GELORA.CO - Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama Ustaz Yusuf Muhammad Martak melaporkan dugaan tindak pidana ujaran kebencian yang dilakukan Saifuddin Ibrahim ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri. Polemik itu terkait video dugaan penodaan agama oleh Saifuddin.
Laporan Yusuf Martak itu diterima dengan nomor LP/B/0138/III/2022/SPKT/BARESKRIM POLRI, tanggal 22 Maret 2022. Terlapornya pemilik akun YouTube Saifuddin Ibrahim.
Menurut tim advokasi GNPF Ulama, M. Ichwanuddin Tuankotta, upaya Yusuf Martak merupakan langkah hukum konstitusional dalam hal dugaan penodaan agama. Dia mengingatkan Indonesia adalah negara hukum.
"Bahwa langkah ini juga merupakan langkah preventif untuk mencegah aksi massa atau umat yang marah terhadap pernyataan Saifuddin Ibrahim yang mengandung ujaran kebencian dan/atau penodaan agama," kata Ichwanuddin dalam keterangannya, Selasa 22 Maret 2022.
Dia menyebut, dengan makin banyak tindakan penodaan agama di Tanah Air, pihaknya merasa Indonesia tengah darurat penodaan agama. Maka itu, pihaknya mendukung penegak hukum khususnya kepolisian agar segera menindak tegas para pelaku penodaan agama.
Menurutnya, penodaan agama bisa merusak kehidupan beragama di Indonesia dan memecah belah NKRI serta menimbulkan gejolak hebat di masyarakat.
Pun, Ichwan menambahkan pihaknya mendukung Majelis Ulama Indonesia menegakkan hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa tanggal 11 November 2021 yang menentukan kriteria penodaan agama. Ijtima Ulama saat itu merekomendasikan penegak hukum untuk menindak semua pelaku penodaan agama.
Dalam laporannya, terlapor pun disangkakan Pasal 45 A Ayat (2) Jo Pasal 28 Ayat (2) UU RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 156 KUHP dan/atau Pasal 156 a KUHP.
"Bahwa dengan ini, kami mengimbau kepada seluruh umat untuk berperan aktif menjaga ukhuwah antar umat beragama dan melawan segala bentuk penodaan agama yang dapat menghancurkan sendi kehidupan berbangsa dan bernegara," tutur Ichwan.
Sumber: viva