GELORA.CO - Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof. Dr. Tjandra Yoga Aditama mengakui ada berbagai kemungkinan penyebab gagal ginjal akut yang saat ini banyak ditemukan pada anak. “Bisa etilen glikol, bisa infeksi, bisa leptospira, bisa bakteri E.coli, bisa Covid-19,” ujarnya, Minggu, 23 Oktober 2022.
Pernyataan Prof. Tjandra menanggapi argumen peneliti pada Professor Nidom Foundation (PNF), Prof. Dr. C.A. Nidom, yang menyebutkan kemungkinan lain yang berkaitan dengan kasus gagal ginjal akut, yaitu adanya infeksi virus Covid-19 yang masih terjadi, meski tanpa menimbulkan gejala.
Untuk memastikannya, Prof. Tjandra menganjurkan dicari penyebab pasti dengan seksama. “Antara lain dengan menggunakan pendekatan “WHO Outbreak Toolkit”, yaitu investigasi meliputi bagaimana jawaban pada enam pertanyaan, yang masing-masing dirinci lagi,” ujar Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara periode 2018-2020 itu.
WHO Outbreak Toolkit
Prof. Tjandra menyarankan penggunaan pendekatan WHO Outbreak Toolkit untuk memastikan penyebab penyakit gagal ginjal akut, yang meliputi:
1. Who, siapa yang terserang penyakit ini. Untuk ini ada tiga rinciannya, demografi seperti umur dan jenis kelamin, paparan rinci tentang gejala dan tanda penyakit pada masing-masing pasien dan berapa jumlah kasus dan kematian yang sebenarnya terjadi, bukan yang hanya terlaporkan saja.2. Where, yang juga dirinci dalam tiga hal. Kesatu tempat terjadinya, apakah di rumah sakit, atau di klinik, di daerah rutral atau urban, atau mungkin daerah pengungsian dll. Kedua, bagaimana gambaran epidemiologis tempat/area yang melaporkan kasus, dan ketiga, seberapa luas area yang ada pasiennya, atau ke area mana saja perluasan kejadian penyakit terjadi.3. What, yang dirinci menjadi dua hal. Kesatu, apa sebenarnya penyakitnya dan apa penyebab kematian, serta kedua, apakah ada produk tertentu yang diduga menjadi penyebab penyakit, atau barangkali kebiasaan tertentu dan juga mungkin pencemaran lingkungan.4. How, dengan tiga rincian yang harus terjawab. Kesatu, apakah ada hubungan/kesamaan antara kasus-kasus yang ada, baik pola etnik, atau kebiasaan, atau riwayat penyakit, makanan, pola tempat tinggal dll. Kedua, berapa banyak masyarakat yang berisiko jatuh sakit juga, selain kasus yang sudah ada, dan ketiga, apakah ada sesuatu kejadian khusus sebelum mulai dilaporkannya lonjakan kasus sekarang ini.5. Kapasitas respons mengatasi keadaan, yang juga ada tiga hal. Kesatu, bagaimana kemampuan laboratorium dan rumah sakit di berbagai daerah yang terkena. Kedua, sarana dan prasana apa yang pertama kali diperlukan, dan ketiga, apakah ada upaya untuk mencegah penambahan kasus.6. Persepsi, setidaknya dalam dua aspek. Kesatu, bagaimana kesan petugas lapangan yang menangani kasus dan juga tim investigasinya, dan kedua, apakah ada informasi lain yang dapat digali di lapangan.
Sebelumnya, Prof. Nidom mengatakan ada studi menarik yang dipublikasi tahun 2022, yang dilakukan di Iran dengan memantau 47 anak (umur lebih dari 2 bulan dan di bawah 18 tahun) yang positif Covid-19 untuk dievaluasi kondisi nefrologiknya (kondisi dan fungsi ginjal).
Gejala awal anak-anak tersebut menunjukkan gejala pernapasan yang berat, diarhea, demam yang tinggi. Untuk mengetahui konfirmasi Covid-19 digunakan RT-PCR dan foto X-ray paru.
Anak-anak yang terinfeksi Covid-19, menunjukkan 13 persen kadar urea nitrogen darah (BUN) sangat meningkat dan kemampuan filtrasi ginjal (GFR) sangat menurun sampai kurang dari 60ml/min/1.73, yang diderita oleh 66 persen anak yang positif Covid-19, dan beberapa penderita memerlukan hemodialisis.
Parameter lain yang bisa dilihat, peningkatan kadar BUN sebanyak 23 persen, kadar kreatinin sebanyak 27 persen, penurunan kadar natrium dan kalium masing-masing sebanyak 25 persen dan 10 persen, dan dari analisis urine sebanyak 27 persen dan adanya protein dalam urin 14 persen, glukosa 10 persen dan sel darah merah 17 persen.
Prof. Nidrom mengatakan banyak faktor yang bisa dipertimbangkan tentang kemungkinan infeksi Covid-19 menyebabkan gagal ginjal akut. Pelonggaran kondisi lingkungan (prokes) dalam mencegah Covid-19, pelonggaran tes Covid-19, serta munculnya varian-varian baru yang belum terdeteksi karakter klinis dan dinamika virus.
Sumber: tempo