GELORA.CO -Anjloknya harga sawit di Indonesia bukan tanpa sebab. Salah satunya adalah karena sawit Indonesia kalah bersaing di mana pasar ekspor direbut negara lain. Selain karena pasar sawit global kini semakin ketat.
“Khusus untuk harga CPO (crude palm oil/minyak mentah) di pasar global saat ini sedang turun tajam,” kata pengamat ekonomi Universita Syiah Kuala (USK), Rustam Effendi, di Banda Aceh, Sabtu (16/7).
Rustam menyebutkan, pekan lalu harga CPO dibandrol sekitar 1.720 dolar AS per ton. Kini harganya di bawah 1.500 dolar AS per ton.
Menurut dia, dorongan ekspor CPO masih lemah berdampak pada kelancaran ekspor. Sehingga CPO masih banyak yang belum terjual, serta jauh dari target.
“Ekspor CPO ditargetkan sebanyak 1 juta ton, itu belum tercapai,” paparnya. “Dengan kondisi ini akan berdampak pada kemampuan menyerap tanda buah segar (TBS) sawit dari petani.”
Kejadian itu, membuat serapan TBS dari petani menjadi rendah. Berbanding terbalik dengan hasil panen yang berlimpah, padahal permintaan berkurang.
Di samping itu, Rustam menilai persoalan yang paling rumit ialah perusahaan produsen CPO memiliki kebun sawit sendiri. Otomatis mereka lebih fokus menggunakan CPO dari mereka sendiri.
Di sisi lain, menurut Rustam, penentuan harga tertinggi (HET) minyak goreng oleh pemerintah juga mengekang pembelian CPO oleh pihak produsen migor.
“Situasi ini ikut berpengaruh dan menjadikan rendahnya harga sawit,” ujar dia.
Rustam menilai, persoalan tersebut masih belum terselesaikan hingga sekarang, juga menjadi biang kerok harga sawit rendah.
“Malah harga sawit petani tidak laku meski ditawarkan dengan harga rendah. Jauh di bawah harga domestic price obligation (DPO),” kata dia.
Menurut Rustam, jika dulu harga minyak goreng dilepas ke pasar dengan tidak adanya larangan ekspor CPO, harga sawit tentu masih mahal. Meski keran ekspor CPO dibuka, kata dia, sayangnya pasar CPO Indonesia sudah direbut oleh negara lain.
“Seperti Malaysia. Nah, sekarang kabarnya di Malaysia panen besar,” sebut Rustam.
Sehingga solusi yang tepat agar harga sawit menjadi lebih mahal yaitu dengan mencari pasar ekspor yang baru. Sehingga penjualan CPO meningkat. Termasuk membuka peluang alternatif menggunakan CPO sebagai sumber untuk bioenergi.
“Ini dimungkinkan, mengingat mahalnya harga bahan bakar berbasis fosil di dunia saat ini,” demikian Rustam.
Sumber: RMOL