GELORA.CO - Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan atau Kemenkeu Isa Rachmatarwata menyatakan pemerintah hingga saat ini masih mengkaji usulan perubahan skema pembiayaan pensiun Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Saat ini pemerintah menggunakan skema dana pensiun pay as you go yang mengatur dana pensiun PNS disiapkan dan dibayarkan saat PNS telah pensiun.
“Saat ini kita melihat bahwa kita belum mengadopsi pola yang terbaik. Apakah dengan pay as you go itu yang terbaik, karena artinya dana pensiun PNS yang pensiun 10 sampai 15 tahun lalu menjadi beban hari ini,” kata Isa dalam konferensi pers, Senin, 29 Agustus 2022.
Pemerintah sedang mengkaji perubahan skema pembiayaan dana pensiun dari skema pay as you go menjadi skema fully funded. Dengan skema yang baru, pemerintah mulai menyisihkan dana pensiun bagi setiap PNS secara sistematis setiap bulan sejak PNS tersebut mulai bekerja.
“Akan lebih bagus kalau pemerintah sudah menyisihkan dana pensiun bagi setiap PNS sejak awal sehingga pada saat pembayaran, pembiayaan dana pensiun berasal dari kerja PNS itu sendiri,” tutur Isa
Pasalnya dengan skema pay as you go, Kemenkeu baru menyiapkan dana pensiun bagi PNS sejak PNS tersebut memasuki masa pensiun dengan besaran yang didasarkan pada formula yang telah ditetapkan dalam peraturan pemerintah.
“Jadi sekarang ada yang mengatakan sebaiknya menggunakan fully funded, agar pembiayaan dana pensiun tidak menjadi beban orang atau PNS pada masa yang akan mendatang,” ucap Isa.
Lebih jauh, Direktur Harmonisasi Peraturan Penganggaran Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Didik Kusnaini membeberkan sejumlah alasan pihaknya belum bisa menerapkan skema dana pensiun fully funded meskipun sudah diwacanakan sejak tahun 2014.
Padahal, skema pensiunan yang selama ini digunakan yaitu pay as you go dianggap terus mengancam keberlanjutan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Ia menyatakan skema fully funded terkendala diterapkan karena banyaknya persoalan yang harus dipertimbangkan. Salah satunya adalah beban fiskal hingga manfaatnya bagi PNS.
"Di Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 sebenarnya sudah mengamanatkan. Namun untuk melakukan perubahan, banyak yang harus dipertimbangkan: beban fiskalnya seperti apa, manfaatnya untuk PNS seperti apa, beban dan iurannya seperti apa, dan sebagainya," kata Didik saat ditemui di kantornya.
Apalagi, dia melanjutkan, kewajiban pembayaran pensiunan bagi PNS saat ini juga terus bertambah. Pada 2022, angkanya hampir tembus Rp 120 triliun atau tepatnya Rp 119 triliun, melonjak dari kondisi 5 tahun yang lalu sekitar Rp 90,82 triliun.
Oleh karena itu, menurut Didik, perubahan skemanya tentu perlu banyak waktu. "Pemikirannya kan sudah dikaji sejak dulu, cuma itu tadi mengubah sistem mana yang cocok. Kemudian yang dampak fiskalnya terukur itu kan perlu waktu lama, melibatkan uang yang besar, ratusan triliun dan sebagainya, jadi di 2014 sudah dipikirkan, kemudian dikaji terus, nih," ucap Didik.
Di sisi lain, Didik menjelaskan, perhitungan kewajiban APBN untuk memenuhi pembayaran pensiunan PNS baik di pusat maupun daerah saat ini sudah tembus hingga Rp 2.900-an triliun. Angka tersebut merupakan total kewajiban pembayaran PNS yang sudah pensiun maupun yang akan pensiun pada masa mendatang.
"Itu dihitung semua, sampai beliau-beliau itu punah. Kenapa punah, karena orang tua kita pensiun, terus meninggal, bapak saya, ibu saya masih ada jadi janda, jandanya juga dapat hak, ibu saya meninggal, ternyata adik saya masih sekolah, itu dapat hak (dana pensiun). Sampai adik saya enggak dapat hak lagi, itu selesai," kata Didik.
Sumber: tempo