GELORA.CO - Ukraina harus tetap netral dan tidak bergabung dengan NATO (Pakta Pertahanan Atlantik Utara). Negara yang beribu kota di Kiev itu juga dituntut segera memulai proses pelucutan senjata untuk menegasi ancaman terhadap Rusia.
Itulah sejumlah syarat yang diajukan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk mengakhiri invasi ke Ukraina seperti yang dia sampaikan saat melakukan kontak telepon dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. BBC, mengutip Ibrahim Kalin, penasihat Erdogan, yang ikut mendengar perbincangan kedua kepala negara, menyebut Putin juga meminta bisa bertemu dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy. Itu dilakukan agar dia dapat menyampaikan secara langsung syarat-syarat tersebut.
Syarat-syarat yang disampaikan Putin itu sejalan dengan enam syarat yang selama ini dia katakan kepada para pejabat Ukraina yang terlibat negosiasi. Dan, Zelenskyy sendiri sebelumnya menyatakan tidak akan menolak. Dia, antara lain, sudah menegaskan bahwa Ukraina tidak akan bergabung dengan NATO, pakta pertahanan yang dikomandani Amerika Serikat (AS).
’’Masih ada syarat-syarat lain yang tidak bisa saya ungkap secara detail,” kata Kalin.
BBC melaporkan bahwa yang juga termasuk syarat yang diajukan Putin adalah Ukraina harus melepas kawasan timur mereka. Kawasan tersebut berada di bawah kekuasaan pemberontak yang didukung Rusia. Ukraina juga mesti mengakui secara resmi Krimea, yang dianeksasi Rusia pada 2014, adalah bagian dari negeri jiran mereka tersebut.
Sejauh ini sudah memasuki pekan keempat invasi Rusia ke Ukraina. Waktu selama itu dan Ukraina belum juga bisa dikuasai di luar perkiraan Rusia dan banyak pihak lain.
Padahal, ibu kota Kiev sebelumnya diprediksi jatuh dalam hitungan hari setelah invasi. Kegigihan itulah yang kabarnya mulai meruntuhkan moral pasukan Rusia.
Apakah itu pula yang membuat Moskow semakin terbuka terhadap negosiasi? Apakah syarat-syarat yang diajukan itu adalah exit plan untuk menyelamatkan muka Putin? Masih harus ditunggu perkembangannya.
’’Lemahnya kepemimpinan, minimnya informasi yang diterima pasukan tentang misi dan tujuan mereka berperang, dan perlawanan gigih yang mereka hadapi itu antara lain yang membuat moral pasukan Rusia merosot,” kata Sekretaris Pers Kementerian Pertahanan Amerika Serikat John Kirby seperti dikutip Fox News.
Sementara itu, proses evakuasi terhadap warga negara Indonesia (WNI) di Ukraina menunjukkan progres yang signifikan. Kemarin (18/3) sembilan WNI yang sebelumnya terjebak di Kota Chernihiv berhasil tiba di zona aman di wilayah Polandia.
Kepastian itu disampaikan langsung oleh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi tadi malam. Dia menjelaskan, dengan berhasil dievakuasinya sembilan orang tersebut, total sudah ada 133 WNI yang diamankan. ’’Seluruh proses evakuasi sudah dapat dilaksanakan,’’ ujarnya.
Retno menjelaskan, sebetulnya masih ada 32 WNI yang ada di wilayah Ukraina. Namun, dari hasil koordinasi, 32 orang tersebut memilih untuk tetap bertahan di Ukraina dengan berbagai alasan. Termasuk sembilan di antaranya staf kedutaan yang menetap di safe house Kota Lviv.
Begitu tiba di Polandia, lanjut Retno, sembilan WNI akan menjalani serangkaian proses tes kesehatan. Jika tak ada kendala, mereka diterbangkan ke Indonesia pada 20 Maret nanti.
Direktur Perlindungan WNI Kemenlu Yudha Nugraha menambahkan, sembilan WNI di Kota Chernihiv baru bisa dievakuasi karena prosesnya tidak mudah. Jalur evakuasi relatif lebih susah. Pihaknya harus memastikan proses evakuasi dilakukan pada saat yang tepat. “Prioritas kita keselamatan,” ujarnya.
Yudha mencatat, penjemputan dari bungker di pusat kota baru bisa dilakukan pada 14 Maret. Dengan pertimbangan keamanan, pihaknya memutuskan untuk keluar dari jalur Lviv dan Polandia dibandingkan ke arah Belarus.
Sumber: jawapos