Partai Gelora Bakal Gugat Dua Pasal dalam UU Pemilu ke MK

Partai Gelora Bakal Gugat Dua Pasal dalam UU Pemilu ke MK

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO -Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia mengajukan uji materi (judial review) UU 7/2017 tentang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK). Adapun pasal yang diuji materi adalah pasal 167 Ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1)

Gugatan tersebut, diajukan pada Kamis petang (24/2) dengan Nomor: 27/PUU/PAN.MK/AP3/02/2022, dan telah tercatat dalam situs resmi Mahkamah Kontitusi.



Uji materi diajukan oleh Ketua Umum Partai Gelora Indonesia Anis Matta bersama Wakil Ketua Umum Fahri Hamzah dan Sekretaris Jenderal Mahfuz Sidik.

Partai Gelora berharap agar Pemilu 2024 tidak digelar serentak, karena ada preseden buruk pada pemilu 2019 adanya kematian sembilan ratusan  petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara KPPS.

Selain itu, hasil Pemilu serentak yang diselenggarakan pada  2019 lalu, menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan demokrasi.

"Ancaman tersebut kita rasakan belakangan ini, dimana mekanisme check and balance tidak berjalan dengan baik. Kekuasaan Presiden sebagai eksekutif begitu kuat mencengkeram DPR sebagai lembaga legislatif," kata Amin Fahrudin, Ketua Bidang Hukum dan HAM  DPN Partai Gelora Indonesia dalam keteranganya, Jumat (25/2).

Karena itu, lanjut Amin, dari akar persoalan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa pelaksanaan Pemilu 2019 secara serentak  antara Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pileg), yang juga akan diterapkan pada Pemilu 2024 ini, telah menciptakan berbagai persoalan.

Sebab, Pemilu serentak menyebabkan pemilih lebih berfokus pada pemilihan presiden. Hal ini bisa dilihat pada perbandingan suara tidak sah dalam pelaksanaan Pemilu 2019, dimana suara tidak sah untuk Pilpres mencapai 2,38%  (3.75.905 suara).

Sementara suara tidak sah untuk pemilihan anggota DPR mencapai 11,12 persen  (29.710.175 suara) dan suara tidak sah untuk pemilihan anggota DPD mencapai 19,02 persen (17.503.393 suara).

"Pemilu serentak memecah perhatian pemilih di mana perhatian lebih tertuju pada pemilihan presiden dibandingkan pemilihan anggota DPR maupun DPD. Pemilih datang pada bilik suara yang sama namun perbandingan suara tidak sah sangat jauh antara Pilpres dan Pileg," ujarnya.

Partai Gelora menilai kenyataan ini, jelas merugikan bagi keberlangsungan demokrasi di Indonesia. Anggota legislatif yang terpilih bisa jadi adalah residu dari perhatian masyarakat yang tersedot pada Pilpres.

"Dampaknya kita rasakan saat ini dimana DPR tidak mampu mengimbangi presiden dalam proses jalannya pemerintahan. Presiden dapat melaksanakan kehendaknya secara bebas dan secara mudah mendapatkan stempel legitimasi dari DPR,” tegasnya.

Pemilu serentak juga menyebabkan hilangnya nyawa petugas PPS dan PPK sebanyak 894 petugas PPS meninggal dunia dan 5.175 orang petugas pemilu mengalami sakit berat dalam Pemilihan Umum serentak 2019.

Di samping itu, lanjut Amin, alasan keserentakan pemilu untuk efisiensi anggaran juga tidak terbukti, karena faktanya dalam penyelenggaraan pemilu serentak pada tahun 2019 justru terdapat pembengkakan biaya pemilu.

Total anggaran penyelenggaraan pemilu 2019 berjumlah Rp 25,59 triliun, naik Rp 10 triliun dari anggaran pemilu tahun 2014.

Partai Gelora berharap dukungan penuh dari masyarakat agar upaya melakukan reformasi sistem politik demi menjaga keberlangsungan demokrasi, dapat memberikan hasil yang baik dan bermanfaat bagi seluruh rakyat Indonesia.

Uji materi Pasal 167 Ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) UU Pemilu 7/2017 ke MK ini dipimpin Amin Fahrudin selaku Ketua Tim Pengacara Partai Gelora Indonesia, beranggotakan  Aryo Tyasmoro, Slamet, Andi Saputro, Guntur F Prisanto dan Ahmad Hafiz.

Sumber: RMOL
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita