Vaksin Covid-19 Tak Lagi Gratis

Vaksin Covid-19 Tak Lagi Gratis

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Seiring makin terkendalinya Covid-19, pemerintah tidak lagi menyiapkan pos anggaran khusus untuk penanganan pandemi. Pada APBN 2023, alokasi anggaran program pemulihan ekonomi nasional (PEN) dihentikan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan tidak adanya anggaran PEN tahun depan. ”Tidak lagi ada PEN karena sudah selesai berdasar Undang-Undang Nomor 2 atau Perppu 1/2022. Jadi, semuanya sekarang masuk di belanja K/L (kementerian/lembaga) dan TKDD (transfer ke daerah dan dana desa) yang reguler,” ujarnya dalam keterangan pers Selasa (16/8).

Ani, sapaan karib Sri Mulyani, memastikan dana yang disiapkan untuk antisipasi pandemi ada pada kementerian/lembaga atau melalui TKDD. APBN 2023 akan difokuskan pada pelayanan kesehatan reguler serta mendukung transformasi sistem kesehatan. Alokasinya mencapai Rp 169,8 triliun atau setara 5,6 persen dari belanja negara.

Selain itu, pemerintah menyiapkan anggaran untuk pemilu. Pada 2023, anggaran untuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) mencapai Rp 14 triliun mengikuti siklus pemilu dan tahapan. Lalu, anggaran untuk Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Rp 5,5 triliun. ”Anggaran pemilu yang paling besar nanti terjadi pada 2024 saat pelaksanaan pemilu. Jadi, ini (anggaran 2023, Red) masih di dalam proses pelaksanaan persiapan pemilunya,” jelas bendahara negara tersebut.

Khusus sektor kesehatan, nominal anggaran pada 2023 mencapai Rp 169,8 triliun. Turun 20,2 persen jika dibandingkan dengan outlook 2022 sebesar Rp 212,8 triliun. Namun, tahun ini Rp 212,8 triliun tersebut masih terbagi dalam anggaran reguler Rp 130,4 triliun dan penanganan Covid-19 Rp 82,3 triliun.

Menurut Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin, turunnya pagu anggaran sektor kesehatan 2023 justru merupakan keberhasilan pemerintah. Sebab, kenaikan anggaran sebelumnya dalam penanganan pandemi Covid-19 tak terlalu tinggi bila dibandingkan dengan negara-negara lain. Bahkan, Indonesia berhasil menduduki peringkat lima besar dalam penanganan pandemi. ”Anggaran sektor kesehatan naik, kemudian turun. Saya melihat ini adalah keberhasilan yang dilakukan Indonesia,” ujarnya.

Selain itu, kata dia, hal tersebut membuktikan bahwa Indonesia efisien dalam penggunaan dana kesehatan. Pemerintah bisa menjaga pengeluaran anggaran kesehatan yang rutin tidak terganggu pandemi.

Anggaran Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tahun ini hanya sekitar Rp 88 triliun atau turun Rp 10 triliun dari 2021. Dia mengklaim sejumlah pembenahan dan program bisa tetap tumbuh. ”Karena ini bukan turun. Memang ada sebagian anggarannya bekas dipakai buat vaksinasi,” katanya. Selain itu, ada efisiensi yang telah disinergikan dengan anggaran kesehatan pada pemerintah daerah dan kementerian/lembaga terkait. ”Covid-19 ini mengajari kita bahwa banyak sekali duplikasi anggaran yang seharusnya bisa kita sinergikan,” sambungnya.

Soal penanganan pandemi yang belum usai, Budi mengatakan, pihaknya sudah berhitung. Anggaran kesehatan akan kembali ke anggaran rutin. Karena itu, tahun depan vaksinasi Covid-19 rencananya dibuka ke mekanisme pasar. Itu berlaku untuk masyarakat non penerima bantuan iuran program JKN-KIS. Masyarakat tidak mampu yang masuk penerima bantuan iuran (PBI) menggunakan BPJS Kesehatan. ”Rencana PBI di-support pemerintah bisa melalui mekanisme BPJS Kesehatan,” tegasnya.

Sementara itu, berdasar rencana alokasi anggaran 2023, kalangan dunia usaha menilai pemerintah sedang berancang-ancang untuk menstimulasi kegiatan ekonomi yang lebih tinggi tahun depan. Hal itu dilihat dari konsentrasi anggaran manufaktur Rp 392 triliun. ”Dengan anggaran yang cukup besar pada subsidi, pemerintah terlihat proaktif dalam melindungi daya beli masyarakat ketika proyeksi inflasi masih tinggi,” ujar Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani.

Menurut dia, target belanja negara tak selamanya sejalan dengan potensi pertumbuhan ekonomi. Faktor ketidakpastian global masih membayangi perkembangan ekonomi dan perdagangan sampai tahun depan. ”Potensi tekanan global masih cukup tinggi, termasuk pada makro kita. Khususnya di sisi nilai tukar, inflasi, dan tingkat suku bunga acuan,” terang Shinta.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Kebijakan Fiskal dan Publik Suryadi Sasmita mengapresiasi pemerintah yang tidak menghapus sejumlah kebijakan insentif guna menjaga daya beli masyarakat. Salah satunya subsidi bahan bakar minyak (BBM). ”Kita memang menginginkan pemerintah ini memberikan banyak insentif. Insentif terus diadakan sampai tahun depan,” tegas Suryadi.

Meski pemulihan ekonomi membaik, lanjut dia, dunia usaha juga mempunyai kehati-hatian masih adanya risiko eksternal atau geopolitik yang tidak terkendali. Misalnya, potensi perang dan wabah penyakit. Selain itu, konflik Rusia-Ukraina masih berlanjut dan belum dapat dipastikan kapan usai. ”Karena itu, apabila sejumlah insentif tersebut dicabut, kebijakan-kebijakan tersebut sangat sensitif dan menjadi kekhawatiran dunia usaha atas kondisi ekonomi dan stabilitas dalam negeri,” paparnya.

Di sisi lain, dari sektor industri, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang menegaskan peran vital industri bagi perekonomian Indonesia. ”Sektor manufaktur sudah berada on the right track. Itu ditunjukkan dengan dominasi produk-produk hilir pada struktur ekspor Indonesia,” ujarnya.

Berbagai upaya juga terus dilakukan untuk meningkatkan kinerja sektor industri dan kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi. ”Yang itu berperan dalam pembangunan Indonesia yang inklusif, berkeadilan, dan berkelanjutan,” kata Agus.

Sumber: jawapos
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita