BBM Naik, Petani, Peternak, dan Pengusaha Mati Perlahan

BBM Naik, Petani, Peternak, dan Pengusaha Mati Perlahan

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO -Dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat dari berbagai macam profesi. Seluruhnya merasa hidup makin sulit pasca kenaikan yang dipaksakan itu.

Kenyataan ini muncul dalam diskusi publik bertemakan "BBM Naik, Rakyat Menjerit" diselenggarakan oleh Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) pada Rabu (14/9).



Diskusi ini menghadirkan pemantik ternama, di antaranya Marlan Infantri Lase (Serikat Petani Indonesia), Anthony Budiawan (Pengamat Ekonomi), Dr. Mulyadi (Dosen Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia), Alvino Antonio (Ketua Komunitas Peternak Unggas Nasional) dan dimoderatori oleh Hersubeno Arief wartawan senior FNN.

Pada kesempatan tersebut, Marlan Infantri Lase yang pernah menjadi petani jagung dari Nias mengungkapkan sulitnya bertani saat terdampak kenaikan harga BBM.

"Segala kebutuhan tani berupa pupuk, benih, hingga pestisida bergantung pada produksi korporasi. Ditambah dengan ditariknya subsidi pupuk," ujar Marlan.

Kemudian, Alvino Antonio berbicara dari sudut pandang peternak yang mengakui naiknya harga BBM tidak sepenuhnya mempengaruhi harga jual ayam dan telur. Usaha mereka dikuasai oleh Penanaman Modal Asing (PMA) sehingga peternak tidak mempunyai kedaulatan untuk menentukan harga.

"Meskipun Permendag menyepakati harga acuan, namun tetap tidak berpengaruh," keluhnya.

Beralih kepada Mulyadi, selaku Dosen Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia yang membicarakan tentang paham liberalisme. Ada paham liberalisme yang meyakini bahwa individu akan berkembang jika dibebaskan dari individu lainnya.

"Demo anti BBM seharusnya dilakukan dengan memastikan kekuasaan jatuh. Indonesia telah memasuki tahap neoliberalisme, di mana aparat negara dijadikan sebagai alat namun dianggap sah karena hukum membolehkan. Dan BLT dijadikan suap politik sehingga rakyat tidak melawan," tuturnya.

Sementara Pengamat Ekonomi Anthony Budiawan mengutarakan, John Lock tahun 1600-an memaparkan soal kepemilikan lahan yang diberikan kepada orang yang bisa menggarap seoptimal mungkin.

Namun, sekarang dia melihat lahan yang seharusnya menjadi hak putra daerah, namun terpinggirkan oleh korporasi yang masuk.

"Terdapat 138,9 juta rakyat miskin di Indonesia. Penderitaan masyarakat pasca pandemi Covid-19 dengan APBN defisit sebanyak Rp 1.200 triliun, pemecatan buruh hingga kenaikan harga BBM jelas mencekik rakyat bawah seperti petani, nelayan, dan peternak," cetusnya.

Di samping itu, kenaikan pendapatan pemerintah pasca kenaikan BBM hanya berjumlah Rp 31,75 triliun. Namun berdampak sangat besar terhadap kesulitan rakyat.

"Kenaikan harga BBM tidak adil dikarenakan tidak adanya transparansi dan perhitungan kenaikan harga yang fair. Kenaikan BBM telah melukai rakyat banyak dengan segala permasalahan yang ditimbulkan," tandasnya. 

Sumber: RMOL
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita