Madrasah Jangan Ditaruh di Bab Penjelasan

Madrasah Jangan Ditaruh di Bab Penjelasan

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Polemik dihapusnya kata ”madrasah” dalam Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) terus menggelinding. Pemerintah berkilah bahwa kata madrasah tidak hilang, tapi ditempatkan di bagian penjelasan. Padahal, madrasah selama ini memiliki nilai historis. Sehingga tidak tepat jika ditulis hanya di bagian penjelasan UU.

Sorotan tersebut disampaikan Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta A. Tholabi Kharlie. Dia mengatakan, dalam sumber materiil hukum, ada aspek sosiologis, filosofis, dan historis. ”Saya kira soal madrasah ini bukan sekadar frasa tanpa makna. Tetapi mengandung sisi sejarah perjalanan bangsa Indonesia,” ujarnya kemarin (30/3).

Menurut Tholabi, madrasah tak terpisahkan dari khazanah muslim Indonesia. Penyebutan kata madrasah di dalam batang tubuh UU, seperti di UU 20/2003 tentang Sisdiknas, jelas dia, memberi pesan keberpihakan negara kepada madrasah. Dia menekankan, bagian penjelasan memang tidak terpisahkan dari sebuah UU. ”Tetapi, ketika madrasah dibunyikan di batang tubuh undang-undang, ada pesan keberpihakan negara kepada madrasah,” jelasnya.

Alasan pemerintah menempatkan kata madrasah di bagian penjelasan supaya fleksibel, menurut Tholabi, tidak memiliki dasar pijakan. Sebab, sejak dahulu penyebutan madrasah tidak pernah berubah.

Seperti diketahui, di dalam draf RUU Sisdiknas yang beredar, tidak ada penyebutan madrasah. Berbeda dengan UU 20/2003 tentang Sisdiknas yang jelas mencantumkan madrasah di batang tubuhnya. Seperti tercantum di pasal 17 ayat 2 yang menuliskan soal madrasah ibtidaiyah (MI) dan madrasah tsanawiyah (MTs). Sementara di draf RUU Sisdiknas hanya disebut jenjang pendidikan dasar dan menengah.

Terpisah, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim menampik tudingan menghapus madrasah dari RUU Sisdiknas. Dia menegaskan, satuan pendidikan di bawah Kementerian Agama (Kemenag) akan tetap ada dalam RUU Sisdiknas.

Pihaknya bahkan terus berkolaborasi dengan Kemenag untuk mengakselerasi kualitas pendidikan di Indonesia, termasuk selama proses revisi RUU Sisdiknas ini. ”Sebuah hal yang tidak masuk akal dan tidak pernah tebersit sekali pun di benak kami,” ujar Nadiem dalam keterangannya bersama dengan menteri agama di Jakarta Selasa (29/3).

Nadiem menekankan, sekolah maupun madrasah secara substansi akan tetap menjadi bagian dari jalur-jalur pendidikan yang diatur dalam batang tubuh dari revisi RUU Sisdiknas. Meski nantinya penamaan secara spesifik seperti sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI); sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs); atau sekolah menengah atas (SMA), sekolah menengah kejuruan (SMK), dan madrasah aliyah (MA) tidak diikat di tingkat UU. Sehingga lebih fleksibel dan dinamis.

”Yang kami lakukan adalah memberikan fleksibilitas agar penamaan bentuk satuan pendidikan, baik untuk sekolah maupun madrasah, tidak diikat di tingkat undang-undang,” jelasnya.

Senada, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengatakan, Kemenag selalu berkomunikasi dan berkoordinasi secara erat dengan Kemendikbudristek sejak awal proses revisi RUU Sisdiknas. Termasuk soal nomenklatur madrasah dan pesantren. ”RUU Sisdiknas telah memberikan perhatian yang kuat terhadap ekosistem pesantren dan madrasah. Nomenklatur madrasah dan pesantren juga masuk dalam batang tubuh dan pasal-pasal dalam RUU Sisdiknas,” ungkapnya.

Sementara itu, Wakil Ketua DPR Abdul Muhaimin Iskandar mendesak Nadiem merevisi RUU tersebut.

Dia menyatakan, Kemendikbudristek tidak boleh mengebiri peran ulama dan pesantren dalam lahirnya NKRI.

Sumber: jawapos
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita