Aneh! Anggota Brimob Alami Disorientasi Psikologis Usai Eksekusi Tokoh DI/TII Haji Maun

Aneh! Anggota Brimob Alami Disorientasi Psikologis Usai Eksekusi Tokoh DI/TII Haji Maun

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Seorang anggota Resimen Pelopor Brimob Agen Ngatmanu mengalami disorientasi psikologis usai mengeksekusi tokoh pemberontak DI/TII pada tahun 1961. Dia hilang masuk hutan, bahkan kemungkinan sudah dibunuh gerombolan pemberontak.

Dikisahkan dalam buku Resimen Pelopor (Edisi Revisi), Pasukan Elite Yang Terlupakan, penulis Anton Agus Setyawan dan Andi M Darlis, Januari 2013, tokoh DI/TII terkemuka Haji Maun terpaksa dibunuh karena berusaha melepas kunci dan melemparkan granat nanas.

Brigadir Soeripno menembak kepala Haji Maun dengan pistol. Anehnya, dia tidak mati. Kemudian, eksekusi dilakukan Agen Ngatmanu dengan menggunakan pisau komando.

Pada beberapa kali penyergapan komandan pemberontak DI/TII, termasuk Haji Maun, pasukan Pelopor Brimob selalu membawa pistol dan granat. Anggota juga sempat mengeluarkan tembakan pistol, namun segera dilumpuhkan dengan tusukan pisau komando.

Setelah eksekusi Haji Maun terjadilah badai halilintar dan hujan deras. Keesokan paginya, Ngatmanu hilang tanpa diketahui rimbanya. Teman-teman satu timnya menduga prajurit Pelopor itu raib lantaran mengalami disorientasi psikologis pasca mengeksekusi Haji Maun.

Ngatmanu hilang masuk hutan dengan menggunakan seragam tempur lengkap dan membawa senjata serta 4 granat nanas. Empat bulan setelah pasukan Pelopor ditarik dari Aceh, Agen Ngatmanu ditemukan di Kebun Raya Bogor (KRB) masih dengan seragam tempur lengkap membawa senjata dan granat nanas.

Dia kemudian dilucuti dan dirawat di Rumah Sakit Polri. Setelah berdinas di Pelopor, Ngatmanu pensiun dengan pangkat Inspektur Satu (Iptu) di sebuah polres di Jawa Timur.

Masih dituturkan dalam buku Resimen Pelopor (Edisi Revisi), Pasukan Elite Yang Terlupakan, syarat utama proses penangkapan dan melumpuhkan pemberontak DI/TII dalam Gerakan Operasi Militer (GOM) VI adalah tidak menggunakan senjata api. Padahal, pasukan Pelopor dikenal sebagai penembak jitu.

Jadi, tidak ada pilihan selain memakai pisau komando. Ini berarti mereka harus menggunakan keterampilan bertarung jarak dekat. Sesuatu yang jarang dilakukan apalagi musuh dalam kondisi membawa senjata dan bahan peledak.

Sumber: sindo
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita