GELORA.CO -Laos menjadi negara Asia lainnya yang terancam bangkrut. Salah satunya disebabkan oleh jebakan utang China atas pembangunan proyek kereta api berkecepatan tinggi.
Di tengah krisis ekonomi dan keuangan yang semakin dalam, Laos tampaknya tidak akan mendapatkan pengampunan utang dari China.
China merupakan kreditur utama Laos. Beijing pasti akan menderita secara geopolitik jika membiarkan Laos gagal bayar segera setelah menyelesaikan proyek jalur kereta api senilai 5,9 miliar dolar AS, yang menjadi bagian dari Belt and Road Initiative (BRI) China.
"Tidak diragukan lagi, Laos menghadapi kesulitan ekonomi dan keuangan yang luar biasa dan sangat mengkhawatirkan, tetapi saya tidak berpikir China akan membiarkan Laos gagal," kata profesor di Sekolah Pascasarjana Kebijakan Publik Universitas Tokyo, Toshiro Nishizawa, seperti dimuat Asia Times.
"Ukuran kewajiban utang saja tampaknya menunjukkan bahwa default tidak bisa dihindari, tetapi faktor geo-ekonomi membuat prediksi sederhana seperti itu tidak realistis untuk Laos," tambah Nishizawa.
Dalam praktiknya, China telah gagal membantu Pakistan keluar dari dilema keuangannya, namun berhasil melalui pembayaran sebesar 4,5 miliar dolar AS yang jatuh tempo pada bulan Maret.
China juga tidak banyak membantu Sri Lanka dan mengabaikan bandingnya karena Kolombo gagal membayar utangnya.
Jumlah persis utang Laos ke China masih bisa diperdebatkan. Bank Dunia menganggap itu hampir setengah dari utang resmi negara sebesar 14,5 miliar dolar AS, yang akan menjadi sekitar 7,2 miliar dolar AS.
Berapa pun angka sebenarnya, utang Laos tidak seberapa bagi Beijing.
Pada Januari, Bank Dunia melaporkan, dari 74 negara berpenghasilan terendah di dunia yang berutang dalam pembayaran layanan utang tahun ini sebesar 35 miliar dolar AS, hampir 13,1 miliar dolar AS berutang kepada entitas China.
Selama bertahun-tahun, kritik terhadap ekspansi global China memperingatkan bahwa negara-negara miskin seperti Laos berisiko jatuh ke dalam "jebakan utang" China.
Beijing menjerat negara-negara miskin dengan tawaran besar pembangunan infrastruktur secepat kilat, hanya untuk mengambil alih aset nasional utama ketika negara-negara tersebut tidak dapat membayar kembali pinjaman mereka.
Sumber: RMOL