OLEH: SALAMUDDIN DAENG
KUOTA harusnya gak jebol, kecuali ada berbagai kegiatan yang tidak wajar. Karena kuota itu jumlah alokasi atau volume. Kalau dari sisi nilai subsidi bisa saja bergeser, bertambah atau berkurang. Karena dipengaruhi oleh harga minyak dan nilai tukar. Tapi kalau volume bisa tepat dan akurat.
Lalu bagaimana bisa jebol? Jebol itu bisa dipastikan karena ada pelanggaran, penyimpangan atau penyelewengan. Apalagi angkanya jutaan KL. Penyimpangan semacam itu dalam jumlah besar seharusnya kasat mata.
Mempelajari prilaku penyimpangan saya rasa tidak perlu lama, satu dua tahun cukup. Setelah itu tidak boleh lagi terjadi penyimpangan.
Dinamika situasi relatif bisa diproyeksikan dengan trend data 2 tahun dengan data bulanan. Sekarang pertanyaannya sudah berapa tahun usia institusi pengawasan BBM bersubsidi? Sudah cukup tua.
Saya kasih bocoran modus yang paling sering mucul dalam kasus kuota BBM bersubsidi adalah variabel naiknya harga komoditas. Komoditas itu produk industri. Mereka tentu saja tidak berhak menggunakan solar subsidi. Bayangkan ya, kalau harga komoditas sawit dan batubara serta nikel tinggi seperti sekarang ini, bisa dipastikan kuota BBM bersubsidi jebol.
Misalnya jebolnya kuota solar 2022 sebanyak 5 juta KL atau 5 miliar liter itu tidak mungkin tidak diketahui, tidak mungkin tidak dapat diproyeksi. BBM sebanyak itu kalau diangkut maka membutuhkan 156 ribu mobil tangki kapasitas 32 ribu liter.
Anda bisa bayangkan mobil tangki sebesar itu kalau lewat di jalan 100 unit saja, bisa macet total Jakarta. Jadi mengangkut BBM tambahan kuota jebol ini pasti akan bikin huru hara di jalan raya.
Nah dengan demikian kalau harga komoditas naik, maka institusi pengawas BBM bersubsidi sudah tau harus bekerja ke mana, menyasar kelompok mana. Pengawas akan mudah karena lokasi dengan peluang penyimpangan, penyelewengan sudah dapat diketahui lebih awal.
Sebetulnya kalau mau jujur orang orang yang menyimpangkan juga sudah bisa dipastikan atau diketahui siapa orangnya. Coba saja angkut BBM 5 miliar liter ke halaman rumah anda. Maka mobil tangki nya akan berjejer sepanjang 1,5 juta meter atau 1.500 km atau kalau di jejer dari Jakarta sampai Kupang NTT.
Jadi pengawasan terhadap kuota BBM bersubsidi ini cukup mudah kalau dari sisi tehnis. Kecuali kalau ada sebab lain non tehnis seperti bisnis orang kuat, seperti pemilik tambang batubara dan kebun sawit.
Walau di depan mata pejabat negara penyimpangan terhadap solar subsidi yang mereka lakukan tidak akan kelihatan, walau ditambah kaca pembesar sekalipun.