GELORA.CO -Pemerintah kembali terlihat galau dalam menghadapi masalah kenaikan dan kelangkaan minyak goreng di tanah air. Hal ini terlihat dengan mencabut Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun 2022 tentang penetapan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng sawit, yang sekaligus memberlakukan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 11 Tahun 2022 tentang penetapan harga eceran tertinggi minyak goreng curah pada 16 Maret 2022.
Kebijakan baru tersebut telah mengubah HET minyak goreng di pasaran. Dalam Permendag 6/2022, ditetapkan harga minyak goreng curah Rp11.500 per liter, kemasan sederhana Rp13.500 per liter, dan kemasan premium Rp14.000 per liter.
Namun, Permendag 11/2022 justru menaikkan harga minyak goreng curah menjadi Rp14.000 per liter atau Rp15.500 per kg, sementara harga minyak goreng kemasan dilepas ke harga pasar.
Selain itu, pemerintah juga mencabut kebijakan domestic market obligation (DMO) yang diganti dengan menaikkan pungutan ekspor minyak kelapa sawit dan turunannya, dengan dalih untuk menambah dana kelolaan sawit yang akan digunakan untuk mensubsidi minyak goreng curah.
Anggota Komisi XI DPR-RI Heri Gunawan mengaku prihatin terkait makin tingginya harga minyak goreng setelah pemberlakukan Permendag 11/2022. Kelangkaan dan tingginya harga minyak goreng sejatinya sudah terjadi sejak akhir tahun lalu, namun hingga kini belum ada formula terbaik untuk mengatasinya.
Politikus yang karib disapa Hergun ini mengatakan, pencabutan Permendag 6/2022 dan sekaligus pemberlakukan Permendag 11/2022 menunjukkan keberpihakan Menteri Perdagangan bukan kepada rakyat, tapi kepada pengusaha.
“Harga minyak goreng curah yang tadinya hanya Rp11.500 per liter ditetapkan menjadi Rp14.000 per liter. Sementara harga minyak goreng kemasan yang tadinya ditetapkan Rp14.000 per liter dilepaskan mengikuti harga pasar,” kata Hergun yang juga menjabat sebagai Kapoksi Fraksi Gerindra Komisi XI DPR RI di Jakarta, Jumat (18/3).
Ia berharap menjelang bulan puasa Ramadhan persoalan minyak goreng sudah harus bisa diredam. Minyak goreng harus tersedia di pasaran dengan harga yang wajar. Permendag 11/2022 yang mengerek harga minyak goreng cukup tinggi perlu ditinjau ulang serta dikembalikan pada Permendag 6/2022.
“Sejatinya, kelahiran Permendag 6/2022 disambut gegap-gembita oleh rakyat. Negara dianggap hadir menjinakkan harga minyak goreng yang naik tinggi. Namun sayangnya, Permedag 6/2022 hanya menjadi macan kertas. Penetapan harga yang pro rakyat tidak disertai pengawalan di lapangan, sehingga minyak goreng menjadi langka di pasaran. Antrean pun mengular di setiap operasi pasar,” paparnya.
Untuk itu, Ketua DPP Partai Gerindra itu kemudian menyarankan pemerintah untuk mengambil langkah-langkah konkret untuk mengatasi kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng dan beberapa produk lainnya. Pasalnya, tinggal 2 minggu lagi akan memasuki bulan suci Ramadhan dan dilanjutkan dengan perayaan Hari Raya Idul Fitri, yang biasanya tingkat konsumsi masyarakat akan meningkat.
“Bila kondisi kelangkaan dan kenaikan minyak goreng serta produk pangan lainnya belum juga teratasi, akan memberikan pukulan berat tidak hanya pada daya beli masyarakat namun juga akan berdampak buruk terhadap pemulihan ekonomi nasional,” jelasnya.
Ia menegaskan, sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk menjaga harga produk pangan agar tetap stabil dan terjangkau rakyat, terutama saat memasuki bulan Ramadhan, agar umat yang menjalankan puasa bisa beribadah dengan tenang dan khusuk serta tidak terbebani oleh kenaikan harga pangan.
Jangan sampai pada saat ibadah puasa, lanjut Hergun, rakyat harus mengantre di tengah terik matahari serta berdesak-desakkan untuk mendapatkan minyak goreng. Hal tersebut harus betul-betul diantisipasi.
Pemerintah harus memastikan ketersediaan minyak goreng curah dan minyak goreng kemasan di tingkat penjual terakhir dalam jumlah yang cukup dengan harga yang terjangkau.
“Bulan Ramadhan dan Idul Fitri selalu diandalkan untuk mendorong peningkatan konsumsi masyarakat, yang pada akhirnya berkonstribusi pada peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Jika daya beli melemah karena meroketnya harga-harga, maka kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi juga akan menyusut,” pungkasnya.
Sumber: RMOL