Sikap Rasis Aparat Ukraina ke Pengungsi WNA, Pelajar Asal Pakistan: Diperlakukan seperti Kotoran

Sikap Rasis Aparat Ukraina ke Pengungsi WNA, Pelajar Asal Pakistan: Diperlakukan seperti Kotoran

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO -Diketahui terdapat sekira 76 ribu pelajar asing yang berada di Ukraina.


Pasca operasi militer Presiden Rusia Vladimir Putin yang dimulai sejak Kamis (24/2/2022), warga Ukraina termasuk para pelajar dari negara asing tersebut berbondong-bondong pergi mengungsi ke negara tetangga.


Namun di tengah situasi perang dan darurat militer, ternyata masih ada perlakuan diskriminasi dan rasisme yang dilakukan oleh aparat Ukraina.


Informasi ini disampaikan oleh kantor berita Aljazeera lewat akun Twitternya @ajplus, Rabu (2/3/2022).


Perlakuan rasisme oleh aparat Ukraina dirasakan para pelajar dari negara Afrika, India hingga timur tengah.


Pelajar dari Ghana, Ethel Ansaeh Otto mengaku melihat seorang pria kulit hitam dipukuli oleh aparat.


"Saya ingat mereka memukul seorang pria kulit hitam, seorang polisi di Ukraina memukul pria kulit hitam tanpa alasan yang jelas," ujar Ethel.


Ethel kemudian menjelaskan bagaimana warga kulit putih menjadi prioritas pertama dibanding warga ras lainnya.


Selain diskriminasi, para pelajar dari negara lain itu mengaku mengalami penganiayaan hingga permintaan suap.



Di beberapa kasus, aparat penjaga perbatasan hanya membolehkan warga kulit putih Ukraina untuk menyeberangi perbatasan.


Kemudian pelajar dari Pakistan, Maisum Ahmed menyebut ada diskriminasi di mana hanya warga Ukraina yang boleh melewati perbatasan.


Sedangkan warga negara lain ditelantarkan begitu saja.


"Kita semua memiliki dokumen, jika kamu lihat di sana, semua warga asli Ukrania diperbolehkan lewat," jelas Ahmed.


"Kita diperlakukan seperti kotoran, binatang," sambungnya.


Selanjutnya seorang perempuan pelajar dari India menceritakan sulitnya mengungsi keluar dari Ukraina.


"Tidak ada jalan keluar selain bertarung, menendang, mendorong satu sama lain agar bisa menyeberangi perbatasan," terang dia.


Lalu ada pelajar dari Nigeria, Priscillia Vawa Zira yang nasibnya tak jelas karena belum bisa menyeberangi perbatasan.


"Saya merasa tidak nyaman, saya hanya ingin pulang," kata Priscillia.


"Selama tiga hari saya belum makan makanan yang layak," pungkasnya.


Statement Kontroversial Media Barat


Di tengah pemberitaan seputar konflik Ukraina dan warga yang mengungsi, mirisnya muncul sejumlah pernyataan rasis yang diucapkan oleh media massa yang berbasis di negara-negara barat.


Media asal timur tengah Al Jazeera menampilkan cuplikan sejumlah statement rasis dari beberapa media di negara barat lewat akun Twitter @ajplus, Rabu (3/2/2022).


Pertama ditayangkan pernyataan dari koresponden CBS News, Charlie D'Agata.


Charlie membandingkan bagaimana kasus di Ukraina adalah hal yang berbeda tidak seperti negara-negara timur tengah yang sudah biasa mengalami konflik.


"Dengan segala hormat, Ini (Ukraina) bukanlah tempat seperti Irak atau Afghanistan yang telah mengalami konflik selama beberapa dekade," ujar Charlie.


"Ukraina adalah negara yang relatif beradab."


"Saya juga telah berhati-hati memilih kalimat tersebut, kota di mana kamu tidak akan menduga terjadi itu (konflik)," ungkap Charlie.


Video selanjutnya menampilkan koresponden dari NBC, Kelly Cobiella membandingkan pengungsi Ukraina dengan pengungsi dari Suriah.


"Terus terang saja, mereka (warga Ukraina) bukanlah pengungsi dari Suriah, mereka adalah pengungsi dari negara tetangga," kata Kelly.


"Mereka adalah umat kristiani, mereka berkulit putih," jelasnya.


Komentar rasis juga disampaikan oleh Wakil Jaksa Agung Ukraina, David Sakvarelidze.


"Bagi saya ini sangat emosional karena saya melihat orang-orang Eropa dengan mata biru dan rambut pirang dibunuh," ujar David.


Bahkan kantor berita Al Jazeera sempat meminta maaf seusai seorang pembawa acara mereka membandingkan kasta pengungsi dari Ukraina dengan pengungsi dari timur tengah.


Komentar-komentar bias media barat ini menuai protes dari netizen.


Mereka menyayangkan pernyataan-pernyataan bias tersebut yang tidak bersimpati.


Warganet juga menegaskan bahwa semua negara sama-sama sengsara karena konflik, dan tidak dibenarkan mengkategorikan pengungsi dari ras dan negara asal mereka.




Pengungsi Warga Kulit Hitam Alami Rasisme


Sejak Presiden Rusia Vladimir Putin melakukan operasi militer spesial pada Kamis (24/2/2022), penduduk di Ukraina berbondong-bondong pergi mengungsi.


Mirisnya, di tengah keadaan darurat perang, perlakuan rasisme ternyata masih terjadi di Ukraina.


Perlakuan rasis ini khususnya dirasakan oleh mereka yang bukan warga asli Ukraina.


Ditayangkan pada YouTube BBC News Indonesia, Selasa (1/3/2022), sejumlah video menampilkan perlakuan rasis pasukan militer Ukraina.


Di video pertama tampak seorang pria yang sedang mengungsi merekam situasi di perbatasan.


Ia menampilkan bagaimana sejumlah warga kulit hitam tertahan di perbatasan.


"Mereka tidak mengizinkan orang kulit hitam masuk," ujar perekam.


"Hanya perempuan dan anak-anak warga Ukraina yang diizinkan menyeberang."


Pada video yang lain tampak warga kulit hitam dilarang melintasi perbatasan oleh seorang anggota pasukan militer Ukraina.


Mereka ditelantarkan begitu saja di stasiun kereta.


Menurut keterangan Jurnalis BBC, Parham Ghobadi, perlakuan rasis yang dialami oleh warga non Ukraina adalah tidak diperbolehkan membeli tiket kereta hingga didorong ke antrean paling belakang.


Seorang wanita kulit hitam menceritakan bagaimana dirinya dan sesama warga kulit hitam lain diperlakukan seperti binatang.


"Kami lelah dan lapar, kami belum tidur selama dua hari karena semua hal ini," ucap wanita tersebut.


"Kami merasa sangat marah akan hal ini."


"Mengapa mereka mengutamakan warga Ukraina untuk keluar perbatasan dan meninggalkan kami di negara mereka."


"Mereka memperlakukan kami seperti binatang, kami disuruh duduk dan berdiri, mendorong kami, memukul dengan tongkat," ungkapnya.


Wanita itu juga menceritakan bagaimana aparat yang berlaku rasis turut menembakkan senjata ke udara untuk membuat takut warga sipil.


Berdasarkan kesaksian wanita itu, perlakuan rasis dialami oleh semua warga non Ukraina.


Saat dihubungi oleh BBC.com, pasukan keamanan Ukraina yang ada di perbatasan belum menjawab


Dalam liputan tim BBC, ditampilkan sebuah video saat warga asal Iran di Ukraina diminta untuk memungut sampah oleh petugas perbatasan.


Setelah memungut sampah barulah warga Iran itu diperbolehkan melanjutkan perjalanan mengungsi pergi dari Ukraina.


Perlakuan rasis juga dialami oleh seorang pemuda asal India yang turut mengungsi pergi dari Ukraina.


Pemuda itu mengaku dipukul menggunakan popor senapan.


"Awalnya tentara Ukraina mendorong senapan ke wajah saya, wajah teman saya," kata pria India tersebut.


"Mereka berlaku buruk kepada kami," ungkapnya.

Sumber: Tribun
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita