Kasus Suap PUPR Muba, AKBP Dalizon Mengaku Setiap Bulan Setor Rp 500 Juta ke Atasan

Kasus Suap PUPR Muba, AKBP Dalizon Mengaku Setiap Bulan Setor Rp 500 Juta ke Atasan

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Mantan Kapolres Ogan Komering Ulu (OKU) Timur, Sumatera Selatan, AKBP Dalizon, yang merupakan terdakwa kasus suap Dinas Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), Sumsel, mengungkap fakta baru di persidangan.

Dalizon mengatakan, dia setiap bulan harus menyetor sejumlah uang kepada atasannya, mantan Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Sumsel Kombes Anton Setiawan.

Jumlahnya mencapai ratusan juta rupiah.

Dalizon menyampaikan pernyataan tersebut saat memberi keterangan secara langsung di hadapan majelis hakim atas kasus dugaan penerimaan fee dalam proyek Dinas PUPR Kabupaten Muba tahun anggaran 2019 yang menjeratnya.

"Dua bulan pertama saya wajib setor Rp 300 juta ke Pak Dir (Anton). Bulan-bulan setelahnya, saya setor Rp 500 juta sampai jadi Kapolres. Itu jatuh temponya setiap tanggal 5," ujar Dalizon di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palembang, Sumsel, Rabu (7/9/2022), dikutip dari Tribun Sumsel.

Pengakuan tersebut langsung mendapat reaksi dari majelis hakim yang diketuai Mangapul Manalu.

Mangapul lantas bertanya dari mana uang dengan nominal besar tersebut berasal.

"Saya lupa (uangnya dari mana), Yang Mulia, tapi yang jelas ada juga dari hasil pendampingan. Bayarnya juga sering macet, buktinya itu dapat WA (ditagih)," jelasnya.

Dalam persidangan, Dalizon juga mengungkapkan alasannya ingin membuka kasus secara gamblang.

Dalizon mengaku sangat kecewa atas sikap atasan maupun anak buahnya.

Di mana, saat itu ada tiga anak buahnya yang ikut diperiksa di Paminal Mabes Polri, yakni tiga kanit di Ditreskrimsus Polda Sumsel bernama Pitoy, Salupen, dan Hariyadi, yang memohon kepadanya untuk dilindungi.

"Mereka minta tolong, 'Komandan, tolong kasihani anak istri kami. Tolonglah komandan, kalau komandan menolong kami, sama saja dengan menolong 100 orang meliputi keluarga kami'," ujar Dalizon menirukan perkataan anak buahnya.

"Kenapa saya berubah pikiran untuk membuka semuanya, karena saya tahu Pak Direktur menjelek-jelekkan saya di belakang. Anggota juga mengkhianati saya, mereka tidak memenuhi janji untuk mengganti uang yang saya gunakan untuk menutupi yang mereka terima," katanya menambahkan.

Mendengar pernyataan tersebut, hakim lalu menyinggung apakah Dalizon masih sayang pada bawahannya.

"Tidak lagi, Pak Hakim," jawabnya singkat.

Menyinggung soal aliran dana sebesar Rp.10 miliar yang diduga bersumber dari Dinas PUPR Muba, Dalizon sama sekali tidak menampiknya.

Dia berujar, uang tersebut diberikan melalui Bram Rizal, salah seorang Kabid Dinas PUPR Muba yang mengaku sebagai sepupu Bupati.

"Sebanyak Rp 2,5 miliar dari hasil kejahatan ini untuk saya. Terus Rp 4,25 miliar untuk Dir, sisanya saya berikan kepada tiga kanit. Terus ada Rp 500 juta fee untuk Hadi Candra," jelasnya.

Usai persidangan, AKBP Dalizon enggan berkomentar banyak atas kasus yang kini menjeratnya.

Meski begitu, dia mengaku sangat lega telah mengungkapkan keterangan secara langsung di hadapan hakim.

"Iya, saya lega," ujarnya.

Anton bantah terima uang dari Dalizon

Mantan Dirkrimsus Polda Sumatera Selatan, Kombes Pol Anton Setiawan, tak kunjung hadir dalam persidangan yang menjerat AKBP Dalizon.

Namun, dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang dibacakan jaksa penuntut umum di ruang sidang pada 10 Agustus, Anton membantah keterangan AKBP Dalizon terkait penerimaan uang fee kepada dirinya.

Dalam persidangan sebelumnya, Dalizon selalu menyebut bahwa Anton telah menerima uang darinya.

Anton juga mengaku tak mengetahui kasus dugaan korupsi Dinas PUPR Muba yang dalam tahap penyelidikannya dihentikan terdakwa.

"Tidak ada perintah dari saya menghentikan proses penyidikan termasuk pengamanan proyek Dinas PUPR. Saya juga tidak pernah menerima uang, benda atau hadiah apapun terkait proses penghentian perkara di Kabupaten Muba," kata JPU membacakan BAP dari Anton.

Diberitakan sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) Mangapul Manalu menyebutkan, AKBP Dalizon saat menjabat sebagai Kasubdit Tipikor Polda Sumatera Selatan, memaksa mantan Kepala Dinas PUPR Muba, Herman Mayori, membayar fee 5 persen agar proses penyidikan proyek Dinas PUPR Muba dihentikan.

Tidak hanya itu, Dalizon juga meminta uang Rp 5 miliar sebagai pengamanan seluruh proyek di Dinas PUPR Muba.

“Terdakwa Dalizon juga meminta 1 persen dari seluruh proyek di Dinas PUPR Muba tahun anggaran 2019. Jika uang tidak diberikan maka terdakwa mengancam kasusnya akan naik ke dalam tahap penyidikan,” kata Mangapul saat membacakan dakwaan.

Permintaan uang itu lalu dipenuhi oleh Kepala Dinas PUPR Musi Banyuasin (Muba) Herman Mayori karena dia takut atas ancaman tersebut.

Lalu, seorang bernama Adi Chandra menghubungi terdakwa Dalizon untuk mengantarkan uang sebesar Rp 10 miliar yang dimasukkan ke dalam dua kardus.

Atas perbuatannya, terdakwa Dalizon diancam dengan pasal alternatif kumulatif, yakni sebagai aparat penegak hukum diduga telah melakukan tindak pidana gratifikasi dan pemerasan, yakni melanggar Pasal 12e atau 12b UU RI nomor 31 tahun 2001 tentang korupsi, atau Pasal 5 ayat (2) Jo Pasal 5 ayat (1) huruf a UU RI nomor 31 tahun 2001 tentang korupsi.

Untuk diketahui, kasus suap di Dinas PUPR Muba ini juga menjerat mantan Bupati Muba Dodi Reza Alex Noerdin, mantan Kepala Dinas PUPR Musi Banyuasin (Muba) Herman Mayori, dan Kepala Bidang (Kabid) Sumber Daya Air Dinas PUPR Muba Eddy.

Sumber: kompas
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita