GELORA.CO - Kasus pembunuhan Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat masih berjalan sampai saat ini. Dalam perjalanannya, kasus itu menyeret mantan Kadiv Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo sebagai satu dari lima tersangkanya.
Terkait sosok mantan Kasatgassus itu, Menteri Koordinantor Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebut bahwa pengaruh Ferdy Sambo sangat besar hingga menyerupai kerajaaan di internal Polri.
Lantas Lentan Jenderal TNI Mar (Purn) Suharto memberikan bocoran soal penyokong kerajaan Ferdy Sambo di Polri.
Mantan Komandan Korps Marinir itu membocorkan bagaimana kerajaan Ferdy Sambo bisa terbentuk lewat kekuatana terselubung di internal Polri.
Menurutnya, faktor-faktor yang menimbulkan kekuatan terselubung itu adalah kekuatan finansial dari orang-orang di kepolisian.
Hal itu disampaikan Letjen Suharto lewat video yang tayang di kanal YouTube Refly Harun pada Senin (29/8/2022).
“Kekuatan-kekuatan ini bisa timbul karena apa? Karena mereka bisa cari uang sendiri-sendiri. Siapa yang kuat mencari uang, dia yang akan punya pengaruh besar di Polri,” ujar Suharto.
Dia menyebut bukti dari pengaruh kuat uang itu adalah mudahnya seseorang untuk naik pangkat, serta pembiayaan persenjataan dari pemerintah.
Jenderal Purnawirawan TNI itu juga mengatakan saat ini kepolisian menggunakan senjata yang biasanya digunakan untuk bertempur.
Ia menilai bahwa pemerintah sendiri memfasilitasi peluang untuk menjadi yang terkuat di kepolisian.
“Ini artinya apa? Peluang untuk menjadi super body itu diberikan oleh pemerintah sendiri, presiden. DPR juga melegalkan semua lewat Undang-Undang,” ujar Suharto.
Diketahui, Kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) telah menyeret mantan Kadiv Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo. Selain itu ada empat tersangka lain yakni Richard Eliezer (Bharada E), Ricky Rizal (Bripka RR), Kuwat Maruf (KM), dan istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi.
Menjadi pelaku salam kasus pembunuhan Brigadir J, Ferdy Sambo dan tersangka lain dijerat Pasal 340 subsider Pasal 338 jo Pasal 55, Pasal 56 KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati atau penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun penjara. (*)
Sumber: poskota