GELORA.CO - Ketua Umum Persaudaraan Alumni atau PA 212, Slamet Maarif, menanggapi vonis lepas dua terdakwa pembunuh empat laskar FPI (Front Pembela Islam) dengan menyebut sidang tersebut sejak awal diselimuti keanehan.
“Makin lucu aja negeri ini. Terus yang bunuh genderuwo? Dari awal emang aneh dia yang bunuh, dia yang bersaksi, dia yang bebas,” kata Ketua PA 212 Slamet Maarif saat dihubungi Tempo, 18 Maret 2022, usai putusan vonis lepas para polisi penembak laskar FPI di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta Selatan.
“Tidak ada yang bisa diharapkan. Tunggu saja di pengadilan akhirat,” kata Slamet Maarif saat ditanya perihal optimismenya apakah jaksa akan mengajukan banding.
Aziz Yanuar, anggota tim kuasa hukum keluarga enam anggota FPI yang tewas ditembak di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek, belum membalas pesan yang dikirim Tempo saat berita ini ditulis.
Jaksa Penuntut Umum sendiri menyatakan masih mempertimbangkan apakah akan mengajukan banding atau tidak. “Kami menyatakan pikir-pikir yang mulia,” tutur Jaksa Fadjar setelah pembacaan putusan yang dibacakan hakim ketua Arif Nuryanta.
Briptu Fikri Ramadhan dan IPDA M Yusmin Ohorella divonis lepas atas perkara pembunuhan di luar hukum (unlawful killing) terhadap enam anggota laskar FPI yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada pukul 09.00 WIB. Keduanya dihadirkan secara virtual bersama tim penasihat hukum.
Dalam pertimbangan putusan lepasnya, majelis hakim berpendapat seluruh unsur dalam dakwaan primer jaksa terbukti, tetapi perbuatan itu merupakan upaya membela diri. Dengan demikian, kedua polisi tersebut tidak dapat dihukum, sehingga dilepaskan dari segala tuntutan hukum.
Hakim menimbang perbuatan Briptu Fikri Ramadhan, IPDA M Yusmin Ohorella, dan IPDA Elwira Pribadi, dalam rangka membela diri karena anggota FPI menyerang dan melakukan perlawanan.
Majelis hakim berpendapat ada serangan yang melawan hukum dari laskar FPI yang dilakukan dengan cara mencekik, mengeroyok, menjabak, serta merebut senjata api sehingga terdakwa menjalankan tugas dalam rangka mempertahankan senjata dan membela diri dengan tindakan menembak.
“Mengadili, menyatakan terdakwa terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan primer, menyatakan perbuatan terdakwa Fikri Ramadhan dan Yusmin Ohorella sebagai dakwaan primer dalam rangka pembelaan terpaksa melampaui batas, tidak dapat dijatuhi pidana karena alasan pembenaran dan pemaaf," kata hakim ketua Muhammad Arif Nuryanta saat membacakan vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat, 18 Maret 2022.
“Melepaskan terdakwa dari segala tuntutan, memulihkan hak-hak terdakwa dan menetapkan barang bukti seluruhnya dikembalikan ke Jaksa Penuntut Umum,” lanjutnya.
Rest area KM 50 Tol Jakarta Cikampek yang diduga jadi lokasi penembakan anggota FPI/ Tempo/MA Murtadho
Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum menuntut hukuman pidana 6 tahun penjara. Jaksa menuntut kedua polisi itu dengan Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda Yusmin Ohorella didakwa karena menembak empat anggota FPI setelah pengejaran yang berakhir baku tembak di di Jalan Tol Cikampek KM 50.
Peristiwa ini bermula ketika Polda Metro Jaya memerintahkan Yusmin, Fikri, dan IPDA Elwira Pribadi untuk membuntuti mobil milik Rizieq Shihab. Pengejaran itu berakhir dengan baku tembak yang terjadi di Jalan Simpang Susun Karawang Barat, Jawa Barat pada Senin dini hari, 7 Desember 2020. Dua anggota laskar FPI Luthfi Hakim, 25 tahun, dan Andi Oktiawan, 33 tahun, tewas pada baku tembak pada saat itu.
Selanjutnya empat anggota laskar FPI menjadi korban penembakan di dalam mobil milik kepolisian setelah ditangkap usai insiden baku tembak tersebut. Empat anggota FPI yang tewas setelah baku tembak Muhammad Reza, 20 tahun; Ahmad Sofyan alias Ambon, 26 tahun; Faiz Ahmad Syukur, 22 tahun; dan Muhammad Suci Khadavi, 21 tahun.
Sumber: tempo