Oleh: Achmad Nur Hidayat*
PASCA kenaikan harga BBM, Menteri BUMN Erick Thohir memastikan gaji karyawan BUMN akan naik juga. Bahkan di tengah BUMN-BUMN banyak yang merugi dan bahkan akan colaps.
Pernyataan kenaikan gaji pegawai BUMN oleh Erick Thohir di tengah kondisi masyarakat yang menjerit akibat kenaikan harga BBM adalah satu tindakan yang tak bermoral dan sama sekali tidak memiliki empati pada penderitaan rakyat. Di saat masyarakat yang semakin menderita akibat kenaikan harga BBM ini para pegawai perusahaan negara justru akan dinaikkan gajinya. Padahal gaji mereka saat ini pun sudah tinggi. Lalu di mana rasa keadilan nya.
Akibat kenaikan harga BBM bersubsidi ini pasti akan terjadi inflasi. Dan kemudian yang terjadi adalah stagflasi apalagi ditambah dengan situasi global yang terjadi hiper inflasi dan resesi akibat perang Rusia - Ukraina. Dimana Eropa bergejolak akibat distopnya gas Nord Stream dari Rusia ke negara negara Eropa yang membuat harga harga di Eropa melambung, industri bergejolak hebat.
Keputusan Indonesia menaikkan harga BBM di tengah harga minyak dunia turun dipertanyakan banyak pihak. Keputusan menaikkan harga BBM tersebut memicu multiflier effect terhadap kenaikan berbagai komoditas lainnya.
Parlemen seolah tuli dan bisu menyuarakan suara aspirasi masyarakat. Demonstrasi buruh dan mahasiswa terjadi di berbagai tempat di tanah air menuntut harga BBM bersubsidi diturunkan kembali harganya. Karena masyarakat sangat terdampak akibat kenaikan harga BBM bersubsidi ini.
Lalu di tengah gejolak kenaikan harga BBM ini Erick Thohir menyampaikan pegawai BUMN akan dinaikkan gajinya. Sungguh tindakan yang amoral,ibarat menari di atas penderitaan orang lain.
BUMN-BUMN yang lebih banyak menyedot keuangan negara dari APBN daripada menyetor keuntungan ke negara tiba tiba gaji nya dinaikkan disaat kondisi masyarakat sedang sekarat benar benar tindakan yang buruk dan tidak punya rasa empati atas penderitaan rakyat banyak.
BUMN-BUMN ini harusnya sadar keberadaan mereka harusnya memberi kontribusi bagi kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Bukan hanya memikirkan kesejahteraan karyawan, direksi dan komisarisnya saja dan tidak peduli jika negara harus bangkrut dan masyarakat menderita sekalipun.
*) Penulis adalah pakar kebijakan publik Narasi Institute