GELORA.CO - Mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo resmi diberhentiakan secara tidak hormat sebagai Anggota Polri. Jauh sebelum kasus Ferdy Sambo, banyak perwira tinggi Polri yang dicopot jabatannya lantaran tersandung kasus hukum.
Melansir polri.go.id, perwira tinggi atau Pati Polri merupakan tingkatan jabatan yang memegang pangkat tinggi dalam lingkungan Polri. Ada empat pangkat yang mengisi jabatan Pati Polri, yaitu pangkat terendah adalah bintang satu atau Brigadir Jenderal (Brigjen). Pangkat dua tertinggi diisi oleh bintang dua atau Inspektur Jenderal (Irjen).
Pangkat ketiga tertinggi adalah bintang tiga atau Komisaris Jenderal (Komjen), dan yang paling tertinggi adalah pangkat bintang empat atau Jenderal Polisi yang diisi oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri).
Perwira Tinggi Polri Dipecat dan Dicopot dari Jabatannya
Namun, jabatan tersebut akan dicopot apabila diketahui melanggar aturan etik kepolisian. Berikut beberapa anggota Polri yang dicopot dari gelar jabatan Pati Polri;
1. Ferdy Sambo
Mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo resmi diberhentikan tidak dengan hormat sebagai anggota polri. Proses pemberhentian ini sudah diputuskan melalui sidang KKEP tercatat mulai Kamis 25 Agustus 2022 hingga Jumat dini hari 26 Agustus 2022. Sidang dipimpin langsung oleh Komjen Pol. Ahmad Dofiri.
"Memutuskan pemberhentian secara tidak hormat sebagai anggota Polri," kata Kabaintelkam Dofiri saat membacakan putusan sidang kode etik di Gedung TNCC Rowabprof Divpropam Polri.
Diketahui, Ferdy Sambo dilepas jabatannya karena telah melakukan rencana pembunuhan terhadap Nofriansyah Joshua Hutabarat alias Brigadir J di rumah pribadinya di Jalan Saguling, Jakarta Selatan.
2. Hendra Kurniawan
Hampir serupa dengan Ferdy Sambo, Kapolri Jenderal Listyo Sigit menonaktifkan Hendra Kurniawan yang berpangkat Brigadir Jenderal atau setara bintang satu dari jabatannya sebagai Kepala Biro Pengamanan Internal (Karo Paminal) Divpropam Polri sejak 20 Juli 2022.
Hal tersebut disebabkan karena buntut kasus penembakan Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J. Hal ini dilakukan oleh Kapolri demi menjaga transparansi dalam kasus tersebut. Kini Hendra Kurniawan dimutasi menjadi Pati Yanma Polri.
3. Djoko Susilo
Dalam catatan Tempo, kepolisian telah menonaktifkan mantan Gubernur Akademi Kepolisian Brigadir Jenderal Djoko Susilo pada Sabtu, 4 Agustus 2012. Sebelumnya, Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) dan Polri telah menangani kasus pengadaan Surat Izin Mengemudi (SIM) kendaraan roda dua dan roda empat ini.
Jenderal bintang satu tersebut dikenakan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang jo pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 65 ayat (1) KUHP tentang penyalahgunaan wewenang dan perbuatan memperkaya diri sehingga merugikan keuangan negara dengan hukuman penjara maksimal 20 tahun.
Maka dari itu, KPK menetapkan tersangka Djoko Susilo disusul dengan tiga pihak lainnya pada 27 Juli 2012. Akibatnya, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) ia dihukum selama 10 tahun dan denda 1 tahun penjara subsider 6 bulan kurungan.
4. Prasetijo Utomo
Mantan Brigjen Prasetijo Utomo merupakan sosok yang pernah membuatkan surat jalan untuk Djoko Tjandra. Dengan surat tersebut, Djoko mampu bepergian dari Jakarta ke Pontianakan secara bebas. Bahkan saat berada di Jakarta, Djoko Tjandra sempat membuat KTP elektronik atau E-KTP.
Melihat hal tersebut, Kapolri Jenderal Pol Idham Azis memutuskan untuk mencopot jabatan Brigjen Prasetijo Utomo dari jabatannya sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri. Alasannya karena ia dianggap telah menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan pribadi.
Diperkuat dengan keluarnya Surat Telegram Kapolri bernomor ST/1980/VII/KEP./2020 tertanggal 15 Juli 2020. Dalam telegram itu, Brigjen Prasetijo Utomo dimutasi menjadi Perwira Tinggi (Pati) Pelayanan Masyarakat atau Yanma Mabes Polri.
5. Susno Duadji
Kapolri resmi mencopot Kabareskrim Komjen Pol Susno Duadji dari jabatannya. Ia dicopot berdasarkan telegram rahasia bernomor 618/XI/2009 tertanggal 24 November 2009. Hal ini disebabkan karena Susno Duadji tersangkut kasus korupsi ketika ia menjabat sebagai Kepala Polda Jawa Barat.
Ia terbukti bersalah karena telah mememerintahkan pemotongan dana pengamanan pemilihan Kapolda Jabar. Alhasil negara mengalami kerugian sebesar Rp 8,1 miliar. Selain itu ia dikenal dengan perkataannya yang menyebutkan bahwa antara persaingan KPK dan Polri seperti Cicak dan Buaya.
Alhasil, Susno Duadji pun terkena kurungan penjara selama 3,5 tahun dengan denda Rp 4,2 Milliar. Tidak hanya itu, ia dicopot secara tidak hormat dari jabatan Pati Polri Komisaris Jenderal atau setara bintang tiga. Diketahui ia telah lepas dari hukumannya pada 2015 lalu.
Sumber: tempo