GELORA.CO -Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Hakim Sidang Praperadilan yang diajukan Ketua DPD PDI Perjuangan Kalimantan Selatan (Kalsel), Mardani H. Maming untuk mencoret nama Bambang Widjojanto (BW) sebagai kuasa hukum Maming dalam sidang praperadilan.
Hal itu disampaikan oleh tim hukum KPK dalam sidang praperadilan dengan agenda jawaban KPK atas gugatan praperadilan Maming di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu siang (20/7).
Pelaksana Tugas (Plt) Jurubicara Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri mengatakan, tim KPK telah membeberkan alasannya agar Hakim mencoret nama BW sebagai kuasa hukum praperadilan Maming.
"Memerintahkan demi hukum kepada kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk mencoret Kuasa Hukum Pemohon atas nama Dr. Bambang Widjojanto dalam Surat Kuasa Khusus tanggal 25 Juni 2022 yang telah didaftarkan/diregister di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan," ujar Ali mengutip poin keempat dalam eksepsi KPK yang dibacakan di PN Jakarta Selatan.
Di man, tim KPK telah membeberkan alasan BW harus dicoret sebagai kuasa hukum Maming. KPK menilai bahwa BW selaku Wakil Ketua KPK periode 2011-2015 masih memiliki hubungan hukum dengan termohon, dalam hal ini KPK.
"Berkaitan dengan pemberian Kuasa dari Pemohon kepada salah satu Kuasa Hukum atas nama saudara Dr. Bambang Widjojanto dalam perkara ini, maka KPK selaku Termohon memberikan tanggapan yang pada pokoknya terdapat benturan kepentingan (conflict of interest)" kata Ali.
Ali menjelaskan, meskipun BW sudah tidak lagi menjabat sebagai pimpinan KPK, namun masih terdapat hubungan hukum antara BW dengan KPK. Karena, KPK berkewajiban untuk memberikan bantuan hukum dan perlindungan keamanan terhadap BW terkait dengan pelaksanaan tugas dan kewenangannya selama menjabat sebagai pimpinan KPK.
Secara normatif, terkait aturan mengenai hak keuangan, kedudukan protokol dan perlindungan keamanan pimpinan KPK tidak memberikan batasan jangka waktu kepada mantan pimpinan KPK yang memerlukan bantuan hukum dan perlindungan keamanan terkait dengan pelaksanaan tugas dan kewenangannya ketika menjabat sebagai pimpinan KPK.
Karena BW masih memiliki hubungan hukum dengan KPK, sehingga terdapat benturan kepentingan (conflict of interest) dalam posisinya sebagai kuasa hukum pemohon yang dalam praperadilan ini menjadi lawan KPK selaku termohon.
"Karena di satu sisi saudara Bambang Widjojanto sebagai mantan pimpinan KPK masih menjadi bagian dari KPK (Termohon) karena Termohon (KPK) memiliki kewajiban untuk memberikan bantuan hukum dan perlindungan keamanan termasuk penyediaan anggaran yang berasal dari APBN, dan yang bersangkutan sebagai mantan pimpinan KPK masih berhak untuk mendapatkan bantuan hukum dan perlindungan keamanan dari Termohon (KPK)," jelas Ali.
Namun di sisi lain, BW justru menjadi kuasa hukum Maming yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Bahkan, mengajukan gugatan praperadilan kepada KPK terkait dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani KPK, sehingga posisi BW berlawanan dengan KPK.
Selain dari sisi sebagai mantan pimpinan KPK, BW juga diyakini adanya konflik kepentingan karena masih menjabat sebagai Ketua Bidang Hukum dan Pencegahan Korupsi Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) Provinsi DKI Jakarta.
"Memiliki benturan kepentingan dengan pemohon (Maming) dan melanggar peraturan perundang-undangan tentang benturan kepentingan," tegas Ali.
Hal tersebut kata Ali, dikarenakan Maming merupakan pemegang saham dan/atau menjadi pengurus dan/atau terafiliasi dengan perusahan-perusahaan yang beralamat/berkedudukan/mempunyai kantor/ menjalankan usaha di DKI Jakarta, di antaranya PT Batulicin Enam Sembilan dan perusahaan-perusahaan yang diduga terkait dengan perkara tindak pidana korupsi yang melibatkan Maming, serta memiliki alamat, berkedudukan, mempunyai kantor dan/atau menjalankan usaha di DKI Jakarta, diantaranya PT Prolindo Cipta Nusantara.
Sementara itu, fungsi jabatan BW di TGUPP pada pokoknya memberikan pertimbangan dalam rangka pelaksanaan penyusunan, harmonisasi dan sinkronisasi kebijakan dan regulasi pencegahan korupsi, pemantauan dan evaluasi permasalahan hukum dan pencegahan korupsi.
Selain itu, tugas BW selaku Ketua Bidang Hukum dan Pencegahan Korupsi TGUPP antara lain, memimpin dan mengoordinasikan pelaksanaan tugas bidang hukum dan pencegahan korupsi dan melaksanakan koordinasi dengan perangkat daerah, tokoh, pemerhati, ahli, instansi pemerintah atau swasta dan/atau masyarakat dalam pelaksanaan tugas dan fungsi bidang hukum dan pencegahan korupsi.
"Dengan demikian, terdapat benturan kepentingan (conflict of interest) antara tugas dan fungsi saudara Bambang Widjojanto selaku Ketua Bidang Hukum dan Pencegahan Korupsi TGPP dengan posisi sebagai Kuasa Hukum Pemohon selaku pemilik/pemegang saham/pengurus perseroan yang menjadi lingkup/objek dari regulasi/kebijakan yang menjadi tugasnya," terang Ali.
Karena, benturan kepentingan telah diatur dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi 37/2012 tentang Pedoman Umum Benturan Kepentingan dan Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta 1279/2021 tentang Pedoman Penanganan Benturan Kepentingan di Lingkungan Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Di mana, ketentuan tersebut berlaku bagi pegawai ASN maupun pegawai non ASN di Provinsi DKI Jakarta. Dengan demikian maka, BW sebagai Ketua Bidang Hukum dan Pencegahan Korupsi TGUPP yang berstatus non ASN pun terikat dengan ketentuan benturan kepentingan (conflict of interest) tersebut.
"Adapun adanya potensi benturan kepentingan (conflict of interest) harus dilaporkan ke atasan secara tertulis dan dilakukan pemeriksaan dan keputusan hasil pemeriksaan ditembuskan kepada Inspektorat Provinsi DKI Jakarta," tutur Ali.
"Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka pemberian kuasa dari Pemohon kepada saudara Bambang Widjojanto melanggar peraturan perundang-undangan sehingga Kuasa yang diberikan Pemohon kepada saudara Bambang Widjojanto tidak sah dan batal demi hukum," pungkas Ali.
Sumber: RMOL