GELORA.CO - Bendahara DPC Partai Demokrat Kota Balikpapan, Nur Afifah Balqis diperiksa lagi oleh tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kali ini sebagai saksi kasus dugaan penyalahgunaan wewenang pada penyertaan modal di Perusahaan Umum Daerah (Perumda) di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) tahun 2019-2021.
Pelaksana Tugas (Plt) Jurubicara Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri mengatakan, Nur Afifah saat ini sudah berstatus sebagai terdakwa dalam perkara suap yang juga menjerat Bupati PPU Abdul Gafur Mas'ud (AGM). KPK lantas memanggil lagi untuk diperiksa sebagai saksi dalam perkara baru yang juga menjerat Bupati Abdul Gafur Mas'ud.
"Kamis (4/8) bertempat di Gedung Merah Putih KPK, tim penyidik memeriksa sejumlah saksi," ujar Ali kepada wartawan, Jumat siang (5/8).
Selain Nur Afifah Balqis, tim penyidik juga sudah memeriksa seorang saksi lainnya, yaitu Rustam Suhanda selaku Direktur PT Transwisata Prima Aviation.
"Kedua saksi hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait dugaan penggunaan aliran sejumlah uang oleh tersangka AGM yang diduga untuk keperluan pribadi," pungkas Ali.
KPK pada Senin (1/8) mengumumkan bahwa Abdul Gafur kembali ditetapkan sebagai tersangka. Kali ini, kasus dugaan penyalahgunaan wewenang pada penyertaan modal di Perumda di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) PPU tahun 2019-2021.
Penetapan tersangka ini merupakan pengembangan dari temuan KPK selama proses penyidikan perkara dugaan suap yang menjerat Abdul Gafur sebelumnya. Di mana, KPK menemukan adanya dugaan perbuatan pidana lain yang diduga turut dilakukan oleh Abdul Gafur selama menjabat sebagai Bupati PPU.
Namun demikian, KPK akan menyampaikan identitas para tersangka dan uraian dugaan perbuatan pidana serta pasal-pasal yang disangkakan setelah proses penyidikan cukup dengan dilakukan upaya paksa penangkapan ataupun penahanan.
Dalam perkara sebelumnya, Bupati PPU periode 2018-2023 ini bersama dengan Bendahara DPC Partai Demokrat Kota Balikpapan, Nur Afifah Balqis dan beberapa orang lainnya didakwa menerima suap senilai Rp 5,7 miliar. Dakwaan itu dibacakan langsung oleh tim JPU KPK di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Samarinda, Rabu (8/6).
Dalam surat dakwaan, Abdul Gafur bersama-sama dengan Nur Afifah Balqis, Muliadi selaku Plt Sekretaris Daerah Pemerintah Kabupaten (Pemkab) PPU, Edi Hasmoro selaku Kepala Dinas PUPR Pemkab PPU, Jusman sepaku Kepala Bidang Sarana Prasarana Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Pemkab PPU, Asdarussalam sepaku Dewan Pengawas (Dewas) PDAM Danum Taka Kabupaten PPU serta Dewas RSUD Aji Putro Botung Kabupaten PPU disebut menerima uang seluruhnya berjumlah Rp 5,7 miliar.
Uang tersebut berasal dari Ahmad Zuhdi alias Yudi yang diterima melalui Asdarussalam dan Supriadi alias Usup alias Ucup sebesar Rp 1,85 miliar; dari Dimas Hak, Achmad, Usriani alias Ani, dan Husaini yang diterima melalui Jusman sebesar Rp 250 juta; dari sembilan kontraktor yang mengerjakan proyek-proyek di Dinas PUPR yang diterima melalui Edi Hasmoro sejumlah Rp 500 juta; dan dari beberapa perusahaan yang mengurus perizinan usaha di Kabupaten PPU yang diterima melalui Muliadi sejumlah Rp 3,1 miliar.
Uang itu diberikan karena Abdul Gafur telah menyetujui pengaturan paket-paket pekerjaan TA 2020 dan 2021 pada lingkup Pemkab PPU, yaitu pada Dinas PUPR yang telah dikondisikan oleh Edi Hasmoro agar dimenangkan oleh perusahaan milik Ahmad Zuhdi alias Yudi.
Selanjutnya, pada Disdikpora yang telah dikondisikan oleh Jusman agar dimenangkan oleh Ahmad Zuhdi alias Yudi, Damis Hak, Achmad, Usriani alias Ani, dan Husaini serta memerintahkan Muliadi untuk meminta uang atas penerbitan perizinan yang diajukan oleh PT Bara Widya Tama, PT Prima Surya Silica, PT Damar Putra Mandiri, PT Indoka Mining Resources, PT Waru Kaltim Plantation (WKP), dan PT Petronesia Benimel.
Sumber: RMOL