GELORA.CO - Kisah memilukan datang dari penolak tambang di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah yang tak setuju menyerahkan lahannya untuk tambang batu andesit di Desa Wadas.
Seorang warga bernama Khamidah mengaku trauma melihat keluarganya dipukuli oleh petugas saat ratusan petugas gabungan mendatangi Desa Wadas pada Selasa (8/2/2022).
"Takut, traumanya yang dulu belum hilang kok ini malah datang lagi aparat lebih banyak, ada Satpol PP, polisi, terus itu apa intel atau apa, maksudnya orang biasa (tanpa seragam)," kata Khamidah dalam wawancara yang tayang di Youtube Kompas TV pada Kamis (10/2/2022).
Ratusan petugas itu diketahui mendatangi Desa Wadas sejak Senin (7/2/2022).
Mereka mendirikan tenda-tenda di dekat akses masuk Desa Wadas yang bersamaan dengan hilangnya akses listrik yang terpusat di Desa Wadas.
Setidaknya, ada 64 warga Desa Wadas yang ditangkap pihak kepolisian dalam insiden tersebut.
Khamidah, menyebut bahwa kebanyakan warga ditangkap oleh petugas tanpa seragam.
"Banyak banget yang menangkapi orang-orang, terutama anak saya, suami saya, tetangga," kata dia.
Dirinya, juga membantah klaim pemerintah yang mengatakan penangkapan warga itu berlangsung tanpa kekerasan.
Khamidah menjadi saksi di mana anaknya dipukuli oleh petugas tanpa seragam dan diborgol hingga malam.
"Apalagi anak saya itu, dipukul, ditendang, diborgol sampai malam, mau salat saja tidak boleh, zuhur tidak boleh, ashar tidak boleh, jam 9 malam itu baru borgolnya dibuka," ujar dia.
Padahal, kata Khamidah, anaknya hanya duduk-duduk di sekitar lokasi pengukuran itu.
Khamidah tak berani memastikan pihak mana yang menangkap anaknya.
Tetapi, dia mengatakan bahwa orang tanpa seragam itu membawa borgol dan memborgol anaknya.
"Ditangkap sama orang-orang, enggak tahu, enggak dikenal polisi juga bukan, itu maksudnya apa?" katanya.
Selain itu, Khamidah juga protes dengan kedatangan ratusan aparat ke satu desa di Purworejo itu.
Pasalnya, tidak pernah ada pemberitahuan kepada warga sebelum pihak kepolisian datang.
Khamidah sendiri mengaku berada di barisan penolak tambang di Desa Wadas.
Karena itu, Khamidah tak terima jika dikatakan penolak tambang menghalang-halangi proses pengukuran lahan pihak pro tambang.
"Kalau mau ngukur tanahnya yang pro, kita tidak menghalangi, silakan. Kok tahu-tahu kayak gitu, diberita kok kayaknya sini yang buat keonaran. Maksudnya itu gimana?" katanya lagi.
Klaim Tanpa Kekerasan
Khamidah warga Desa Wadas, Purworejo menceritakan peristiwa ketika anaknya ditangkap pria tanpa seragan saat pengukuran lahan, Kamis (10/2/2022). (Kompas TV)
Di sisi lain, Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan mengklaim tak ada kekerasan yang dilakukan oleh polisi di Desa Wadas pada Senin (7/2/2022).
Pihaknya, mengatakan bahwa kedatangan polisi adalah untuk mengamankan 70 orang dari pihak BPN dan lainnya dalam rangka pengukuran lahan.
"Selama pelaksanaan pengukuran tahap 1 tidak ada terjadi kekerasan anggota Polri kepada masyarakat dan kegiatan berjalan lancar," ujar Ramadhan, dikutip dari Tribunnews.com.
Tahap 1 sendiri adalah tahap yang dilakukan pada hari Senin.
Berdasarkan kesaksian warga, kericuhan mulai mucul pada Selasa.
Sayangnya, Ramadhan tidak menjelaskan lebih jauh terkait hal itu.
"Seluruh tim pengukur dan tim satgas pengamanan pada pukul 17.00 WIB (7 Februari 2022) meninggalkan area Desa Wadas dengan lengkap dan aman," pungkas dia.
Senada dengan itu, Kepala Desa Wadas Fahri, juga mengatakan bahwa tak ada aparat yang represif meski ratusan polisi mendatangi Desa Wadas.
Menurut Fahri, narasi adanya tindakan respresif itu tidak benar.
"Untuk di lapangan, warga saya juga kondusif saja, untuk pelaksanaan pengukuran tanah yang sudah dijadwalkan saat itu ada 3 hari juga berjalan dengan lancar," jelas Fahri, Kamis (10/2/2022).
"Selama ini dari proyek strategi nasional ini dilaksanakan diawalnya juga koordinasi, sosialisasi ke masyarakat dari tahapan-tahapan dilalui."
Fahri lantas membenarkan ada sejumlah warganya yang menolak adanya proyek tersebut.
Ia menyebut penolakan itu disebabkan karena warganya yang belum memahami dampak positif proyek ini.
"Ya, itu ada sekitar 25 orang itu mungkin karena belum tahu ini adalah proyek yang harus dilaksanakan pihak pemerintah, nantinya saya akan koordinasi lagi ke warga yang tanahnya belum boleh diambil untuk Bendungan Bener itu," ucap Fahri.
"Sebenarnya pemerintah sudah memberikan sosialisasi ke masyarakat, nantinya akan mendapat Pendapatan Asli Daerah (PAD), ada wisata dan sebagainya yang nantinya akan dikelola BUMdes, kemudian hasilnya juga akan dikembalikan ke masyarakat," tandasnya.
Sumber: wow