OLEH: SALAMUDDIN DAENG
MASALAH tiga periode itu tergantung rejeki, kalau memang rejeki tak akan lari gunung dikejar, ojo kesusu, alon alon asal kelakon.
Sungguh berat masalah yang dihadapi Presiden Indonesia sekarang. Masalah itu datang mengajar bertubi-tubi. Masyarakat Indonesia diminta memahami betapa berat masalah yang dihadapi Pemerintahan Jokowi. Jantung kekuasaan sudah hampir jebol karena :
1. Covid-19 telah menguras habis keuangan pemerintah Jokowi sehingga harus menambah utang Rp. 1.000 triliun lebih setiap tahun. Sementara sampai sekarang alokasi dana covid belum terlalu jelas kemana rimbanya. Seharusnya dana itu significant dengan pemulihan ekonomi. Namun faktanya tidak.
2. Covid belum selesai datang kenaikan harga minyak dunia. Minyak mentah harganya melompat hingga lebih dari 120 dolar AS per barel. Akibatnya anggaran subsidi membengkak dengan cepat. Pemerintah tidak sanggup lagi karena tidak punya uang. Pertamina BUMN migas angkat tangan dengan beban tanggungan yang besar.
3. Pemerintah tampaknya mau menaikkan harga BBM jenis solar subsidi. Bukan hanya itu, seluruh subsidi solar maunya pemerintah kemungkinan tidak ada lagi dan diganti subsidi langsung. Namun takut dengan usaha angkutan perusahaan tambang, perusahaan sawit. Menjadi rahasia umum solar subsidi banyak diminum pengusaha besar. Jadi dipastikan APBN jebol oleh subsidi solar sebanyak 15 miliar liter atau bernilai sekitar Rp 100 triliun. Dari mana presiden dapat uang sebesar itu?
4. APBN makin jebol karena pemerintah menghapus premium dan memaksakan diri mensubsidi BBM Ron 90 Pertalite sebanyak 23 miliar liter atau senilai sekitar Rp 150 triliun. Luar biasa besar dan tak mungkin dapat dibiayai pemerintah. Belum lagi subsidi listrik yang akan membengkak tahun ini.
4. Utang pemerintah yang saat ini telah mencapai 7.000 triliun menanggung beban bunga sekitar Rp 400 triliun setahun. Dari mana Jokowi bisa mendapatkan uang sebanyak ini?
5. Pemerintah memiliki utang kepada Pertamina dan PLN masing masing sekitar Rp 100 triliun. Dari mana uangnya? Selama ini utang pemerintah kepada BUMN kurang transparan, dikelola secara rahasia dan tertutup. Darimana uang buat bayar utang ke Pertamina dan PLN tersebut?
6. Kemarin selama Covid-19, presiden Jokowi masih bisa tahan, karena pemerintah mendapatkan asupan utangan dari Bank Indonesia. Pemerintah berutang ke BI dalam jumlah besar. Namun sekarang lembaga internasional IMF telah melarang BI memberi utang pada pemerintah. Hal itu dinilai sebagai pelanggaran moneter yang berat. Bisa dibayangkan dari mana Presiden Jokowi akan mendapatkan utang untuk subsidi BBM solar dan BBM pertalite dan bayar bunga utang?
7. Tidak hanya beban subsidi BBM solar dan Pertalite yang menimbun pundak presiden, pemerintah tersandera uang subsidi sawit. Anggaran subsidi minyak goreng tak jelas rimbanya. Pengelolaan tidak transparan. Akibatnya minyak goreng awalnya langka. Kini minyak goreng telah dimahalkan harganya. Uang subsidi minyak goreng ke depan mesti ditanggung APBN. Darimana uangnya?
8. Pemerintah berusaha keras mendapatkan uang dengan menaikkan pajak yakni PPN menjadi 11 persen. Tapi nampaknya usaha ini akan gagal. Kenaikan PPN akan menekan konsumsi masyarakat sebagai penyumbang terbesar atau 60 persen pertumbuhan ekonomi. PPN 11 persen akan kontraproduktif dengan usaha memulihkan ekonomi.
9. Berbagai belahan dunia lain pemerintah menghapus pajak dalam rangka mendongkrak daya beli dan konsumsi. Di AS seluruh pajak yang berkaitan dengan BBM dihapus saat ini sampai 6 bulan ke depan untuk meningkatkan konsumsi. Jika presiden Jokowi menaikkan pendapatan dari PPN 11 persen, dari mana lagi bisa dapat uang?
10. Jika tahun ini keadaan normal, maka pemerintah harus mengembalikan dana haji, dana JHT, dana pensiun yang dipinjam oleh pemerintah. Selain itu juga pemerintah harus mengembalikan dana bank yang dipinjam pemerintah sekitar Rp 1.500 triliun. Darimana uangnya untuk bayar itu semua?
11. Untuk memulihkan pendapatan negara maka pemerintah harus menormalkan konsumsi masyarakat. Sementara agar konsumsi meningkat maka pendapatan masyarakat harus meningkat. Pendapatan perkapita masyarakat telah menurun drastis. Tahun 2020 pendapatan perkapita Indonesia turun menjadi 3870 dolar setahun atau turun 6,42 persen, lebih rendah dari pendapatan perkapita tahun 2018. Untuk mendongkrak ini pemerintah harus bagi uang. Lah uangnya dari mana untuk dibagi bagi ke rakyat?
12. Usaha menyita uang BLBI melalui satgas BLBI pimpinan Mahfud MD gagal total. Usaha menjalankan UU MLA menyita uang para bandit perampok kekayaan alam Indonesia juga gagal. Tampaknya Pesiden Jokowi tidak berani menjalankan UU MLA karena takut perlawanan para bandit pemilik uang 11 ribu triliun rupiah sebagaimana data pemerintah sendiri. Tapi kalau tidak menjalankan MLA uangnya dari mana lagi?
13. Anggaran pemilu serentak tahun 2024 sangat besar, mencapai 100 triliun rupiah. Presiden harus jungkir balik bagaimana dapat uang 100 triliun rupiah untuk membiayai pemilu serentak 2024. Untuk bisa dapat uang sebesar itu belum tau caranya, comot dari mana. Tidak ada lagi dukungan internasional untuk biaya pemilu di Indonesia. Barangkali itu alasan gak perlu pemilu, mending bikin ibukota baru. Begitu?
14. Tahun mendatang banyak sekali perusahaan yang harus disuntik dana penyertaan modal negara (PMN), sebab kalau tidak BUMN akan banyak yang gulung tikar. Secara urutan yang bangkrut karena utang sangat besar tersebut adalah Garuda, BUMN Karya, Krakatau Steel,PTPN, angkasa pura, BUMN tambang, PLN dan Pertamina. Saat ini utang BUMN mencapai 7.000 triliun. BUMN bisa berutang namun tak tau bagaimana membayarnya. Apa memang BUMN dibangkitkan saja?
15. Bangkrutnya Jiwa Sraya, bumi putera, dan kemungkinan bangkrutmya perusahaan asuransi lain yang terkait dengan pemerintah seperti jamsostek, asabri, dan Taspen, sampai sekarang beluk jelas jalan keluarnya. Kasus dana Jamsostek dan Asabri telah memperlihatkan berapa besar ancaman hilangnya dana publik tersebut. Kemungkinan masalah yang sama terjadi pada seluruh dana pensiun BUMN. Siapa yang tanggung, dari mana uangnya untuk atasi semua masalah itu?
Banyak sekali masalah yang dihadapi Presiden Jokowi ini, mengapa masalah datang menimpa bertubi-tubi? Apakah masih bisa tahan?
(Penulis adalah peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI)