GELORA.CO -Mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Dakwaan ini disampaikan langsung oleh tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin siang (17/10).
Dalam surat dakwaan yang dibacakan tim JPU, Sambo bersama-sama Richard Eliezer Pudihang Lumiu, Putri Candrawathi, Ricky Rizal Wibowo, dan Kuat Maruf disebut merampas nyawa orang lain dengan sengaja dan direncanakan.
"Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan, dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain," ujar JPU membacakan surat dakwaan terdakwa Ferdy Sambo.
JPU kemudian membeberkan konstruksi terjadinya pembunuhan berencana tersebut di persidangan. Di mana, awalnya pada Kamis sore (7/7) terjadi suatu peristiwa di rumah terdakwa Sambo di Perum Cempaka Residence Blok C III, Jalan Cempaka, Kelurahan Banyu Rojo, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang terjadi keributan antara korban Yosua dengan Kuat.
Selanjutnya sekitar pukul 19.30 WIB, Putri menelepon Richard yang saat itu sedang berada di Masjid Alun-alun Kota Magelang agar Richard dan Ricky kembali ke rumah Magelang.
Sesampainya di rumah, Richard maupun Ricky mendengar ada keributan, namun tidak mengetahui secara pasti apa yang terjadi di rumah Magelang.
Lalu, Richard dan Ricky masuk ke kamar Putri yang sedang tiduran dengan berselimut di atas kasur. Saat itu, Richard bertanya "ada apa Bu?", dan dijawab Putri "Yosua di mana?".
Kemudian, Putri meminta Ricky memanggil korban Yosua, tapi Ricky tidak langsung memanggilnya, melainkan turun ke lantai satu mengambil senjata api dan senjata laras panjang di kamar tidur korban Yosua.
Selanjutnya, Ricky mengamankan kedua senjata tersebut ke lantai dua di kamar anak Sambo. Ricky kembali turun lagi ke lantai satu untuk menghampiri korban Yosua di depan rumah, lalu bertanya kepada korban Yosua "ada apaan Yos?" dan dijawab korban Yosua "Enggak tahu bang, kenapa Kuat marah sama saya".
Ricky kemudian mengajak korban Yosua masuk ke rumah karena dipanggil Putri, namun sempat ditolak Yosua. Ricky kemudian berusaha membujuk korban Yosua untuk bersedia menemui Putri di dalam kamarnya di lantai dua.
Korban Yosua akhirnya bersedia dan menemui Putri dengan posisi duduk di lantai, sementara Putri duduk di atas kasur sambil bersandar. Ricky kemudian meninggalkan Putri dan korban Yosua berdua berada di dalam kamar pribadi Putri selama 15 menit lamanya.
Setelah itu, korban Yosua keluar dari kamar, selanjutnya Kuat mendesak Putri untuk melapor kepada terdakwa Sambo dengan berkata "Ibu harus lapor bapak, biar di rumah ini tidak ada duri dalam rumah tangga ibu", meskipun saat itu Kuat masih belum mengetahui secara pasti kejadian yang sebenarnya.
Pada Jumat dini hari (8/7), Putri menelepon Sambo dan mengatakan Yosua masuk ke kamar pribadi Putri dan melakukan perbuatan kurang ajar.
"Mendengar cerita tersebut, terdakwa Ferdy Sambo marah kepada korban Nofriansyah Yosua Hutabarat, namun saksi Putri Candrawathi berinisiatif meminta terdakwa Ferdy Sambo tidak menghubungi siapa-siapa, dengan perkataan 'jangan hubungi ajudan' 'jangan hubungi orang lain'," jelas JPU.
Terdakwa Sambo menyetujui permintaan Putri dan akan menceritakan peristiwa yang dialaminya di Magelang setelah tiba di Jakarta.
Pada Jumat pagi (8/7), Putri mengajak Kuat dan Ricky berangkat ke Jakarta dengan menggunakan dua unit mobil. Putri meminta Kuat mengemudikan mobil ke Jakarta, padahal bukan tugas Kuat sebagai sopir. Sedangkan Richard selaku ajudan duduk di sebelah kiri bagian depan, Putri duduk di kursi tengah bersama saksi Susi.
Ricky bersama korban Yosua juga berangkat ke Jakarta dengan menggunakan kendaraan yang berbeda.
Pada Jumat sore (8/7), Sambo dari kantornya di Mabes Polri pulang menuju rumah Saguling III nomor 29 dan tiba sekitar pukul 15.24 WIB. Terdakwa Sambo dalam keadaan marah langsung masuk ke rumah melalui pintu garasi dengan menggunakan lift naik ke lantai tiga ke kamar pribadinya sambil menunggu kedatangan rombongan Putri tiba dari Magelang.
Beberapa menit kemudian, Putri bersama rombongan tiba di rumah Saguling, dan Putri bersama saksi Susi langsung melakukan test PCR didampingi Kuat.
Selanjutnya, terdakwa Sambo bertemu Putri di ruang keluarga di depan kamar utama lantai tiga untuk menceritakan peristiwa yang dialaminya di Magelang. Lalu Putri mengaku bahwa dirinya telah dilecehkan oleh Yosua.
Sambo memanggil Ricky melalui Handy Talkie (HT) untuk menemuinya di lantar tiga. Setelah itu, terdakwa Sambo bertanya kepada Ricky dengan perkataan "ada apa di Magelang?" Lalu Ricky menjawab "tidak tahu pak".
Kemudian, terdakwa Sambo berkata lagi, "ibu sudah dilecehkan oleh Yosua". Sambo lantas meminta Ricky dengan berkata "kamu berani nggak tembak dia (Yosua)?", dijawab oleh Ricky "tidak berani pak, karena saya enggak kuat mentalnya pak".
Sambo kemudian mengatakan kepada Ricky "tidak apa-apa, tapi kalau dia (Yosua) melawan, kamu backup saya di Duren Tiga". Dan perkataan terdakwa Sambo tersebut tidak dibantah oleh Ricky.
Di sisi lain, Richard menemui Sambo dan dijelaskan cerita sepihak dari Putri yang belum pasti kebenarannya dengan mengatakan "bahwa waktu di Magelang, Ibu Putri Candrawathi dilecehkan oleh Yosua".
Selanjutnya Sambo mengutarakan niat jahatnya dengan bertanya kepada Richard "berani kamu tembak Yosua?". Dan dijawab Richard "siap komandan".
Mendengar kesediaan dan kesiapan Ricky untuk menembak korban Yosua, lalu Sambo menyerahkan satu kotak peluru 9 mm kepada Richard disaksikan oleh Putri. Setelah itu, Sambo meminta Richard menambahkan amunisi pada Magazine senjata api merek Glock 17 milik Richard.
Sambo lantas merencanakan penembakan Yosua dengan skenario "korban Nofriansyah Yosua Hutabarat dianggap telah melecehkan saksi Putri Candrawathi yang kemudian berteriak minta tolong, lalu saksi Richard Eliezer Pudihang Lumiu datang, selanjutnya korban Nofriansyah Yosua Hutabarat menembak saksi Richard Eliezer Pudihang Lumiu dan dibalas tembakan lagi oleh saksi Richard Eliezer Pudihang Lumiu". Pada saat menjelaskan itu, Putri masih mendengar rencana tersebut.
Singkat cerita, Sambo bertemu dan berhadapan dengan Yosua, pada saat itu Sambo langsung memegang leher bagian belakang Yosua lalu mendorongnya ke depan, sehingga posisi Yosua tepar berada di depan tangga dengan posisi berhadapan dengan Sambo.
Dan saksi Richard yang berada di samping kanan Sambo, sedangkan posisi Kuat berada di belakang Sambo dalam posisi bersiaga. Sedangkan Putri berada di dalam kamar utama dengan jarak kurang lebih tiga menteri
Kemudian Sambo langsung mengatakan kepada Yosua "jongkok kamu!". Lalu Yosua sambil mengangkat kedua tangannya menghadap ke depan sejajar dengan dada sempat mundur sedikit sebagai tanda penyerahan diri dan berkata "ada apa ini?".
Selanjutnya, Sambo yang sudah mengetahui jika menembak dapat merampas nyawa, berteriak keras kepada Richard dengan mengatakan "woy! Kau tembak! Kau tembak cepat! Cepat woy kau tembak!"
Selanjutnya, Richard mengarahkan senjata api Glock 17 ke tubuh korban Yosua dan menembakkan senjata api miliknya sebanyak tiga atau empat kali hingga korban Yosua terjatuh dan terkapar mengeluarkan banyak darah.
Sambo lantas menghampiri korban Yosua. Untuk memastikan tidak bernyawa lagi, Sambo yang sudah memakai sarung tangan hitam menggenggam senjata api dan menembak sebanyak satu kali mengenai tepat kepala bagian belakang sisi kiri korban Yosua hingga meninggal dunia.
"Terdakwa Ferdy Sambo menembak ke arah dinding di atas tangga beberapa kali, lalu berbalik arah dan menghampiri korban Nofriansyah Yosua Hutabarat lalu menempelkan senjata api HS milik korban Nofriansyah ke tangan kiri korban," tutur JPU.
Perbuatan itu dengan tujuan seolah-olah telah terjadi tembak-menembak antara Richard dengan Yosua.
Atas perbuatannya, Sambo didakwa dengan dakwaan Kesatu Primar Pasal 340 KUHP Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP subsider Pasal 338 KUHP Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Sumber: RMOL