GELORA.CO - Peretas (hacker) asal Korea Utara (Korut) dilaporkan dapat membobol akun Gmail pengguna yang dilengkapi dengan fitur keamanan berlapis autentikasi dua langkah (2 factor authentication/2FA).
Selama ini, 2FA diandalkan untuk melindungi akun dari peretas di dunia maya. Sesuai namanya, autentikasi dua faktor adalah sistem keamanan akun yang mewajibkan pengguna melakukan dua langkah verifikasi untuk masuk ke dalam akun tersebut.
Biasanya, autentikasi tersebut berupa password akun dan kode khusus yang dikirim melalui SMS/e-mail/platform autentikasi.
Fitur 2FA seringkali dianggap bisa memberikan keamanan ekstra agar terhindar dari serangan para hacker. Namun ternyata, sistem keamanan ini disebut masih dapat ditembus oleh hacker asal Korea Utara.
Sebarkan malware "SHARPEXT" untuk tembus 2FA
Hacker yang membobol akun Gmail itu disebut-sebut merupakan kelompok `SharpTongue` Korut. Kelompok ini diyakini merupakan bagian atau terkait dengan kelompok hacker "Kimsuky".
Badan Keamanan Cybersecurity & Infrastructure Amerika Serikat, CISA, melaporkan bahwa Kimsuky telah beroperasi sejak 2012, dan diduga "kemungkinan besar ditugaskan oleh rezim Korea Utara dengan misi pengumpulan intelijen global."
Menurut tim peneliti ancaman dari perusahaan keamanan siber Volexity, SharpTongue menyebarkan software berbahaya (malicious software/malware) bernama "SHARPEXT".
Malware tersebut disebar ke tiga peramban (browser). Sebut saja seperti Google Chrome, Microsoft Edge, dan Naver Whale (Korea Selatan).
no, saat menjadi korban malware SHARPEXT, hakcer tak lagi membutuhkan kredensial akun (username dan password) untuk masuk ke akun Gmail pengguna.
Musababnya, malware SHARPEXT itu dapat "secara langsung memeriksa dan mengekstrak data" dari akun Gmail saat korban membukanya lewat tiga peramban tadi, sebagaimana dihimpun KompasTekno dari Forbes, Jumat (5/8/2022).
Saat malware berhasil terpasang, hacker bisa diam-diam masuk ke akun Gmail pengguna. Google selaku pemilik layanan dan pemilik akun tak akan menerima notifikasi bahwa ada pihak lain yang masuk ke Gmail dari browser dan lokasi yang berbeda.
Alhasil, hacker bisa membaca semua email yang diterima dan dikirim pengguna, seolah-olah hacker adalah si pengguna itu sendiri.
Peretas Targetkan
CISA menilai kelompok Kimsuky paling sering menargetkan individu dan organisasi di Korea Selatan, Jepang, dan A.S. Sementara Volexity mengatakan bahwa grup SharpTongue sering terlihat menargetkan Korea Selatan, AS, dan Eropa.
Persamaan di antara kedua grup hacker yang diduga saling terkait ini adalah, keduanya kerap menargetkan korban yang sering "mengangkat topik yang melibatkan Korut, masalah nuklir, sistem senjata, dan hal-hal lain yang menjadi kepentingan strategis Korea Utara".
Laporan Forbes mengindikasikan bahwa rata-rata pengguna Gmail dengan tiga browser di atas tak perlu terlalu khawatir terkait ancaman sebaran malware SHARPEXT yang digunakan untuk membobol akun Gmail ini.
Sebab, kelompok SharpTongue memiliki sasaran khusus, yakni mereka yang berurusan dengan topik yang melibatkan Korea Utara serta hal-hal berbau sistem senjata dan nuklir.
Karena mampu melewati perlindungan 2FA, kemungkinan besar sulit bagi pengguna untuk mengidentifikasi apakah dirinya menjadi korban malware SHARPEXT atau tidak.
Meski begitu, pengguna bisa mengantisipasinya dengan cara meninjau ekstensi yang dipasang di browser secara rutin, seperti add-on Chrome, misalnya. Pengguna perlu waspada pada extensive broswer yang tidak Anda kenali atau tidak tersedia dari Chrome Web Store.
Terkait laporan ini, Forbes telah menghubungi pihak Google untuk meminta konfirmasi dan saran lebih lanjut.
Juru bicara Google hanya mengatakan bahwa Google "dapat mengonfirmasi bahwa kode ekstensi yang digunakan malware tidak ada di Chrome Web Store". Artinya, hingga kini, add-on Chrome aman dari infectsi malware SHARPEXT yang digunakan hacker untuk membobol akun Gmail pengguna.
Sumber: lawjustice