GELORA.CO - Gerakan Pemuda (GP) Ansor senang dengan divonis bebasnya terdakwa pembunuhan sewenang-wenang (unlawful killing) enam anggota Front Pembela Islam (FPI).
Ia pun mengapresiasi Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jumat (18/3), yang memutus bebas dua polisi itu.
Sekretaris Jenderal Pimpinan Pusat GP Ansor Abdul Rochman, menilai putusan tersebut tepat dan menunjukkan kejernihan hakim dalam melihat persoalan yang menjerat dua polisi itu, yakni Brigadir Polisi Satu (Briptu) Fikri Ramadhan dan Inspektur Polisi Dua (Ipda) Mohammad Yusmin Ohorella.
“Putusan itu sudah tepat sekaligus menunjukkan majelis hakim jernih dalam melihat persoalan ini secara detail. Dari berbagai keterangan saksi, memang penembakan anggota FPI itu terpaksa dilakukan karena mereka jelas melawan dan membahayakan petugas serta masyarakat,” kata dia.
Di samping itu, ia menilai secara prosedur tetap tidak ada yang salah dengan tindakan tegas kedua polisi tersebut.
Menurutnya, penembakan tidak akan terjadi jika anggota ormas FPI menaati dan mematuhi aturan hukum. Ia mengatakan, sikap anggota FPI yang merebut senjata api dan menganiaya aparat saat bertugas, tidak bisa dibenarkan.
Ia mewakili GP Ansor mengajak semua pihak untuk menghormati keputusan Majelis Hakim PN Jakarta Selatan tersebut.
Abdul Rochman mengatakan putusan majelis hakim membebaskan dua polisi dari hukum pidana itu merupakan solusi terbaik atas polemik penembakan enam anggota FPI yang terjadi pada 7 Desember 2020.
“Mari, saatnya hentikan saling mengklaim atas kebenaran isu ini. Kita harus bersama-sama menjadikan hukum sebagai pedoman sekaligus panglima,” ujar dia.
Selain itu, ia mengajak masyarakat Indonesia untuk menjunjung tinggi norma-norma hukum yang telah menjadi kesepakatan bersama.
Ia menyampaikan pascareformasi, kepolisian senantiasa berupaya keras menjadi aparat yang bekerja secara profesional.
Melalui komitmen itu, katanya, aparat tidak akan serampangan dalam menjalankan tugasnya karena dilindungi undang-undang.
“Di lapangan, faktanya memang tidak mudah dan akhirnya memicu ketegangan atau benturan. Namun, semestinya ketegangan itu bisa diselesaikan dengan pola komunikasi yang baik, bukan kekerasan atau perlawanan fisik,” ucapnya.
Sumber: era