GELORA.CO -Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengumumkan menganulir aturan yang dibuatnya sendiri terkait pencairan Jaminan Hari Tua atau JHT.
Ida menegaskan pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) dikembalikan pada peraturan lama.
Hal ini akan berlaku sembari menunggu pemerintah merevisi peraturan baru.
Ia berujar Peraturan Menaker (Permenaker) No.2 Tahun 2022 belumlah berlaku efektif.
Baca juga: Strategi Pengelolaan Dana JHT BPJamsostek Diganjar Penghargaan Internasional dari ISSA
Oleh sebab itu, Permenaker lama yakni Nomor 19/2015 sebenarnya masih berlaku saat ini.
Dengan demikian Pekerja/Buruh yang ingin melakukan klaim JHT dapat menggunakan acuan Permenaker yang lalu, termasuk bagi yang terkena-PHK atau mengundurkan diri.
"Perlu saya sampaikan kembali bahwa Permenaker lama (No. 19/2015) saat ini masih berlaku dan masih menjadi dasar bagi teman-teman pekerja/buruh untuk melakukan klaim JHT."
"Tidak terkecuali bagi yang ter-PHK maupun mengundurkan diri tetap dapat klaim JHT sebelum usia pensiun" jelas Menaker Ida dalam keterangannya, Rabu (2/3/2022).
Menaker Ida Fauziyah kembali menegaskan, Kemeteriannya sedang memproses revisi Permenaker No. 2 Tahun 2022.
Baca juga: Pakar Hukum UI dan Serikat Pekerja Nilai Permenaker JHT Tak Miliki Ketetapan Hukum
Iklan untuk Anda:
Hidup Mewah Bak Sosialita, Masa Lalu Selebgram Cantik Ini Terkuak, Rumahnya Sering Didatangi
Advertisement by
Hal ini menindaklanjuti arahan Presiden terkait tata cara persyaratan dan pembayaran JHT yang perlu dipermudah.
Editor: Feryanto Hadi
zoom-inKABAR Gembira buat Buruh dan Pekerja, Aturan JHT Cair di Usia 56 Tahun Resmi Dibatalkan
Humas Kemenakar/Tribunnews.com
A-A+
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah
Pada prinsipnya, ketentuan tentang klaim JHT sesuai dengan aturan lama, bahkan dipermudah.
Ida berujar, sebagai upaya untuk mempercepat proses revisi, pihaknya (Kemnaker) aktif melakukan serap aspirasi bersama Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
Kemnaker juga secara intens berkoordinasi dan berkomunikasi dengan Kementerian/Lembaga terkait.
"Kami sedang melakukan revisi Permenaker No.2 tahun 2022, insyaallah segera selesai. Kami terus melakukan serap aspirasi bersama Serikat Pekerja/Serikat Buruh, serta secara intens berkomunikasi dengan Kementerian/Lembaga," tegas Menaker Ida.
Lebih lanjut, saat ini juga sudah mulai berlaku Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan atau JKP bagi mereka yang ter-PHK.
Program ini memiliki 3 (tiga) manfaat yang dapat diperoleh oleh pesera JKP yakni manfaat uang tunai, akses terhadap informasi pekerjaan melalui situs pasker.id, serta pelatihan untuk skilling, upskilling maupun re-skilling.
"Dengan demikian saat ini berlaku 2 program jaminan sosial ketenagakerjaan untuk memproteksi pekerja/buruh yang kehilangan pekerjaan, yaitu berupa JHT dan JKP. Beberapa pekerja ter-PHK sudah ada yang mengklaim dan mendapatkan uang tunai dari program JKP," tegas Menaker Ida.
Dianggap tak memiliki ketetapan hukum
Sebelumnya, Guru Besar Hukum Ketenagakerjaan Universitas Indonesia (UI), Aloysius Uwiyono, menyebutkan revisi Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 yang menjelaskan bahwa Jaminan Hari Tua (JHT) dari BPJS Ketenagakerjaan baru bisa cair saat peserta iuran memasuki usia 56 tahun, menyimpang dari aturan yang lebih tinggi, yakni Undang-undang (UU) Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Dalam Pasal 37 atat 3 UU SJSN, JHT dapat diberikan sebagaian sampai batas tertentu kepada peserta yang telah membayar iuran atau kepersertaan minimal 10 tahun.
Maka harus diberikan kepada buruh, tidak harus menunggu umur 56 tahun. Kalau dalam Permenaker yang baru ini kan harus menunggu sampai 56 tahun. Maka ketentuan ini bertentangan dengan UU SJSN pasal 37 ayat 3,” kata Aloysius saat dihubungi pada Rabu (16/2/2022), malam.
Sementara di sisi lain, Pasal 5 Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 menyebutkan dana JHT hanya bisa diambil ketika pekerja sudah memasuki masa pension atau usia 56 tahun, sekalipun peserta mengundurkan diri atau terkena PHK
Ia menjelaskan, dalam hirarki peraturan perundang-undangan, ketentuan yang lebih rendah seperti Permenaker tidak boleh bertentangan dengan UU diatasnya.
Jika bertentangan, peraturan yang ketentuannya lebih rendah dinyatakan batal.
Secara sederhana, jikalau UU SJSN memperbolehkan pengambilan JHT dan harus diambil saat umur 56 tahun, maka Pemenaker Nomor 2 Tahun 2022 dapat dibenarkan.
Namun, jika ada ketentuan yang membuka kemungkinan pengambilan JHT pada masa kerja 10 tahun, maka harus diambil dalam 10 tahun. “Intinya, ketentuan-ketentuan di bawah harus sesuai dengan UU SJSN,” sambung Aloysius.
Disamping merevisi aturan pengambilan waktu JHT, Kemnaker juga mengadakan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Progam ini dinilai sebagai upaya tambal sulam pasca lahirnya aturan penundaan pencairan dana JHT hingga pekerja berusia 56 tahun.
Nantinya, JKP akan diberikan setiap bulan selama enam bulan kepada korban PHK.
Menanggapi hal tersebut, Aloysius menilai JHT dan JKP tak bisa dijadikan satu kesatuan karena pelaksanaan JHT berawal dari UU SJSN, sementara Peraturan Pemerintah (PP) No 37 Tahun 2021 yang menjadi dasar hukum JKP adalah aturan turunan dari UU No 11 tahun 2022 Tentang Cipta Kerja.
Seperti diketahui, UU Cipta Kerja dinyatakan cacat formal oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dan dilarang menerbitkan peraturan pelaksanaan baru yang berkaitan dengan UU Cipta Kerja.
“Karena Permenaker ini kan pelaksanaan dari UU SJSN, sementara UU SJSN gak ada kaitannya dengan UU Cipta Kerja, kalau mengaitkan berarti ya batal. Karena menurut keputusan MK kan gak boleh mengatur ketentuan-ketentuan baru selama kalau mengaitkan dengan JKP,” jelasnya.
Oleh sebab itu, Aloysius mengatakan, Pemenaker Nomor 2 Tahun 2022 harus dihapus dan kembali merujuk pada aturan JHT sebelumnya, yakni UU SJSN.
“Kalau aturannya memang tidak memungkinkan pembuatan Permenaker yang ternyata merugikan pekerja ya dicabut saja. kembali berlaku ketentuan tentang jaminan UU SJSN yang 10 tahun itu, bukan yang 56 tahun,” paparnya.
Sementara itu, Ketua Umum Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Nining Elitos, mengatakan ketentuan JKP masih belum diatur secara rigit.
Hal-hal mengenai kelembagaan mana yang menangani JKP dan teknis pencairan dana belum diatur sepenuhnya karena MK memutuskan UU Cipta Kerja merupakan produk cacat formil.
PP No 37 Tahun 2021 yang menjadi dasar hukum JKP merupakan aturan turunan dari UU No 11 tahun 2022 Tentang Cipta Kerja.
“Maka tidak boleh melahirkan kebijakan strategis (JKP),” kata Nining saat dihubungi via sambungan telepon pada Rabu (16/2/2022), malam.
Selain mengkritisi program JKP yang timpang tindih, Nining juga menyoroti adanya Permenaker Nomor 2 Tahun 2022. Ia menilai, aturan mengenai pensiun sudah diatur dalam UU SJSN dan tak perlu membuat aturan baru seperti Permenaker.
“Pemerintah bilang ini untuk memiliki jaminan social. Tapi itu sudah diatur di dalam UU SJSN itu ada program pensiun kok, hari ini buruh dipotong jaminan pensiun selain hari tua. Permenaker ini sangat membuat jiwa kebatinan kami sangat kecewa terhadap pemerintah, dimana beberapa tahun ini banyak melahirkan regulasi yg sangat tidak memberikan aspek kemanusiaan, perlindungan, keadilan dan peningkatan kesejahteraan rakyat,” pungkas Nining.
Sumber: Wartakota