GELORA.CO - Dugaan adanya rekayasa dan berbelit-belitnya kasus pembunuhan berencana Brigadir J dengan dalang Ferdy Sambo memantik kemarahan publik.
Mantan Komandan Jenderal Kopassus Mayjend Soenarko pun ikut gemes menyuarakan kekecewaan proses hukum yang tak berpihak pada keadilan.
Soenarko mengatakan bahwa kondisi Polri sangat memprihatinkan.
"Amburadul dan sangat tidak terkendali," kata Soenarko.
Soenarko menegaskan bahwa dirinya adalah bekas tentara. "Jabatan terakhir saya inspektur jenderal TNI AD," ujarnya.
Pekerjaan menyelidiki dan menyidik pernah dilakukannya. "Dan saya tahu garis komando, baik di TNI atau Polri," tegasnya.
Soal kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J yang didalangi Ferdy Sambo, menurut Soenarko, kuncinya ada di Kapolri.
"Bisa, berani tidak? Pemegang otoritas tertinggi di Polri itu Kapolri. Tidak ada pihak lain yang bisa mengendalikan Kapolri, kecuali Presiden," ujarnya.
Kalau ada DPR, LSM dan lainnya ngomong, Soenarko mengingatkan bahwa itu sifatnya hanya saran. Bisa diterima atau tidak tergantung Kapolri.
"Kapolri bertanggung jawab, bisa dikatakan ikut bersalah. Masa' ada Satgassus apa yang dikerjakan Kapolri tidak tahu? Tidak percaya saya!" tegas Soenarko.
Soenarko juga menyinggung sepak terjang Ferdy Sambo yang bisa menerobos masuk ke daerah-daerah Polda-Polda tertentu. Dan Kapoldanya diam saja atau tidak berani.
"Padahal Kapolda tinggal lapor saja ke Kapolri, ini Si Ferdy Sambo masuk-masuk ke sini ngatur-ngatur saya. Ini diam saja, diduga Kapoldanya ikut," kata Soenarko.
Karena punya otoritas yang besar sekali, Soenarko meminta Kapolri untuk membersihkan tubuh Polri.
"Dia nggak boleh takut sama Wakapolri, Kabaintelkam, Irwasum. Dia paling tinggi kok. Dia dapat otoritas dari Presiden. Beresin, terbuka, jujur. Kenapa nggak diberesin?" tanyanya.
Soenarko juga mengingatkan Presiden. Dalam kasus ini, lanjut Soenarko, presiden terhitung sudah empat kali meminta untuk menuntaskan kasus pembunuhan berencana Ferdy Sambo itu secara terang benderang.
"Diingatkan sekali, dua kali, keplak kepalanya Kapolri. Ini struktur organisasi. Kalau gua yang jadi presiden, gua tabok kepala Kapolri. Kenapa nggak dikerjakan?" ujarnya heran.
Soenarko mengimbau ke Kapolri, kalau nggak berani, ya minta ganti.
"Termasuk Pak Presiden. Bukan ganti Presiden. Kalau tidak mampu Kapolri, contoh Brazil. Bubarkan itu polisinya. Karena saya yakin masih banyak anggota Polri yang baik," paparnya dikutip dari unggahan video Realitatv di media sosial TikTok pada Sabtu (10/9/2022).
Soenarko juga mengingatkan semboyan Polri sebagai pelindung, pengayoman dan pelayan masyarakat.
"Jangan retorika doang. Ada yang bilang presisi, tepat, cepat akurat. Cuma semboyan doang," ujarnya.
Soenarko menyinggung soal rekayasa kasus. Dia melihat mulai tingkat Kapolsek sudah berani merekayasa kasus.
"Saya katakan pada teman-teman, kerusakan moral ini bukan pada oknum. Tapi sudah menjarah ke institusi hingga ke atas," ucapnya.
Karena itu, Soenarko mengingatkan Kapolri untuk berani. "Kalau nggak berani lapor ke presiden, ganti! Banyak di bawah masih yang baik.
Soenarko mengatakan kalau Kapolri tidak mungkin tidak mengetahui sepak terjang Ferdy Sambo.
"Kalau Sambo ini dibuka, gonjang-ganjing tidak hanya tingkat Polri saja, tapi nasional. Saya dan publik tahu," tukasnya.
Barang busuk yang dimulai dari kepala, Soenarko menambahkan, harus dibabat kepalanya. "Itu omongan dia (Kapolri) , bukan omongan saya," ucapnya.
"Terus Si Sambo mengatakan, rekamannya masih ada, setiap ada anggota Polri berbuat pelanggaran, dua tingkat ke atas bertanggungjawab. Dua tingkat di atas Sambo itu siapa?" tanya Soenarko.
Lebih serem lagi, lanjut Soenarko, Kapolda Metro mengatakan, potong kepala. "Kalau perlu saya blender. Jangan retorika doang deh," katanya.
Karena itu, Soenarko meminta kepada publik untuk berani ngomong sesuai fakta.
"Kalau yang ngomong kita-kita aja, tutup telinganya. Tapi kalau yang bicara banyak, pusing dia (Kapolri)," tandasnya.
Sumber: poskota