Kematian Anak Akibat Obat Batuk India jadi 69, Diawali Tak Bisa Pipis

Kematian Anak Akibat Obat Batuk India jadi 69, Diawali Tak Bisa Pipis

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Jumlah anak di Gambia yang meninggal akibat luka pada ginjal terkait sirup obat batuk buatan India kini menjadi 69 jiwa. Menteri Kesehatan Gambia Ahmadou Lamin Samateh mengonfirmasi kabar menyedihkan itu. Samateh mengatakan dia juga kehilangan keponakannya karena cedera ginjal. Ada tambahan 3 anak yang meninggal pada Sabtu (8/10), sehingga jumlah korban jiwa menjadi 69. Sehari sebelumnya Presiden Gambia Adama Barrow mengatakan bahwa kasus dan kematian terkendali.

“Terkendali dengan hanya dua diagnosis dalam dua minggu terakhir,” sebut Adama Barrow.

Sementara itu, para ibu korban menuntut keadilan atas kematian yang dialami buah hati mereka. Salah satunya disuarakan oleh ibu bernama Mariam Kuyateh.

Putranya yang berusia 20 bulan, Musa, meninggal setelah minum sirup obat batuk buatan India. Obat tersebut telah dikaitkan dengan cedera ginjal akut oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Mariam Kuyateh menjelaskan bahwa awalnya anaknya menderita flu. Setelah dia diperiksa oleh dokter, suaminya membeli sirup untuk mengobatinya.

“Ketika kami memberinya sirup, flunya berhenti, tetapi itu menyebabkan masalah lain,” kata Kuyateh. “Anak saya tidak bisa buang air kecil,” tambahnya.

Dia kembali ke rumah sakit dan Musa dikirim untuk tes darah. Dia diberi perawatan dan kemudian dipasang kateter, tetapi tetap tidak bisa buang air kecil. Akhirnya, Musa dioperasi. Tapi, setelah itu tetap tidak ada perbaikan. “Dia tetap tidak bisa pipis hingga meninggal,” imbuh Kuyateh.

Awal pekan ini, WHO mengeluarkan peringatan global terkait empat sirup obat batuk sehubungan dengan kematian anak di Gambia. Produk itu adalah Promethazine Oral Solution, Kofexmalin Baby Cough Syrup, Makoff Baby Cough Syrup dan Magrip N Cold Syrup diproduksi oleh perusahaan India, Maiden Pharmaceuticals, yang gagal memberikan jaminan keamanannya.

Pemerintah India sedang menyelidiki kasus tersebut. Perusahaan belum menanggapi permintaan komentar dari BBC. Ada banyak kemarahan di Gambia atas apa yang telah terjadi.

Ada seruan yang berkembang untuk memaksa pengunduran diri Menteri Kesehatan Ahmadou Lamin Samateh, bersama dengan penuntutan importir obat-obatan ke negara itu. “Jadi kami membutuhkan keadilan, karena para korban adalah anak-anak yang tidak bersalah,” kata Kuyateh.

Aisha yang berusia lima bulan adalah korban lainnya. Ibunya, Mariam Sisawo, menyadari suatu pagi bahwa setelah minum sirup obat batuk buatan India, bayinya tidak bisa buang air kecil.

Pada saat ke rumah sakit, ia diberitahu bahwa tidak ada yang salah dengan kandung kemih putrinya. Aisha dirujuk ke rumah sakit di ibu kota, Banjul, yang berjarak 36 km (22 mil) dari rumah mereka di Brikama. Namun, setelah lima hari dirawat di sana, Aisha meninggal.

“Putri saya mengalami kematian yang menyakitkan. Pada waktu tertentu ketika para dokter ingin memasang infus padanya, mereka tidak dapat melihat pembuluh darahnya. Saya dan dua perempuan lain di bangsal yang sama, kami semua kehilangan anak-anak kami,” tambahnya.

Gambia saat ini tidak memiliki laboratorium yang mampu menguji apakah obat-obatan aman atau tidak. Berdasar itu, obat yang diduga bermasalah harus dikirim ke luar negeri untuk diperiksa.

Sumber : jawapos
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita