Pernah Racuni Eks Agen KGB, Ini Sosok Sahabat Putin yang Diduga Kuat akan Memberontak

Pernah Racuni Eks Agen KGB, Ini Sosok Sahabat Putin yang Diduga Kuat akan Memberontak

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO -  Informasi dari intelijen Ukraina menyampaikan sekelompok elit di Rusia kini tengah tidak puas dengan apa yang dilakukan oleh Presiden Rusia Vladimir Putin.

Diketahui saat ini sekelompok elit yang tidak puas itu berencana menggulingkan Putin.

Kepala badan intelijen Rusia (FSB) yakni Alexander Bortnikov disebut sebagai orang yang akan memberontak sekaligus menggantikan Putin sebagai Presiden Rusia.

Dikutip dari Thesun.co.uk, para elit di Rusia saat ini tidak puas dengan aksi Putin terutama karena sanksi ekonomi yang dijatuhkan oleh sejumlah negara.

Putin dan Bortnikov telah saling kenal semenjak sama-sama bertugas di badan intelijen Uni Soviet yang lebih dikenal dengan nama KGB.

Sejak menjabat sebagai Kepala FSB pada tahun 2008, Bortnikov dikenal sebagai tokoh yang berperan sebagai senjata untuk menghukum musuh-musuh Putin.

Dossier Center menyebut FSB sebagai otak dan jantung dari pemerintahan Putin.

Sebagai informasi, Dossier Center adalah sebuah proyek yang telah membongkar skandal-skandal internal pemerintahan Rusia.

Proyek Dossier Center diprakarsai oleh tokoh oposisi sekaligus konglomerat Rusia bernama Mikhail Khodorkovsky yang kini diasingkan oleh negara asalnya.

Pada tahun 2006 silam, Bortnikov juga dituding terlibat dalam pembunuhan mantan agen KGB bernama Alexander Litvinenko.

Litvinenko diketahui telah membelot ke Inggris dan membongkar rahasia internal pemerintah Rusia.

Bortnikov juga dikenal sebagai sosok yang pro terhadap Diktator Uni Soviet yakni Josef Stalin.

Bortnikov melihat tidak ada yang salah saat Stalin mengeksekusi musuh-musuhnya termasuk lawan politiknya secara besar-besaran.

Intelijen Ukraina mendapat informasi bawha sejumlah elit di Rusia meyakini Bortnikov mampu memperbaiki hubungan ekonomi Rusia dengan negara-negara barat.

Perpecahan Terjadi antar Pejabat Militer

Di sisi lain, beredar kabar bahwa Putin kini tengah mengatasi perpecahan dalam tubuh pemerintahannya sendiri.

Hal ini ditandai dengan penangkapan Kolonel Jenderal Sergei Beseda, kepala Dinas Kelima dari dinas intelijen FSB dan wakilnya.

Menurut laporan intelijen, konflik internal tersebut terjadi lantaran adanya pertikaian pendapat mengenai invasi Rusia ke Ukraina.

Dikutip dari The Wall Street Journal, Senin (21/3/2022), badan mata-mata dan pertahanan Rusia disebut telah saling melemparkan tudingan.

Hal ini akibat penyerangan ke Ukraina yang kini dinilai terlambat dari jadwal.

Dikatakan bahwa Rusia mengira invasi tersebut akan dapat dilakukan dengan mudah dan dalam waktu yang singkat.

Namun para pejabat militer AS justru menilai Rusia kini kewalahan lantaran menderita kerugian yang mahal dan memalukan.

Meski begitu, untuk saat ini perpecahan dalam staf pemerintahan Rusia dinilai masih belum sampai mengancam kedudukan Putin.

Dikatakan bahwa pihak berwenang Rusia pada awalnya percaya bahwa mereka akan dapat mengambil Kyiv, ibu kota Ukraina, dalam hitungan hari.

Namun hampir sebulan kemudian, pasukan Rusia masih gagal melakukannya, karena Ukraina pasukan melakukan perlawanan yang kuat dan bantuan Barat mengalir ke negara itu.

"Sulit membayangkan beberapa orang intelijen senior berbicara dengan Putin dan tidak memberi tahu Putin apa yang ingin dia dengar, terutama jika itu adalah keyakinan yang dipegang teguh, seperti keyakinan Putin tentang Ukraina," kata Jeffrey Edmonds, mantan pejabat CIA dan Dewan Keamanan Nasional AS.

Dilansir dari Jerusalem Post, Minggu (20/3/2022), Putin telah menangkap Beseda dan wakil Beseda yang kini menjadi tahanan rumah.

Baseda sebagai kepala Layanan Kelima FSB, bertanggung jawab untuk memberikan informasi intelijen kepada Putin menjelang perang.

"Sepertinya setelah dua minggu perang, akhirnya Putin sadar bahwa dia benar-benar disesatkan. Departemen yang dinilai takut akan tanggapannya, tampaknya hanya memberi tahu Putin apa yang ingin dia dengar," tulis jurnalis investigasi Rusia Irina Borogan dan Andrei Soldatov. dalam laporan CEPA.

Namun, hingga saat ini, pihak berwenang Rusia belum mengkonfirmasi laporan bahwa Beseda ditangkap sebagai tahanan rumah.

Beseda merupakan satu dari sejumlah pejabat Rusia yang menjadi sasaran sanksi yang diterapkan oleh AS, Inggris, dan Uni Eropa pada 2014, di tengah kerusuhan di Ukraina dan pendudukan Rusia di Krimea.

Pada hari Sabtu, seorang pejabat AS mengatakan kepada The Wall Street Journal bahwa laporan tentang Beseda yang ditempatkan di bawah tahanan rumah adalah merupakan informasi kredibel.

Pihaknya juga menambahkan bahwa pertengkaran telah pecah antara FSB dan Kementerian Pertahanan Rusia mengenai invasi ke Ukraina.

Vladimir Osechkin, seorang aktivis hak asasi manusia Rusia yang diasingkan, mengkonfirmasi penangkapan itu.

Ia menambahkan bahwa petugas FSB telah mencari lebih dari 20 alamat di sekitar Moskow dari sesama petugas FSB yang dicurigai melakukan kontak dengan wartawan.

"Dasar formal untuk melakukan penggeledahan ini adalah tuduhan penggelapan dana yang dialokasikan untuk kegiatan subversif di Ukraina. Alasan sebenarnya adalah informasi yang tidak dapat diandalkan, tidak lengkap, dan sebagian palsu tentang situasi politik di Ukraina," kata Osechkin.

Osechkin mengunggah laporan tentang situasi tersebut yang diduga ditulis oleh analis dari FSB dalam beberapa pekan terakhir di situs Gulagu.ru-nya.

"Sekarang mereka secara metodis menyalahkan kami (FSB). Kami ditegur karena analisis kami," tutur analis FSB tersebut.

Sejumlah pejabat Rusia tambahan telah dicopot dari posisi mereka di tengah perang di Ukraina, termasuk Jenderal Roman Gavrilov.

Namun kabar ini masih simpang siur dengan laporan media Rusia yang terpecah tentang apakah dia dipecat atau mengundurkan diri. 

Putin Tangkap Jenderalnya Sendiri

Presiden Rusia Vladimir Putin dikabarkan telah menahan pejabat militernya sendiri.

Bahkan, sosok yang ditahan tersebut merupakan tokoh penting dalam invasi ke Ukraina.

Menurut kabar, wakil kepala unit Rosgvardia, Jenderal Roman Gavrilov ditangkap karena tudingan berkhianat.

Sementara, spekulasi muncul dan menyebut bahwa Jenderal tersebut ditahan sebagai kambing hitam terlambatnya penaklukan Kiev.

Dilansir dari Daily Star, Jumat (18/3/2022), belum lama ini Putin menyinggung soal pengkhianat negara.

Ia juga menyerukan sebutan sampah bagi para warga Rusia yang menolak perang.

Kali ini, Putin disebut-sebut telah menangkap Jenderal perangnya sendiri dari unit Rosgvardia yang merupakan ujung tombak invasi pertama ke wilayah Ukraina.

Gavrilov yang hingga kini belum diketahui kesalahannya, telah ditangkap oleh Layanan Keamanan Federal Federasi Rusia, FSB.

Satu sumber yang dikutip oleh Christo Grozev dari Bellincat mengatakan Gavrilov ditahan akibat adanya pemborosan bahan bakar.

Sementara tuduhan yang lebih serius adalah tentang kebocoran informasi militer yang menyebabkan hilangnya nyawa.

Namun diketahui bahwa pasukan Rosgvardia yang dipimpin Gasrilov menjadi unit dengan tingkat kematian tentara yang tinggi selama perang.

Adapun sampai hari ini, jumlah tentara Rusia yang meninggal di medan perang masih menjadi perdebatan.

Menurut sumber resmi Kremlin, hanya 498 prajurit Rusia yang tewas dalam invasi ke Ukraina.

Sementara, perkiraan pihak AS mencatat bahwa tentara Rusia yang meninggal mendekati angka 7.000 orang.

Di sisi lain, pihak Ukraina mengklaim telah membunuh 13.500 tentara Rusia yang menyerang di wilayah tersebut.

Menurut The Times, Putin sebelumnya telah menangkap pejabat militer lain selain Gavrilov.

Mereka adalah Sergey Beseda, kepala cabang intelijen asing FSB, yang juga telah ditangkap bersama Anatoly Bolyukh, wakilnya.

Keduanya dikenai tuduhan resmi terkait dengan pelanggaran keuangan.

Namun diperkirakan alasan sebenarnya kemungkinan besar adalah kemarahan Putin karena menerima informasi yang tidak dapat diandalkan, tidak lengkap, dan sebagian salah tentang situasi politik di Ukraina.

Pejabat Pentagon mengatakan bahwa Putin marah dan frustrasi atas kurangnya kemajuan pasukannya.

Dikhawatirkan kondisi ini menyebabkan lebih banyak kekerasan dan kehancuran dalam upaya memaksa Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky untuk menyerah.

Sumber: wow
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita