OLEH: DJONO W OESMAN
SEBELUM kasus Duren Tiga terungkap, LPSK mengaku, menolak sogok Ferdi Sambo. Sedangkan, Bharada E, melalui eks pengacaranya, Deolipa Yumara, dijanjikan sogok Rp 1 miliar dari Sambo. Juga banyak tangis di situ.
Semua itu diungkap dalam berita media massa, Jumat, 12 Agustus 2022. Mungkin, media massa mengungkap itu sebagai pelajaran buat masyarakat. Bahwa suatu kesalahan seseorang yang semula kecil, sepele, bisa membesar.
Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Edwin Partogi kepada pers, Jumat, 12 Agustus 2022, mengatakan:
Rabu, 13 Juli 2022 dua orang anak buah Edwin, selaku petugas LPSK, mendatangi kantor Ferdi Sambo (Propam Polri) dalam rangkas tugas. Dua petugas LPSK itu diberi amplop tebal oleh Ferdi Sambo di kantornya.
Edwin Partogi: "Itu bukan diduga, tapi sudah terjadi. Isi amplop belum dilihat, lah. Kasih begitu saja. Sudah... buat staf LPSK. Maka, staf gemetaran. Langsung, staf kami tolak saja."
Kronologi diceritakan Edwin:
"Setelah pertemuan dengan Irjen Ferdy Sambo, jeda menunggu kedatangan Bharada E, salah satu Petugas LPSK menunaikan salat di Masjid Mabes Polri. Sehingga hanya ada satu petugas LPSK yang menunggu di ruang tunggu tamu kantor Kadiv Propam."
Petugas LPSK itu kemudian didatangi seseorang berseragam hitam, garis abu-abu, menyampaikan amplop cokelat.
Edwin: "Pembawa amplop menyampaikan titipan, atau pesanan 'Bapak' untuk dibagi berdua di antara Petugas LPSK. Staf pembawa amplop tersebut, menyodorkan sebuah map yang di dalamnya ada dua amplop cokelat. Tebal amplop, masing-masing sekitar satu sentimeter."
Edwin: "Sudah ditolak. Petugas kami mengatakan ke pembawa amplop, agar dikembalikan ke Bapak."
Sebaliknya, Pengacara keluarga Irjen Ferdy Sambo, Arman Hanis, menanggapi pernyataan pihak LPSK tentang pemberian dua amplop masing-masing setebal satu sentimeter dari Ferdi Sambo itu.
Arman Hanis dikonfirmasi wartawan, Jumat, 12 Agustus 2022, menanggapi, begini:
"Saat ini, tim kuasa hukum masih fokus menindaklanjuti proses hukum klien kami. Dan belum memiliki penjelasan tambahan terkait perkembangan kasus ini."
Dilanjut Arman Hanis: "Kami mempercayakan kepada penyidik, terkait seluruh proses yang saat ini sedang berjalan."
Lain lagi, pernyataan eks pengacara Bharada E, Deolipa Yumara. Bahwa Bharada E dijanjikan hadiah Rp 1 miliar. Tersangka Kuat Maruf Rp 500 juta dan Bripka Ricky Rizal Rp 500 juta. Dijanjikan oleh Ferdi Sambo. Total Rp 2 miliar.
Deolipa Yumara saat dihubungi wartawan, Jumat, 12 Agustus 2022, menceritakan:
"Benar. Itu, kan omongannya si Richard (Bharada E), di BAP (Berita Acara Pemeriksaan) ada itu, diiming-imingi uang. Bharada E Rp 1 miliar. Ricky Rp 500 juta, Kuat Rp 500 juta. Total Rp 2 miliar, yang katanya akan dibayarkan Agustus."
Dilanjut: "Tapi ternyata dijanjiin doang."
Pernyataan Deolipa Yumara itu dikonfirmasi wartawan ke pengacara Bharada E yang baru, Ronny Talapessy. Dan, Ronny menyatakan, itu sudah masuk materi perkara.
Ronny Talapessy: "Saya tidak bisa menyampaikan apa yang menjadi materi penyidikan." Materi penyidikan artinya masuk dalam BAP.
Wartawan kemudian meminta konfirmasi janji Sambo Rp 2 miliar itu, kepada Arman Hanis, selaku kuasa hukum Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi.
Arman tidak membantah, dan tidak membenarkan, pertanyaan yang diajukan wartawan terkait dugaan iming-iming uang Rp 2 miliar tersebut.
Arman: "Terima kasih banyak telah memberikan kesempatan dan ruang kepada kami, tim kuasa hukum untuk bisa diakomodir dalam diskusi dan publikasi yang sedang dipersiapkan. Saat ini, tim kuasa hukum masih fokus menindaklanjuti proses hukum klien kami dan belum memiliki penjelasan tambahan terkait perkembangan kasus ini."
Dilanjut Arman: "Kami mempercayakan kepada penyidik, terkait seluruh proses yang saat ini sedang berjalan."
Lain lagi, Menko Polhukam Mahfud MD, di acara Close The Door di akun YouTube Deddy Corbuzier, Jumat, 12 Agustus 2022, menceritakan:
Ferdi Sambo, sebelum jadi tersangka, melakukan prakondisi, agar skenario tembak-menembak dan pelecehan seksual di Duren Tiga, Jakarta, berlangsung mulus.
Mahfud: "Kemarin yang membuat berdebar-debar itu kan, skenario adanya tembak-menembak. Itu bukan main prakondisinya. Tidak banyak yang tahu sudah ada jebakan psikologis kepada orang-orang tertentu, untuk mendukung bahwa itu tembak-menembak."
Dilanjut: "Siapa itu? Satu, Kompolnas. Kompolnas itu hari Senin dipanggil oleh Pak Sambo ke kantornya (Propam Polri). Ia di sana hanya untuk menangis-nangis di depan Kompolnas. 'Huu.... saya teraniaya, kalau saya sendiri di situ saya tembak, habis dia'. Nangis-nangis begitu, cuma jawab begitu saja. Yang dari Kompolnas itu Mbak Poengky pulang, bingung."
Dilanjut: "Bukan hanya itu. Teman anda juga, orang terkenal itu dipanggil Sambo. Ada juga beberapa orang anggota DPR. Dibegitukan juga, dibilangin begitu juga. Dan beberapa orang lagi, dihubungi, ia (Sambo) hanya nangis saja."
Menurut Mahfud, cara ini hampir berhasil. Sebab kata Mahfud, semula Kompolnas dan Komnas HAM langsung bilang, itu tembak-menembak.
Tapi skenario ini kalah melawan gencarnya pengacara keluarga Yosua, antara lain, Komaruddin Simanjuntak, yang begitu gencar memberikan keterangan pers, dengan versi yang bertolak belakang dengan versi Sambo.
Mahfud: "Lalu muncullah Kamaruddin, dan sebagainya itu. Hingga saya dorong terus."
Seperti diketahui publik, Prof Mahfud sangat berperan dalam melancarkan pengungkapan kasus ini. Begitu gencar dorongan Mahfud, melalui medsos dan diwawancarai wartawan.
Pernyataan Mahfud di atas, sekaligus menjawab pertanyaan publik, mengapa Mahfud sampai ngeledek Anggota DPR: Sepi. Diam saja. Padahal kasus ini besar.
(Penulis adalah Wartawan Senior)