GELORA.CO - Gubernur Ridwan Kamil membangga-banggakan prakarsa Jawa Barat sebagai lembaga pemerintah yang pertama di Indonesia yang telah memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence) terutama untuk reformasi birokrasi.
Proses promosi dan mutasi serta evaluasi aparatur pemerintah di Jawa Barat sekarang, katanya, tidak lagi menggunakan metode manual yang rawan manipulasi, kolusi, dan nepotisme melainkan dengan kecerdasan buatan yang jauh lebih akurat, objektif, dan efisien. Jawa Barat telah menguji coba sistem itu dengan memutasi dan promosi 400 pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi tanpa proses lelang dan rangkaian seleksi yang bertele-tele.
Dalam wawancara khusus dengan The Interview di Bandung pada Jumat, 11 Maret 2022, Ridwan mengaku bahkan tinggal melantik saja calon pejabat yang telah dipilih oleh komputer, berdasarkan analisis mahadata (big data). Sebab, komputerlah yang menganalisis, mengevaluasi, dan menyeleksi para kandidat pejabat sesuai dengan kapasitas dan integritas masing-masing orang.
"Jadi, saya tutup mata saja. Siapa pun yang terpilih, itu pasti berkualitas. Makanya, kabinet saya sekarang, saya jamin, integritasnya bagus, kerjanya bagus, oleh big data tadi," ujarnya.
Terobosan baru pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan itu, katanya, merupakan yang pertama di Indonesia, sementara pemerintah daerah lainnya, bahkan termasuk kementerian/lembaga, masih mengandalkan proses lelang jabatan. Mekanisme lelang itu, menurutnya, muncul sebagai alternatif dari ketidakpercayaan kepada sistem, dan sesungguhnya tidak efektif dan efisien.
"Kementerian masih lelang--mohon maaf, ya. Provinsi lain, dan kota/kabupaten, masih lelang. Hanya satu di republik ini [yaitu Jawa Barat, yang menggunakan artificial intelligence]," ujarnya.
Cara kerja
Penggunaan teknologi kecerdasan buatan, Ridwan menjelaskan, memungkinkan setiap aparatur aparatur pemerintah di Jawa Barat dinilai oleh atasannya, koleganya, dan bawahannya. Mereka yang memiliki penilaian bagus hasilnya akan otomatis tampak yang ditandai dengan rangking penilaian tertinggi atau terbaik. Begitu pula sebaliknya.
Yang dinilai, antara lain kapasitas, kepintaran, dan kecerdasan di sumbu X; dan integritas serta kualitas kinerja di sumbu Y. Hasilnya terdapat sembilan kotak hasil penilaian: kalau di kiri bawah berarti si calon pejabat tidak memenuhi kualifikasi, sedangkan kalau di kiri atas berarti si kandidat dianggap pintar, cerdas, berintegritas, dan berkualitas.
"Hasil evaluasi inilah yang menjadi big data oleh komputer. Jadi, pada saat diperlukan: 'Hei, komputer, Gubernur Jabar butuh [kepala] dinas pendidikan'. Si komputer jawab sendiri: hasil evaluasinya keluar tiga nama kandidat di box 9, yang dievaluasi harian, muncul tiga nama," katanya.
Model seperti itu, menurut Ridwan, jauh akurat dan objektif, tidak seperti metode lama yang memungkin seorang pejabat dinilai baik oleh pimpinannya tetapi dia ternyata menindas aparatur di bawahnya. "Misalnya, ada kepala dinas, di mata gubernur bagus, tapi nginjek--ABS (asal bapak senang). Kalau enggak ada evaluasi dari bawah, kan enggak ketahuan."
"Nah, kalau ada evaluasi 360 derajat, ketahuan semua: bagus kata atas, bagus kata temennya/kolega, dan harus bagus juga kata bawahan," ujarnya, menjelaskan keunggulan metode teknologi kecerdasan buatan.
Sumber: viva