GELORA.CO - Sidang dengan terdakwa Kolonel Priyanto, oknum prajurit TNI Angkatan Darat yang ditahan karena menabrak dua sejoli di Nagreg dan membuang keduanya Handi Saputra (17 tahun) dan Salsabila (14 tahun) ke Sungai di Jawa Tengah memasuki babak baru.
Persidangan yang digelar pada siang tadi, Majelis Hakim dari Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta mengagendakan replik atau tanggapan atas pembelaan atau eksepsi yang sebelumnya telah disampaikan oleh Kolonel Priyanto melalui kuasa hukum terdakwa.
Pada persidangan pekan lalu, 10 Mei 2022, kuasa hukum Kolonel Priyanto meminta kepada majelis hakim untuk membebaskan kliennya di muka persidangan. Mereka berdalih bahwa yang dilakukan oleh Kolonel Priyanto tidak seperti apa yang dituduhkan oleh Oditur Militer Tinggi II Jakarta selama ini, yaitu dituduh melakukan pembunuhan berencana.
Oditur Militer Tinggi II Jakarta, Kolonel Sus Wirdel Boy mengatakan, bahwa Kolonel Priyanto dengan sengaja telah membuang Handi Saputra dan Salsabila yang telah ditabrak sebelumnya di daerah Nagreg, Jawa Barat.
Kolonel Sus Wirdel Boy lebih jauh memaparkan, ada tiga bentuk teori kesengajaan yang dilakukan oleh Kolonel Priyanto pada saat membuang sepasang sejoli itu ke Sungai. Dan teori kesengajaan itu merupakan kepastian yang telah dilakukan oleh Kolonel Priyanto.
"Teori kesengajaan itu ada tiga. Sengaja sebagai maksud, sengaja sebagai kepastian, dan sengaja sebagai tujuan atau alternatif. Kesengajaan yang dilakukan oleh Kolonel Priyanto itu adalah sebagai bentuk kepastian," kata Oditur Militer Tinggi II Jakarta, Kolonel Sus Wirdel Boy usai persidangan, Selasa, 17 Mei 2022.
Lebih jauh dia sampaikan, bahwa tindakan terdakwa yang membuang sepasang sejoli itu merupakan salah satu upaya ingin menghilangkan barang bukti. Dan itu menjadi sebuah bentuk pembunuhan berencana. Atas dasar itu, lanjut Kolonel Wirdel, Kolonel Priyanto harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Oditur Militer itu juga memastikan bahwa pihaknya akan tetap pada tuntutan yang sebelumnya telah disampaikan di dalam persidangan, yaitu tuntutan hukuman penjara seumur hidup, dan pemecatan terhadap terdakwa Kolonel Priyanto.
"Kalau tuntutan masih, kan sudah disampaikan bahwa kami tetap pada tuntutan semula. Jadi tuntutan seumur hidup ini kemarin dilihat dari fakta di persidangan sama kita melihat kondisi yang lain. Kita bisa melihat Kolonel Priyanto itu empat tahun dibekali di pendidikan akademi, 28 tahun berdinas, nyatanya jiwa Sapta Marga, Sumpah Prajurit, Delapan Wajib TNI yang menjunjung tinggi kehormatan yang bisa melindungi rakyat ternyata belum tertanam di jiwa dia, sehingga perlu banyak waktu untuk pembinaan untuk mengembalikan kolonel Priyanto itu," katanya.
Sumber: viva