GELORA.CO - Di tengah perkembangan ekonomi digital yang kian pesat di Indonesia muncul lagi kabar buruk. Hal itu terkait adanya kebijakan bea meterai jika berbelanja. Penerapan bea meterai iniuntuk term and condition (T&C) yang ada di berbagai platform digital.
Penerapan yang diatur dalam Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai ini dinilai dapat mengganggu ekosistem ekonomi digital di Indonesia yang masih berkembang.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pingkan Audrine menyayangkan, rencana kebijakan mengenai pengenaan e-materai pada T&C digital yang rencananya akan dikenakan ke platform digital, termasuk e-commerce. Menurutnya, aturan ini dinilai tidak tepat apabila dijalankan saat ini.
Pingkan menjelaskan upaya pemerintah dalam transformasi digital juga mencakup agenda digitalisasi ekonomi dengan menargetkan masuknya 20 juta UMKM ke platform digital. Jumlah UMKM yang menggunakan platform e-commerce pun ditargetkan mencapai 30 juta pada 2024.
"Ada tiga hal yang saya soroti di sini. Pertama, perlu adanya sosialisasi mengenai kebijakan ini dengan informasi yang komprehensif, kepada para pelaku usaha baik mikro, kecil, dan menengah," kata Pingkan kepada wartawan, Jumat (10/6/2022).
"Apalagi sampai saat ini tidak banyak sosialisasi maupun pemberitaan mengenai e-materai, termasuk mengenai tata cara penggunaanya, kemudian apa saja yang termasuk ke dalam objek bea materai elektronik, maupun dampaknya bagi ekosistem ekonomi digital Indonesia," tambah Pingkan.
Minimnya sosialisasi ini juga berpotensi memunculkan penolakan tidak hanya dari platform digital tapi juga masyarakat selaku pengguna. Oleh karena itu, Pingkan menyarankan adanya kajian mendalam mengenai biaya operasional dan manfaat sehingga tidak kontra produktif terhadap upaya digitalisasi UMKM maupun peningkatan transaksi digital.
"Terakhir, mengenai kesiapan pemerintah dari segi sumber daya manusia maupun juga infrastruktur dalam memungut bea materai elektronik atau e-materai dan menyediakan sistem pencatatan hingga keamanan pengumpulan datanya perlu menjadi prioritas sebelum merealisasikan rencana kebijakan ini," ujar dia.
Pengamat UMKM dari Universitas Indonesia, Nining Indroyono turut menjelaskan dua dampak pengenaan bea meterai. Pertama, menambah biaya transaksi yang bisa menimpa beban lebih berat ke konsumen atau ke produsen atau dua-duanya.
Di sisi lain, dari segi penerimaan, aturan ini akan menambah pemasukan negara. "Nah dampak negatif di butir satu dibanding dampak positif di butir dua ini perlu dihitung dulu, mana yang lebih besar. Baru bisa diketahui secara keseluruhannya hasilnya akan positif atau negatif," pungkasnya.
Dihubungi terpisah, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Neilmaldrin Noor menjelaskan, alasan pengenaan bea meterai T&C untuk pelaku e-commerce adalah untuk menciptakan kesetaraan (level of playing field) bagi para pelaku usaha digital dan konvensional.
Ia mengatakan, pengenaan T&C yang merupakan perjanjian antara pengguna dan penyedia layanan merupakan objek bea meterai sesuai dengan amanat UU Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai dan aturan turunannya, khususnya PMK-134/2021 terkait penggunaan meterai elektronik yang mulai berlaku sejak 1 Oktober 2021.
"Terkait dampak dari kebijakan pengenaan bea meterai atas T&C saat ini masih dalam pembahasan dan evaluasi internal DJP. DJP juga telah melaksanakan sosialisasi terkait penggunaan e-meterai, yang beberapa diantaranya dapat dilihat pada kanal Youtube resmi Ditjen Pajak," pungkasnya.
Sumber: lawjustice