GELORA.CO -Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN Bersatu Arief Poyuono merasa heran dengan Ade Armando yang justru membela pengemplang kredit jumbo ke Bank Mandiri.
“Pembelaan Ade Armando terhadap PT Titan Infra Energy yang merupakan debitur nakal pada Mandiri sepertinya ada pesan sponsor,” kata Arief dalam keterangan tertulis, Sabtu (24/9).
Menurut Arief, influencer yang pernah jadi korban pengeroyokan massa aksi itu sama sekali tidak paham duduk perkara atas skandal kredit macet PT Titan di Bank Mandiri namun justru menyerang bank plat merah itu yang jadi korban wanprestasi PT Titan Infra Energy lantaran mengemplang kredit di bank yang statusnya macet.
“Keliatan banget Ade Armando kagak paham duduk persoalan kredit macet PT Titan Infra Energy sudah jelas-jelas Bank Mandiri yang dirugikan oleh PT Titan Infra Energy,” sesal Arief.
Arief tambah heran, Ade Armando seperti kehilangan kewarasannya soal Bank Mandiri sebagai lead creditor lalu menawarkan investor lain untuk mentake over persoalan kredit macet yang dilakukan PT Titan Infra Energy ini. Sebab menurut Arief, secara hukum dan UU Perbankan tidak ada yang dilanggar.
Karena, Arief membeberkan bahwa Bank Mandiri sebagai head consorsium pemberian kredit terbesar ke PT Titan Infra Energy punya hak untuk mencarikan investor baru, akibat setoran pembayaran angsuran yang diduga disengaja dimacetkan oleh PT Titan Infra Energy dan diduga digelapkan, bahkan dalam hal ini aparat penegak hukum menemukan adanya dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Disisi lain, menurut Arief, tudingan Ade Armando terhadap kredit usaha Iwan Bomba di Bank BNI dan BTN tanpa agunan berpotensi perbuatan tindak pidana. Sebab, Arief mengatakan setiap kreditur tak akan menyalurkan kreditnya tanpa ada agunan lantaran setiap prosesnya diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Bisa masuk ranah tindak pidana terhadap Ade Armando. Jadi tolong Ade Armando waras berpikirnya. jangan-jangan sudah hilang kewarasannya akibat digebuki massa anti tiga periode Jokowi,” pungkas Arief.
Sumber: RMOL