GELORA.CO -Rektor Universitas Lampung (Unila), Profesor Karomani resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Selain Karomani, ada tiga orang lain yang juga ditetapkan sebagai tersangka.
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron mengatakan, dari kegiatan tangkap tangan pada Jumat malam (19/8) sekitar pukul 21.00 WIB hingga Sabtu dini hari (20/8) di wilayah Lampung, Bandung, dan Bali, KPK mengamankan delapan orang.
Setelah melakukan pengumpulan berbagai informasi dan bahan keterangan terkait dugaan tindak pidana korupsi dimaksud, KPK kemudian melanjutkan ke tahap penyelidikan yang kemudian ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup.
“Maka KPK meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan dengan mengumumkan empat tersangka," ujar Ghufron kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Minggu pagi (21/8).
Keempat orang yang ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait penerimaan calon mahasiswa baru pada Unila tahun 2022, yaitu Karomani (KRM) selaku Rektor Unila periode 2020-2024; Heryandi (HY) selaku Wakil Rektor Akademik Unila; Muhammad Basri (MB) selaku Ketua Senat Unila; dan Andi Desfiandi (AR) selaku swasta.
"Untuk keperluan proses penyidikan, tim penyidik melakukan upaya paksa penahanan kepada para tersangka untuk 20 hari pertama, terhitung mulai tanggal 20 Agustus 2022 sampai dengan 8 September 2022 di Rutan KPK," kata Ghufron.
Untuk tersangka Karomani, kata Ghufron, ditahan di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih. Selanjutnya untuk tersangka Heryandi dan Muhammad Basri ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur.
"Sedangkan AD, penahanannya terhitung mulai 21 Agustus 2022 sampai dengan 9 September 2022 di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur," pungkas Ghufron.
Atas perbuatannya, Andi Desfiandi selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat 1 huruf a atau Pasal 5 Ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan Karomani, Heryandi, dan Muhammad Basri selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Sumber: RMOL