GELORA.CO - Predator seksual pemerkosa 13 santriwati, Herry Wirawan, telah resmi dijatuhi hukuman mati oleh Majelis Hakim Pengadilan Tinggi (PT) Bandung, Jawa Barat.
Ketua Majelis Hakim PT Bandung, Herri Swantoro, mengabulkan hukuman tersebut setelah Kejaksaan Tinggi Jawa Barat mengajukan banding atas putusan Pengadilan Negeri Bandung pada 15 Februari 2022 yang menghukum Herry Wirawan pidana penjara seumur hidup.
Sebelumnya, saat putusan penjara seumur hidup itu keluar, banyak kalangan yang kecewa sebab mereka mengharapkan hukuman yang lebih berat terhadap Herry Wirawan.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) lantas mengharapkan kepada majelis hakim untuk mempertimbangkan banyak hal dalam melakukan banding tersebut.
"Menerima permintaan banding dari jaksa/penuntut umum. Menghukum terdakwa oleh karena itu dengan pidana mati," ucap hakim Pengadilan Tinggi Bandung yang diketuai oleh Herri Swantoro berdasarkan dokumen putusan yang diterima, Senin, 4 April 2022.
Terkait vonis hukuman mati yang diterima oleh Herry Wirawan memang masih menimbulkan pro dan kontra.
Seperti pertentangan yang belum lama ini dilontarkan oleh Komnas HAM. Menurut Ahmad Taufan Damanik selaku ketua, hukuman mati yang dijatuhkan kepada Herry Wirawan itu dinilai sudah tidak relevan. Meskipun memang dia terbukti bersalah.
Hal itu terbukti dari berbagai negara yang perlahan telah menghilangkan hukuman mati. Sebab, hak hidup merupakan hak yang melekat pada setiap orang dan tidak dapat dikurangi sedikit pun.
"Dalam nilai HAM universal, hukuman mati itu dihapuskan. Kalau melihat dalam konstitusi pasal 28 i ayat 1 misalnya dikatakan bahwa hak untuk hidup merupakan hak yang tidak bisa dikurangi dalam kondisi apa pun. Dia adalah satu hak asasi absolut," kata Taufan dilansir dari Suara.com Kamis, 7 April 2022.
Taufan juga menilai kalau penetapan hukum mati dengan efek jera atau pengurangan tindak pidana tak memiliki hubungan. Artinya, meski sudah diterapkan, tetap saja pada kenyataannya pelanggaran pidana masih terjadi.
"Kalau kita lihat kajian-kajian terkait dengan penerapan hukuman mati, tidak ditemukan korelasi antara penerapan hukuman mati dengan efek jera atau pengurangan tindak pidana. Baik tindak pidana kekerasan seksual, terorisme, atau narkoba dan lainnya," tambah Taufan.
Sementara itu, terkait perkara ini, Herry Wirawan tetap dijatuhi hukuman sesuai Pasal 21 KUHAP jis Pasal 27 KUHAP jis Pasal 153 ayat ( 3) KUHAP jis ayat (4) KUHAP jis Pasal 193 KUHAP jis Pasal 222 ayat (1) jis ayat (2) KUHAP jis Pasal 241 KUHAP jis Pasal 242 KUHAP, PP Nomor 27 Tahun 1983, Pasal 81 ayat (1), ayat (3) jo Pasal 76.D UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo pasal 65 ayat (1) KUHP dan ketentuan-ketentuan lain yang bersangkutan.
Kemudian, prosedur pelaksanaan hukuman mati sendiri diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dalam Ketentuan Pasal 11 KUHP diubah oleh Undang-Undang Nomor 02/Pnps/1964 juncto Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1969 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati yang Dijatuhkan oleh Pengadilan di Lingkungan Pengadilan Umum dan Militer.
Selanjutnya, pemerintah membuat pengaturan yang lebih teknis terkait pelaksanaan pidana mati yang diatur dalam Peraturan Kapolri No. 12 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati.
Peraturan tersebut memuat tahap-tahap eksekusi mati yang dimulai dengan memberikan pakaian bersih, sederhana, dan berwarna putih kepada pidana ke lokasi pelaksanaan. Tedakwa juga berhak didampingi oleh seorang rohaniawan guna memberikan ketenangan diri semalam 3 menit.
Namun, eksekusi mati tak begitu saja bisa dilaksanakan. Sebelum itu, masih ada langkah hukum yang bisa ditempuh Herry. Terlebih jika ia mengajukan grasi. Hukuman mati akan dilaksanakan setelah permohonan grasi terdakwa ditolak oleh pengadilan.
Eksekusi mati dilakukan dengan tembakan. Satu jam sebelum pelaksanaan, regu penembak sudah bersiap di tempat eksekusi.
Penembak dipersiapkan mengatur posisi dan meletakkan 12 pucuk senjata api laras panjang di depan posisi tiang pelaksanaan pidana mati dengan jarak 5 hingga 10 meter.
Sebelum itu, Jaksa Eksekutor akan memeriksa semua persiapan. Kemudian, regu penembak memasukkan 3 butir peluru tajam dan 9 butir peluru panjang.
Ketika semuanya siap, Jaksa Eksekutor akan memerintahkan terpidana ke posisi penembakan dan melepaskan borgol.
Terdakwa hukuman mati diikat kedua tangan dan kakinya ke tiang penyangga dalam posisi berdiri, duduk, berlutut, sesuai ketentuan Jaksa.
Selanjutnya, saat waktu menenangkan diri habis, kepala terdakwa ditutup dengan kain hitam sesuai keinginannya. Jika memilih tidak ditutup, maka kepala dibiarkan terbuka.
Kemudian, dokter akan memberi tanda berwarna hitam pada baju terpidana tepat di bagian jantung sebagai sasaran penembakan. Proses tembakan dilakukan setelah ada aba-aba untuk penembakan secara serentak.
Penembakan hukuman mati dinyatakan selesai jika dokter menyatakan tak ada lagi tanda-tanda kehidupan pada terdakwa.
Biasanya, pelaksanaan hukuman mati dilakukan di Nusakambangan. Para terpidana akan dibangunkan di tengah malam dan dibawa ke lokasi rahasia yang jauh untuk dilakukan eksekusi oleh regu tembak. Metode ini pun tidak diubah sejak 1964.***
Sumber: hops