GELORA.CO -Wacana penundaan pemilu atau perpanjang jabatan presiden, berdampak pada rencana amandemen UUD untuk memasukkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).
Wakil Ketua MPR Fraksi PDIP, Ahmad Basarah, mengusulkan agar amandemen terbatas UUD 1945 untuk menetapkan PPHN ditunda hingga 2024 agar tidak menimbulkan kecurigaan masyarakat.
“Di MPR sendiri, agenda yang sedang dibahas melalui Badan Kajian MPR adalah tentang Amandemen Terbatas UUD hanya untuk menghadirkan kembali wewenang MPR untuk menetapkan PPHN,” kata Basarah.
“Namun mengingat dinamika politik yang berkembang saat ini, yang memang sudah memasuki ‘tahun politik’, apalagi saat ini tengah ramai wacana penundaan pemilu yang akan berimplikasi pada perpanjangan masa jabatan presiden. Maka sebaiknya rencana amandemen terbatas UUD tersebut tidak dilaksanakan pada periode 2019-2024 ini,” sambungnya.
PDIP dan PKS kini satu suara untuk menunda rencana amandemen terbatas UUD 1945. Semula, amandemen diusulkan untuk memasukkan pokok-pokok haluan negara (PPHN).
Wakil Ketua MPR Fraksi PKS, Hidayat Nur Wahid, mengapresiasi langkah Fraksi PDIP MPR yang mengusulkan penundaan amandemen terbatas UUD 1945 terkait pokok-pokok haluan negara (PPHN) hingga 2024 mendatang.
Menurut Hidayat, amandemen konstitusi tidak tepat dilakukan dalam waktu dekat untuk mencegah persepsi buruk masyarakat terhadap MPR, terlebih saat ini menguat wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden.
“Ini sikap yang bijak, sekalipun F-PDIP MPR RI semula mendukung amandemen terbatas UUD untuk menghadirkan PPHN sesuai rekomendasi dari Pimpinan MPR periode sebelumnya,” kata Hidayat.
“Adanya pihak-pihak yang kabarnya akan menunggangi usulan amandemen terbatas itu untuk meloloskan agenda politik mereka yaitu menunda pemilu dan atau memperpanjang masa jabatan presiden, maka wajar bila sekarang pimpinan F-PDIP di MPR, yang juga Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah, menyampaikan sikap F-PDIP agar rencana amandemen sekalipun terbatas itu ditunda, hingga selesainya periode MPR 2019-2024,” lanjutnya.
Ia pun menyatakan sikap PKS yang menolak amandemen terbatas UUD 1945 tentang pokok-pokok haluan negara (PPHN) dan meminta PPHN dibentuk cukup melalui Undang-Undang.
“PKS mendukung sikap terakhir F-PDIP ini, karena bersesuaian dengan sikap Fraksi PKS MPR, yang bahkan sejak periode yang lalu sudah menolak mengamandemen UUD untuk menghadirkan PPHN. F-PKS MPR RI berpendapat untuk hadirkan PPHN cukup melalui UU yang diperkuat,” ucap HNW.
Sikap tersebut juga diambil untuk mencegah manuver usulan perubahan UUD untuk penundaan pemilu atau penambahan masa jabatan Presiden, dengan memakai momentum usulan perubahan terbatas terhadap UUD.
Lebih lanjut, Hidayat meminta elite politik berhenti menganggas wacana penundaan Pemilu dan perpanjangan jabatan Presiden Jokowi, serta menghormati keputusan pemerintah bersama penyelenggara pemilu yang sudah menyepakati tanggal pemilu pada 14 Februari 2024.
Sementara Wakil Ketua MPR Fraksi Demokrat, Sjarifuddin Hasan, menyatakan sikap partainya sejak awal menolak amandemen terbatas UUD 1945 untuk memasukkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).
Syarief menekankan bahwa PPHN tetap penting diadakan, namun tidak perlu melalui amandemen konstitusi dan cukup berdasarkan Undang-Undang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN).
“Sejak awal Fraksi Partai Demokrat menyatakan bahwa PPHN diperlukan oleh bangsa, namun payung hukumnya cukup dengan Undang-Undang seperti yang selama ini dilaksanakan dan berhasil,” kata Syarief.
Anggota Komisi I DPR tersebut menilai amandemen UUD 1945 berisiko besar karena bisa mengubah sistem ketatanegaraan Indonesia, terlebih saat ini bermunculan wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden.
"Tidak perlu melakukan amandemen UUD 1945 karena akan mengubah sistem ketatanegaraan kita,” tandasnya.
Jangan Dipaksakan Presiden 3 Periode, Kualat Nanti
Kepala Departemen DPP Partai Demokrat, Sartono Hutomo, merespons pernyataan Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan yang meminta penundaan Pemilu 2024 karena ada dukungan ratusan juta percakapan di media sosial.
Sartono meminta Luhut tidak memaksakan klaim tersebut karena bertentangan dengan semangat reformasi 1998. Ia mengingatkan, Presiden Jokowi, para menteri, gubernur, wali kota hingga bupati di seluruh Indonesia merupakan hasil dari peristiwa reformasi.
“Jangan khianati reformasi. Mereka tidak sadar semuanya itu buah dari hasil reformasi. Kalau mereka paham, tidak bakal jadi isu-isu atau wacana penundaan pemilu dan perpanjangan jabatan presiden. Jangan paksakan itu, kualat nanti,” Kata Sartono Hutomo.
Anggota Komisi VII DPR RI tersebut meminta jajaran menteri Kabinet Indonesia Maju fokus menjalankan tugas semaksimal mungkin, tidak justru sibuk menggagas wacana penundaan pemilu yang jelas berada di luar kewenangannya.
“Jangan bicara aneh-aneh, harus fokus melaksanakan tugas pemerintah, menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sesuai aturan,” tegas dia.
Ia juga menuntut pemerintah segera menyelesaikan permasalahan yang terjadi di masyarakat saat ini, seperti kenaikan harga minyak goreng dan bahan pangan jelang bulan puasa.
Sumber: kumparan