GELORA.CO - Ketua Umum PDIP Megawati Soerkarnoputri terlihat membiarkan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) tanpa ada respons khusus.
Sikapnya ini tentu berbeda jauh saat rezim Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melakukan hal serupa.
Menurut pengamat komunikasi dan politik Jamiluddin Ritonga, Megawati, Puan Maharani, dan petinggi PDIP bahkan sempat mencucurkan air mata pada zaman SBY.
"Mereka terkesan teramat sedih karena kenaikan harga BBM akan membuat wong cilik semakin terpuruk," ujar Jamiluddin kepada GenPI.co, Senin (5/9)
PDIP juga turun ke jalan menyuarakan penolakan kenaikan BBM. Mereka seolah terdepan membela wong cilik.
"Argumen pembelaan wong cilik sudah tidak mengemuka saat Jokowi menaikkan harga BBM," tegasnya.
Kini menuut Jamiluddin, Megawati, Puan, Sekjen PDIP, dan petingginya sudah tidak galak dan seolah pasrah atas keputusan pemerintah.
"Sudah tidak ada tangis dan demo ke jalan dari PDIP. Mereka ibarat paduan suara, sudah tak terdengar suara lantangnya," ungkapnya.
Akademisi dari Universitas Esa Unggul itu menyimpulkan kepentingan politik kiranya yang membuat perbedaan sikap elite PDIP tersebut.
"Saat mereka menjadi oposisi, mereka terkesan partai yang paling lantang membela wong cilik," tambahnya.
Namun, setelah mereka menjadi bagian dari kekuasaan, persoalan wong cilik sudah jarang didengungkan.
"Semua itu tentunya menjadi pelajaran bagi masyarakat dalam menilai partai politik," tuturnya.
Dia berharap, masyarakat bisa mengetahui kelayakan PDIP sebagai partai wong cilik atau tidak. Penilaian masyarakat itu akan terlihat pada Pemilu 2024. (*)
Sumber: genpi