GELORA.CO - Situasi Indonesia dewasa ini tak ubahnya seperti zaman kolonialisme Belanda saat menjajah Indonesia puluhan tahun silam. Hal itu setidaknya tercermin dari watak penguasa yang menunjukkan persis kolonial.
Demikian disampaikan Aktivis Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Syahganda Nainggolan dalam diskusi publik DPD-RI bertajuk “Dialog Kebangsaan Koalisi Rakyat untuk Poros Perubahan” pada Selasa (28/6).
“Demokrasi kita tidak punya kemakmuran untuk rakyat dan rakyat dipelihara kemiskinannya untuk kita terus berada di situasi kolonialisme. Dan kita diadu domba persatuannya. Dengan istilah-istilah kadrun cebong dll supaya apa? Supaya devide et impera sampai sekarang tetap berlangsung. Inilah situasi kita,” kata Syahganda.
Ia menyesalkan watak penguasa yang cenderung bersikap layaknya kolonialisme gaya baru. Antara lain dengan menunjukkan sikap kolutif lantara hanya memikirkan dirinya dan keluarganya serta para kolega.
“Tidak ada perubahan dari dulu, karena apa? karena semua orang-orang yang berkuasa selalu dalam konteks feodalismenya hanya bagaimana memikirkan dirinya anak-anaknya, cucu-cucunya, istrinya, keluarganya, untuk jadi Bupati, Gubenur, Presiden pengen anaknya jadi Bupati Walikota dll,” sesalnya.
“Mereka tidak pernah memikirkan rakyat. Inilah problem strukturalnya,” imbuh Syahganda menyesalkan.
Atas dasar itu, Syahganda menegaskan bahwa perubahan mesti terus diperjuangkan dengan serius. Bukan justru penguasa yang terus mengadudomba rakyat dan melahirkan oligarki.
“Inilah kenapa kita tetap butuh istilah perubahan. Kita butuh perubahan,” tegasnya.
Syahganda menambahkan, Proklamator Soekarno pernah mengatakan dalam Sidang Landraad di Bandung pada pertengahan 1930 saat dia dipenjara. Soekarno bilang Tuan-Tuan Hakim, Oligarki-Ogarki itu, Kaum saudagar-saudagar Belanda, Eropa, Inggris, Prancis yang datang ke Indonesia mereka merampok membawa semua mengendalikan”.
Menurut Syahganda, dalam konteks kekinian, pemerintahan kolonial dan oligarki-oligarki yang sama mengendalikan pemerintahan yang ada sekarang.
“Ini teori post kolonialisme. Jadi bukan bohong-bohongan,” ungkapnya.
“Prof Edward Said yang mengatakan bahwa kolonial ini menstigma rakyat itu bodoh dan mereka akan terus berbuat. Sama kayak sekarang rakyat diadudomba kadrun-cebong radikal-radikul, rakyat ditangkep-tangkepin supaya apa? Supaya rakyat jadi penakut dan mereka terus mengeruk batubara, sawit, kayu-kayu dari Sumatera Selatan,” demikian Syahganda.
Sumber:rmol