kematian adalah kekurangan oksigen, karena apa? Terjadi berdesak-desakan, trerinjak-injak, bertumpuk-tumpukan mengakibatkan kekurangan oksigen," klaimnya.

"Sampai saat ini belum ada jurnal ilmiah yang menyebutkan ada fatalitas gas air mata yang mengakibatkan orang meninggal dunia."

Enam Tersangka

Dalam perkara ini, Polri telah menetapkan enam orang tersangka. Mereka di antaranya; Akhmad Hadian Lukita selaku Dirut PT LIB, Abdul Haris selaku Ketua Panpel atau Panitia Pelaksana, Suko Sutrisno selaku Security Officer, Kompol Wahyu Setyo Pranoto Kabagops Polres Malang, AKP Hasdarman selaku Komandan Kompi atau Danki 3 Satuan Brimob Polda Jawa Timur, dan AKP Bambang Sidik Achmadi selaku Kasat Samapta Polres Malang.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyebut pihaknya membuka peluang untuk menetapkan tersangka lain dalam dalam kasus ini.


"Tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka lain," jelas Listyo saat jumpa pers di Malang, Jawa Timur, Kamis (6/10/2022).

Sumber: suara
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita