Baku Tembak Polisi, Tapi Jari Putus

Baku Tembak Polisi, Tapi Jari Putus

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


OLEH: DJONO W OESMAN
BAKU tembak antar polisi, beritanya beragam di media massa. Menewaskan Brigadir Nopriansah Yosua Hutabarat yang baku-tembak dengan Bharada E. Ada yang memberitakan baku-tembak langsung, ada yang tidak.

Baku tembak langsung, artinya: Brigadir Nopriansah saat baru tiba di TKP, rumah Kadiv Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo di Perumahan Polri, Duren Tiga, Kalibata, Jakarta Selatan, langsung baku-tembak.



Berita lainnya, Brigadir Nopri sudah masuk rumah, melecehkan isteri Irjen Ferdy Sambo, sehingga Ny Ferdy menjerit. Barulah Bharada E penjaga di rumah itu mendatangi suara jeritan. Lalu baku-tembak. Akhirnya Nopri tewas.

Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Ahmad Ramadhan kepada pers, Senin (11/7) menceritakan kronologi kejadian.

Jumat, 8 Juli 2022 sekitar pukul 17.00 Nopri mendatangi TKP. Sedangkan penjaga TKP, Bharada E, menegur Nopri, menanyakan maksud kedatangan.

Brigjen Ahmad Ramadhan: "Bharada E menegur, dan Brigadir J (Nopri) langsung mengacungkan senjata, kemudian menembak Bharada E. Tapi Bharada E menghindar, lalu balas menembak. Mengakibatkan korban meninggal."

Jadi, tembakan Bharada E sebagai upaya beladiri. "Tentunya Bharada E yang melakukan, karena melakukan pembelaan terhadap serangan yang dilakukan Brigadir J."

Namun, setelah polisi melakukan pemeriksaan dua saksi, Senin (11/7) hari itu juga, keterangan pers dari Brigjen Ahmad Ramadhan berubah. Jadi begini:

Brigadir Nopri adalah anggota Bareskrim Polri yang ditugaskan sebagai sopir dinas istri Kadiv Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo. Sedangkan Bharada E adalah anggota Brimob yang ditugaskan sebagai pengawal Kadiv Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo.

Keduanya sama-sama pengawal. Satu pengawal suami, satunya isteri. Jadi, mereka sama-sama berkepentingan tugas di rumah keluarga Ferdy itu. Tidak perlu saling tanya.

Brigjen Ahmad Ramadhan: "Berdasarkan keterangan dan barang bukti di lapangan, bahwa Brigadir J (Nopri) memasuki kamar pribadi Kadiv Propam dan melecehkan istri Kadiv Propam dengan todongan senjata."

Spontan, Ny Ferdy menjerit. Jeritan di kamar lantai satu itu, didengar Bharada E yang sedang di lantai dua. Seketika E turun tangga. Mendatangi jeritan.

Lalu, Nopri panik, melihat E sudah berdiri di depan kamar. E bertanya ke Nopri, apa yang terjadi?

Brigjen Ramadhan: "Pertanyaan Bharada E direspons oleh Brigadir J dengan melepaskan tembakan pertama kali ke arah Bharada E."

E menghindar, tembakan meleset. Kemudian E balas menembak. Akhirnya Nopri tewas terkena tembakan.

Saat kejadian, Irjen Ferdy Sambo tidak di rumah. "Saat itu Kadiv Propam tidak ada di rumah, karena sedang PCR test," kata Ramadhan.

Ferdy pulang, setelah ditelepon isterinya yang masih histeris. Ferdy tiba di rumah, Nopri sudah tergeletak tewas.

Ferdy Sambo langsung menghubungi Kapolres Jakarta Selatan. Tim dari Polres Jakarta Selatan melakukan olah TKP.

Itu benar-benar baku-tembak. Kata Ramadhan: "Brigadir J melepaskan tembakan sebanyak 7 kali, Bharada E membalas tembakan sebanyak 5 kali."

Keterangan ini cocok dengan pengakuan keluarga korban Nopri. Jenazah Norpi esoknya langsung dibawa ke rumah keluarga di Jambi dengan pesawat kargo.

Tante Brigadir Nopri, Roslin, dalam keterangan pers, mengatakan: "Luka tembak (di jenazah Nopri) ada empat. Tiga di dekat bahu, satu di tangan."

Tapi, juga ada bekas luka sayatan benda tajam di tangan. Juga, dua jari Nopri putus.

Roslin: "Malam itu, dari keterangan kepolisian Jakarta menyampaikan, bahwa di kediaman Bapak Irjen Ferdy Sambo itu ada adu tembak, sehingga keponaan kami tewas. Tapi kami nggak puas. Kalau adu tembak, mengapa ada luka sayatan, dan dua jari putus."

Soal keterangan Roslin, jari putus itu, belum ada konfirmasi ke Ramadhan.  Belum ada keterangan lebih baru lagi.

Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso dalam siaran pers, Senin (11/7) mengatakan:

"Pimpinan Polri harus menonaktifkan terlebih dahulu Irjen Ferdy Sambo dari jabatan Kadiv Propam. Agar penyidikan motif bisa lebih jelas."

Dilanjut: "Alasan kedua, Brigpol Nopriansyah Yosua Hutabarat statusnya belum jelas. Apakah korban, atau pihak yang menimbulkan bahaya sehingga harus ditembak."

Diusulkan, bila perlu Polri membentuk TGPF (Tim Gabungan Pencari Fakta.  "Yang dibentuk atas perintah Kapolri, bukan oleh Propam," tutur Sugeng.

Kejelasan perkara harus diungkap, sebab sudah jadi perhatian publik. Juga sebagai bukti keterbukaan Polri dalam mengusut perkara. Yang, kebetulan, korban dan pelaku berada di internal Polri.

Keterbukaan sekaligus menutup kemungkinan spekulasi liar publik, terhadap peristiwa itu. 

(Penulis adalah wartawan senior)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita