OLEH: SALAMUDDIN DAENG
BANK Indonesia (BI) menyatakan bahwa inflasi bisa mencapai 6 persen akibat kenaikan harga BBM. Wah tinggi sekali ya? Ngukurnya bagaimana? Kapan ngukurnya? BI kok jadi komentator, mengambil alih tugas pengamat? Nggak salah?
Kalau Badan Pusat Statistik (BPS) wajar bicara sebagai pengamat, karena BPS itu lembaga survei. Begitu data dihasilkan oleh survei mereka, BPS umumkan inflasi sekian, penyebabnya ini, itu, dan seterusnya.
Tapi BI tidak pantas melakukan itu, memprovokasi inflasi. Sementara BI adalah pembuat kebijakan, dapat melakukan segala langkah bagi pengendalian inflasi. Dengan menggunakan instrumen moneter yang di bawah kekuasaan BI.
Apakah BI mau cuci tangan? Publik tahu bahwa ketidakmampuan BI dalam pengendalian moneter, mengendalikan devisa, merupakan penyebab meningkatnya biaya produksi BBM dan listrik di Indoensia.
BI mungkin buta, tidak dapat melihat fakta bahwa faktor utama yang menyebabkan mahalnya biaya produksi energi Indonesia, terutama BBM dan listrik adalah merosotnya nilai tukar rupiah terhadap USD.
Mengapa? Karena membeli bahan baku minyak mentah dan Batubara maupun energi primer lainya semua menggunakan mata uang dolar.
Bahkan energi primer yang dihasilkan di dalam negeri dibeli oleh Pertamina dan PLN dengan dolar Amerika. Mengapa demikian? Mengapa bisa terjadi? Bukankah ini adalah pelanggaran serius terhadap UUD dan UU tentang mata uang?
Faktor kedua yang menyebabkan mahalnya biaya produksi energi di dalam negeri adalah suku bunga. Baik Pertamina maupun PLN meminjam uang bank dalam jumlah besar untuk menjalankan tugas sebagai operator minyak, gas dan listrik. Bunga utang mereka adalah salah satu komponen paling mencekik dalam kegiatan usaha di bidang energi.
Faktor ketiga adalah inflasi. Kenaikan harga harga akan memicu naiknya biaya produksi energi. Dalam memproduksi energi tidak bisa dilepaskan dari inflasi, kenaikan harga barang secara umum akan mengakibatkan naiknya biaya produksi untuk menghasilkan energi. Inflasi kata presiden Jokowi adalah mahluk yang paling menakutkan. Ngono ya?
Semua itu, menjaga nilai tukar, menetapkan suku bunga acuan, pengendalian inflasi? Itu tugas siapa? Itu adalah tugas Bank Indonesia menurut UU BI. Tugas yang mereka tidak jalankan dengan benar, mungkin karena mereka tidak tau caranya, mungkin juga karena mereka menjalankan misi tertentu sehingga nilai tukar harus merosot, suku bunga tinggi, inflasi tidak dikendalikan.
Sekarang BI melakukan langkah keliru, menaikkan suku bunga acuan, bukan dalam rangka mengendalikan inflasi tapi mendorong agar rentenir internasional mau membeli obligasi BI agar BI bisa membeli SBN di pasar perdana.
Ini adalah pelanggaran sistem moneter internasional yang sangat kotor untuk menyelamatkan APBN yang jebol akibat utang. Kebijakan ini telah disemprit oleh IMF karena dinilai membahayakan. Kebijakan inilah yang membuat Indonesia tidak lagi dipercaya dan membuat rupiah nyungsep!
(Penulis adalah peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI)