Belajar dari Malaysia, Pemerintah Diwanti-wanti Biaya Pemindahan IKN Naik Tinggi karena Krisis

Belajar dari Malaysia, Pemerintah Diwanti-wanti Biaya Pemindahan IKN Naik Tinggi karena Krisis

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Pengalaman negara tetangga dekat Indonesia, Malaysia, saat memindahkan ibukota negara (IKN) dari Kuala Lumpur ke Putrajaya, diharapkan bisa menjadi pembelajaran bagi Pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Pasalnya, Direktur Center of Economic and Law Studie (Celios), Bhima Yudhistira mencatat, pemindahan IKN Malaysia tersebut sempat terimbas krisis Asia tahun 1998.

"Saat pembangunan ibu kota negara di Putrajaya-Malaysia saat krisis moneter 1998, membuat biaya pembangunan naik signifikan," ujar Bhima kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (15/3).

Kekinian, Bhima melihat bahwa faktor perang di Ukraina bakal menambah deretan ketidakpastian ekonomi global yang selama dua tahun lebih pandemi Covid-19 menghantui banyak negara.

"Investor juga membaca risiko inflasi yang tinggi di negara maju akan membuat biaya pembangunan IKN naik signifikan. Biaya besi baja, barang material konstruksi pun akan mengalami kenaikan imbas dari terganggunya rantai pasok global," tuturnya.

Oleh karena itu, Bhima meyakini pembangunan IKN Nusantara di Kalimantan Timur akan keteter pendanaannya. Sebab, mulai tahun ini hingga tahun 2023 mendatang pemerintah menargetkan defisit APBN tak lebih dari 3 persen.

Dengan begitu menurutnya, biaya tahap awal pembangunan IKN Nusantara mau tidak mau harus 90 persen ditanggung APBN. Jika tidak, imbasnya proyek raksasa ini akan molor dari target yang diinginkan pemerintah.

Di samping itu, salah satu investor besar yang berencana mengucurkan modal untuk IKN Nusantara, yakni perusahaan keuangan multinasional yang berpusat di Jepang, Softbank, menjadi satu contoh konkret dari keraguan penanam modal terhadap proyek yang memakan waktu cukup panjang dalam prosesnya.

Apalagi kata Bhima, Softbank kini tengah kesulitan keuangan dan semakin diperparah selama masa  pandemi, khususnya dari Wework tahun 2020, Alibaba tahun 2021 yang belum bisa tergantikan hingga saat ini.

"Naiknya suku bunga di berbagai negara turut meningkatkan biaya dana (cost of fund) khususnya bagi investor yang memiliki rasio utang tinggi," demikian Bhima. 

Sumber: rmol
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita