OLEH: ILHAM BINTANG
WAKIL Ketua DPR RI, Rachmat Gobel, menyatakan tak ada mafia minyak goreng.
“Di sektor pangan memang ada mafia di sejumlah komoditas, tapi tidak ada di minyak goreng. Yang ada, hanya ketidaktepatan dalam regulasi sehingga pengusaha mencari celah mendapat keuntungan lebih. Jadi ini soal pengaturan dalam tata niaga dan juga masalah dalam kepemimpinan, manajerial, dan pendekatan dalam mengelola tata niaga minyak goreng,” katanya, Senin (21/3) dalam siaran pers yang disiarkan banyak media.
Sejarah Mafia
Tentu tidak mudah menyimpulkan tidak ada praktek mafia dalam krisis minyak goreng, seperti yang dalam statement Rachmat Gobel. Dalam sejarahnya, mafia memang licin.
Mafia adalah panggilan kolektif untuk beberapa organisasi rahasia di Sisilia dan Amerika Serikat. Awalnya, merupakan nama sebuah konfederasi yang didirikan oleh orang-orang dari Sisilia pada abad pertengahan untuk tujuan memberikan perlindungan ilegal, pengorganisasian kejahatan berupa kesepakatan dan transaksi secara ilegal, abritase perselisihan antarkriminal, dan penegakan hukum sendiri (main hakim).
Kejahatan terorganisasi itu memang dilakukan oleh kelompok atau perusahaan yang sangat terpusat untuk terlibat dalam kegiatan ilegal pada tingkat transnasional, nasional, atau lokal, dengan tujuan paling sering untuk mendapatkan keuntungan.
Menurut Kemendag, krisis minyak goreng karena ada pengusaha mengekspor minyak goreng yang bersubsidi, dan mengoplos minyak goreng curah menjadi minyak goreng kemasan.
Kemendag Menyangkal Menyerah
Dalam tulisan "Astaghfirullah Negara Kalah Lawan Mafia", Jumat (18/3) lalu, Sekjen Kementerian Perdagangan, Suhanto, yang saya wawancara hari itu mengatakan juga istilah "mafia" dan "menyerah" dari mereka.
"Kata mafia dan menyerah dari anggota DPR. Bukan dari kami," katanya.
Apa pun. Ada atau tidak ada mafia seperti kata Rachmat Gobel. Pun menyerah atau tidak menyerah, kata Sekjen Kemendag, faktanya krisis minyak goreng tetap berdampak menyengsarakan rakyat. Sementara, negara tak berdaya mengatasi itu.
Minyak goreng kemasan, akhirnya naik menjadi Rp 24.000 -dari semula HET (harga eceran tertinggi) Rp 14.000.-. Sebelum ini, sampai enam kali Mendag mengeluarkan peraturan tapi tidak ada yang berhasil jadi solusi.
Peraturan yang menetapkan HET minyak goreng curah Rp 11,500.- dan HET minyak goreng kemasan Rp 14.000 adalah Permendag No 6 tanggal 26 Januari. Namun, setelah Permendag itu diberlakukan 27 Januari, komoditas itu hilang di pasar tradisional maupun pasar ritel modern.
Itulah yang memicu drama perburuan minyak goreng berminggu-minggu menghiasi pemberitaan media. Hanya mafia yang bisa membuat pemerintah seperti menghadapi peta buta mengurai distribusi minyak goreng.
Penampakan ibu-ibu yang terlibat antrean mengular, berkerumun, dan bergelut berebut minyak goreng menjadi sebuah pemandangan horor yang menyesakkan dada bagi siapa pun melihatnya.
Berdasar realita itu kita memahami jika banyak ibu-ibu mengecam Ketua Umum PDI- P, Megawati Soekarnoputri. Megawati yang dianggap tidak menunjukkan empati terhadap wong cilik yang selama ini menjadi basic perjuangan PDI-P. Dalam suatu acara, Ibu Ketua DPR RI Puan Maharani itu memang terkesan menyalahkan ibu-ibu yang berburu minyak goreng.
Arahan Presiden
Di dalam tulisan "Astaghfirullah, Negara Kalah Melawan Mafia", saya menulis beberapa petunjuk kuat dugaan sabotase terhadap program pemerintah mengatasi krisis minyak goreng empat bulan terakhir. Fakta itu terang benderang boleh dibilang negara telah kalah melawan mafia.
Setelah dipanggil Presiden Jokowi (15/3), Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi pun mencabut HET minyak goreng kemasan. Yang ditetapkan hanya HET minyak goreng curah. Itu pun setelah harganya dinaikkan menjadi Rp 14.000.- dari sebelumnya Rp 11.500.-.
Mendag Lutfi mengakui, kebijakan mencabut ketentuaan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng kemasan sesuai arahan Presiden Jokowi. Kebijakan pencabutan HET itu dicantumkan dalam Permendag Nomor 11 Tahun 2022 yang terbit 16 Maret.
Mendag Lutfi seperti diberitakan Viva.co 17 Maret, menyampaikan itu saat rapat kerja (Raker) bersama Komisi VI DPR RI terkait pembahasan mengenai harga komoditas dan kesiapan Kementerian Perdagangan dalam stabilisasi harga dan pasokan barang bebutuhan pokok menjelang Ramadan dan Lebaran Idul Fitri.
Itu juga menjadi salah satu petunjuk kuat, dalam konteks hilangnya migor di pasaran, Mendag malah "membenarkan" target mafia menaikkan harga minyak goreng.
Yang diakui Mendag, ada pengusaha bermain curang dan rakus memanfaatkan disparitas harga HET migor curah. Sebelumnya telah ditetapkan HET minyak goreng curah Rp 11,500 dan HET minyak goreng kemasan Rp 14.000.
Sekarang, HET migor curah Rp 14 ribu (naik Rp 2.500), sedangkan HET minyak goreng kemasan dilepas mengikuti harga keekonomian. Kasar sekali pengusaha minyak goreng ini. Komoditas itu langsung membanjiri pasar modern dengan 24 ribu/per liter (naik 10 ribu). Tapi disparitas yang makin lebar, masih belum menurut kemungkinan mafia semakin beringas.
Sampai Rabu (23/3) media pers masih melaporkan hiruk-pukuk perburuan minyak goreng curah diberbagai daerah. Diwarnai dengan bentrokan antara aparat dengan pengunjuk demo yang menuntut Mendag Lutfi dicopot.
Pernyataannya yang dikenang rakyat amat menyakitkan adalah pernyataan terakhirnya yang viral. "Mending mana, murah tapi barangnya tidak ada, atau sedikit mahal tapi stok banyak?"
Sebuah pernyataan seperti orang habis "disirap" atau habis ditakut-takutin sama mafia.
Mafioso terkenal Alphonse Gabriel atau Al Capone (17 Januari 1899-25 Januari 1947) begitu licinnya, baru berhasil dibekuk karena kasus penggelapan pajak pada usia 33 tahun.
Sebelum itu, Al Capone adalah gangster dan pengusaha Amerika yang terkenal amat licin dan beringas selama era Pelarangan. Ia salah satu pendiri dan pemimpin sindikat kriminal Chicago Outfit.