GELORA.CO -Program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) dinilai potensial menjadi ladang korupsi. Untuk itu, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh harus mengungkapkan hal itu ke publik.
Hal ini disampaikan Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian, di sela-sela aksi di Kantor DPR Aceh, Senin (21/3).
"DPR Aceh pasti tahu bagaimana proses tahapan dari kontrak yang dilakukan dengan BPJS, kalau istilah di DPRA dan ini sudah mengelilingi keluar yaitu adalah cashback. Tidak ada dalam dunia anggaran negara itu cashback, tapi adalah pemilik fee, dan pemilik fee itu adalah korupsi," jelas Alfian, dikutip Kantor Berita RMOLAceh.
Pada 2016, lanjut Alfian, Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) pernah mengaudit anggaran tersebut. Hingga saat ini, sekitar 616 ribu jiwa masyarakat Aceh belum dibayar dan tiada kepastian hukum.
“Itu jelas korupsi,” ujar Alfian.
Menurut Alfian, DPR Aceh sudah waktunya untuk meminta dokumen-dokumen atau data-data penerima program JKA. Karena Pemerintah Aceh tidak memiliki data penerima, seperti nama, alamat, penerima JKA.
“Pemerintah Aceh hanya pegang data rumah sakit jiwa sebanyak 2,1 juta jiwa," kata Alfian.
Alfian juga menilai program JKA terkesan pencitraan semata. Faktanya, layanan kesehatan itu rawan praktik korupsi. Karena itu, DPR Aceh segera membentuk Pansus agar dugaan tersebut dapat diungkap.
Sumber: RMOL