GELORA.CO - Kebijakan satu harga untuk minyak goreng (migor) dalam kemasan yang ditetapkan Rp 14 ribu per liter berakhir.
Pemerintah memutuskan mengembalikan sesuai harga keekonomian atau harga pasar. Sementara itu, minyak goreng curah disubsidi sehingga harganya dipatok Rp 14 ribu per liter.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menuturkan, harga minyak goreng curah akan disubsidi sehingga harga jualnya Rp 14 ribu. ’’Pemerintah akan menyubsidi harga minyak kelapa sawit curah itu dan subsidi akan diberikan berbasis kepada dana dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS),’’ jelasnya setelah rapat terbatas (ratas) bersama Presiden Joko Widodo di Jakarta kemarin (15/3).
Airlangga menjelaskan, kebijakan itu diambil dengan mempertimbangkan perkembangan situasi yang ada. Yakni, merujuk pada kondisi ketidakpastian global yang memicu kenaikan harga-harga komoditas.
Harga minyak goreng kemasan, kata dia, akan disesuaikan dengan nilai keekonomian. Harapannya, dengan kebijakan HET itu, masyarakat bisa lebih mudah menemukan minyak goreng di pasaran. ’’Terkait dengan harga kemasan, ini akan menyesuaikan terhadap nilai keekonomian. Sehingga, kita berharap dengan nilai keekonomian tersebut, minyak sawit akan tersedia di pasar modern maupun di pasar tradisional ataupun di pasar-pasar,’’ jelasnya.
Sebelumnya, kebijakan satu harga minyak goreng diambil pemerintah karena harganya melambung tinggi. Setelah diberi subsidi oleh pemerintah, harga minyak goreng kemasan menjadi Rp 14 ribu per liter.
Jawa Pos berupaya mendapatkan penjelasan lebih detail mengenai skema harga baru tersebut. Namun, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi dan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Oke Nurwan tidak merespons saat dihubungi tadi malam.
Terpisah, pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menyayangkan kebijakan pemerintah mengembalikan harga minyak goreng kemasan ke harga pasar atau keekonomian. Menurut dia, saat ini masyarakat Indonesia pada umumnya sedang menyambut bulan Ramadan. Disusul Lebaran. ’’Kebutuhan masyarakat sedang tinggi-tingginya,’’ katanya.
Trubus menilai, kebijakan yang diambil pemerintah itu tidak nyambung dengan persoalan di lapangan. Persoalannya adalah minyak goreng kemasan menjadi langka setelah ditetapkan satu harga di angka Rp 14 ribu per liter. Seharusnya, solusi yang diambil pemerintah adalah menjaga pasokan dan distribusi sehingga minyak goreng kemasan tetap tersedia di toko-toko. ’’Kebijakan mengembalikan ke harga keekonomian ini kontraproduktif,’’ kritiknya.
Menurut dia, pemerintah seharusnya menggencarkan operasi pasar minyak goreng di banyak titik. Dengan begitu, masyarakat bisa tetap menikmati minyak goreng kemasan dengan harga terjangkau.
Sebaliknya, jika sekarang harga minyak goreng kemasan dikembalikan ke harga keekonomian, peran pemerintah seperti hilang. Bahkan, ketika pasokan minyak goreng kemasan sekarang masih langka, lalu harga dilepas ke pasar, bisa jadi harga jual ke masyarakat semakin melonjak. Jika ingin mengembalikan ke harga keekonomian, kata dia, harus dipastikan terlebih dahulu stoknya banyak.
Di bagian lain, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyatakan bahwa pihaknya akan mengawal distribusi dan ketersediaan minyak goreng di pasaran. ”Sehingga jaminan distribusi, kemudian ketersediaan di pasar betul-betul riil di lapangan,” ujarnya.
Pihaknya telah mengecek secara langsung untuk mengetahui mekanisme pasar terkait dengan perkembangan situasi harga minyak. Polri bersama seluruh stakeholder akan memastikan minyak curah dan minyak kemasan tersedia di pasar dan menyesuaikan dengan harga.
Dalam kesempatan lain, Listyo bersama Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menggelar video conference dengan Kapolda se-Indonesia. Dalam kesempatan itu, Kapolri menginstruksikan kepada Kapolda dan Kapolres untuk memastikan ketersediaan migor di pasar tradisional dan pasar modern. ”Yang paling penting, rekan-rekan memastikan migor harus ada di pasar tradisional dan modern sejak besok hingga minggu depan,’’ tuturnya. Berdasar data dari menteri perdagangan, stok minyak goreng dalam negeri ini aman.
Listyo menyatakan, Kapolda dan Kapolres se-Indonesia harus mencegah potensi pelanggaran terkait distribusi migor. Salah satu yang berpotensi terjadinya pelanggaran adalah perbedaan harga antara migor untuk masyarakat dan industri. Sebab, harga minyak sawit mentah untuk masyarakat lebih murah dibandingkan untuk kebutuhan industri. ”Jadi, justru digeser untuk kebutuhan industri karena selisih harga yang tinggi,’’ paparnya.
Pengawasan ketat harus dilakukan dalam distribusi migor. Terutama di area perlintasan seperti pelabuhan, perbatasan, dan jalur darat. Hal itu bertujuan untuk mencgah pelanggaran produsen yang mencoba mengekspor minyak sawit mentah. ”Ekspor secara diam-diam,’’ jelasnya.
Sementara itu, Mendag Muhammad Lutfi mengharapkan Polri memastikan tidak ada distributor yang menahan stok migor. Sekaligus mencegah pengiriman migor ke luar negeri. ”Kami siap koordinasi dan kerja sama dengan seluruh jajaran kepolisian,’’ tuturnya.
Dia mengakui bahwa langkah menjaga stok dan stabilitas harga migor tidak mudah. Namun, semua itu bisa dilakukan bila kooordinasi dilakukan bersama. ”Saya yakin kita harus sukseskan ini. Saya mohon Pak Kapolri koordinasinya,’’ ujarnya.
Sementara itu, anggota Ombudsman RI (ORI) Yeka Hendra Fatika mengatakan, kapasitas produksi migor diduga mengalami penurunan seiring tidak semua produsen migor mendapatkan CPO DMO (domestic market obligation) dengan harga DPO (domestic price obligation). Kondisi itu menjadi salah satu faktor yang menyebabkan migor masih langka di pasaran.
Situasi tersebut diperparah dengan fenomena pelaku usaha UMKM yang meningkatkan stok migor sebagai respons belum adanya jaminan ketersediaan migor. ”Terlebih lagi menghadapi puasa dan hari raya,’’ kata Yeka dalam konferensi pers secara daring kemarin.
ORI juga menyebut masih adanya situasi panic buying yang mengakibatkan migor sesuai HET masih terus langka di pasaran. Pantauan di lapangan, ditemukan pula spekulan yang memanfaatkan disparitas harga antara HET dan harga di pasar tradisional yang sulit untuk diintervensi. Aktivitas spekulan itu ditengarai menjadi penyebab terjadinya penyelundupan migor.
Menurut Yeka, itu terjadi lantaran gagalnya fungsi pengawasan pelaksanaan kebijakan. ”Fungsi pengawasan tidak akan berhasil diterapkan ketika disparitas harga terjadi dengan gap yang sangat besar,’’ paparnya.
Yeka menyebutkan, disparitas harga migor di pasaran saat ini berkisar Rp 8.000–Rp 9.000 per kilogram. ”Untuk menghilangkan disparitas harga, lepaskan pada mekanisme pasar dengan tetap memberlakukan DMO untuk menjamin ketersediaan minyak goreng,’’ imbuh dia.
Sumber: jawapos