OLEH: ALEX WIBISONO
TIGA belas pulau reklamasi dicabut izinnya. Tidak jadi dibangun. Gagal total! Empat pulau yang terlanjur dibangun, 65 persen diambil Pemprov DKI Jakarta. No Kompromi, No Negosiasi. Tawaran Rp500 miliar tidak akan mengubah keputusan. Suap ditolak!
Alexis, bisnis esek-esek terbesar di ibukota, ditutup. Izin tidak diperpanjang, karena menyalahi aturan. Infonya, para pekerja dipindahkan ke luar negeri. Enggak perlu sebutin negara mana, takut anda ke sana.
Sekarang, giliran Holywings yang disegel. Tidak main-main, ada 12 tempat. Semuanya ditutup oleh Pemprov DKI. Hari Senin izin dicabut, hari Selasa tempat disegel. Tuntas!
Memang, Gubernur yang satu ini punya nyali besar. Sepertinya tidak gentar hadapi siapa saja. Dasarnya adalah aturan. Ok, boleh juga nih Gubernur. Keren.
Apa itu Holywings? Kafe dan bar, tempat nongkrong yang menyajikan minuman keras. Dua nama tersohor disebut-sebut punya saham besar di bisnis ini: Hotman Paris dan Nikita Mirzani. Siapa yang enggak kenal?
Kenapa disegel? Holywings promosi miras bawa nama Muhammad dan Maria. "Gratis Miras Buat Yang Punya Nama Muhammad dan Maria". Publik menganggap, ini sudah sangat keterlaluan. Promo ini nyindir dua agama sekaligus. Pemeluknya marah, lalu protes. Ini sudah dianggap sebagai penghinaan agama.
Polisi bergegas dan tetapkan sejumlah orang yang terlibat menjadi tersangka. Anies, selaku Gubernur DKI, juga segera ambil tindakan. Kelihatan tanpa keraguan. Tidak ada tempat di Jakarta bagi mereka yang melanggar aturan.
Holywings melanggar Perda No 8 Tahun 2007 Tentang Ketertiban Umum dan Pergub No 18 Tahun 2018 Tentang Penyelenggaraan Usaha Pariwisata. Dua belas outlet Holywings disegel. Kelar!
Bagaimana nasib ribuan karyawan? Salah satu pemilik minta pertimbangan. Publik balik bertanya: kalau berpikir nasib ribuan karyawan, kenapa harus melakukan pelanggaran? Kalau sayang sama karyawan, Kenapa harus menghina agama orang? Mestinya ini lebih dulu dipertimbangkan sebelum minta orang lain mempertimbangkan. Nasi sudah jadi bubur. Holywings tutup.
Holywings bisa ubah namanya dan buka outlet baru. Ajukan izin lagi. Tapi tidak menggunakan nama Holywings. Taati aturan, dan tidak perlu berurusan dengan keimanan orang lain. Tidak semua hal bisa dibuat guyonan. Hargai agama dan iman orang lain. Ini bagian dari cara menghormati HAM. Itu saja.
Kasus ini bukan hanya berlaku buat Holywings. Ini berlaku buat semuanya. Semua yang main-main dengan aturan dan hal-hal sensitif seperti agama.
Kasus Holywings mestinya mendorong masyarakat untuk lebih peka dan sensitif. Masyarakat mesti lebih intensif lagi melakukan pengawasan terhadap semua cafe dan bar. Tidak perlu segan melaporkan semua yang melanggar aturan. Siapapun pemiliknya. Ramaikan di medsos, itu juga bagian dari pelaporan. Publik punya mata. Gunakan mata itu! Jadilah buzzer untuk melawan kezaliman.
Aparat tegas, Anies tegas, dan semua mesti disikapi secara tegas. Sekali lagi, ini soal ketegasan dan keadilan. Semua sama di depan hukum. Dan ini tidak ada kaitannya dengan politik identitas. Ini bukan pencitraan. Ini tidak berhubungan dengan kadrun dan kampret. Ini hanya berkaitan dengan tanggung jawab seorang pemimpin dalam menegakkan aturan di wilayahnya. Ini tangung jawab aparat untuk menertibkan.
Seorang pemimpin tidak harus menunjukkan ketegasannya dengan kata-kata yang kasar, nada yang tinggi, gebrak meja atau caci-maki. Itu masa lalu. Sudah kuno. Cukup dengan sebuah keputusan: hentikan reklamasi, tutup Alexis, segel Holywings. Itu cukup membuktikan sebuah ketegasan.
Layak kita apresiasi cara yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta. Tegas kepada semua yang melanggar. Tidak tebang pilih. Cocok untuk ditiru.
Kebetulan saja di Jakarta Alexis dan Holywing itu besar dan terkenal. Konon banyak bisnis bar dan massage sejenis di Jakarta yang ditutup dan disegel. Hanya saja tidak sempat heboh karena sepi pemberitaan. Media tidak mengendus.
Kabarnya, Gubernur DKI Jakarta memang tegas ke semua orang, termasuk ke bawahan. Beberapa di antara bawahan pernah dipecat dengan cara diminta mundur. Karena dianggap tidak berintegritas, tidak bisa kerja, atau tidak sejalan dengan visinya. Ini cara Anies yang cukup elegan.
Sebagai orang yang besar di Jawa Jogja, tata krama seperti ini bisa dipahami. Cara ini dilakukan agar tidak ada anak buah yang merasa dipermalukan ke publik. Perlakuan ini memang tampak beda dengan gubernur sebelumnya. Apa bedanya? Anda lebih tahu.
Anies juga terlihat tegas kepada siapapun yang melanggar aturan. Enggak orang kecil, enggak orang besar. Melanggar, ya ditertibkan. Siapapun yang melanggar, tertibkan. Pemimpin harusnya memang seperti itu.
Berangkat dari kasus Holywings, masyarakat mesti ikut membantu aparat dan pemerintah. Caranya? Laporkan cafe dan bar yang melanggar aturan seperti Holywings. Intip, dan cari informasi, laporkan.
Mata aparat dan pemerintah sangat terbatas. Perlu mata masyarakat untuk membantunya. Saatnya masyarakat terlibat.
(Penulis adalah pemerhati sosial politik)