Hendri Tanggapi Menag Yaqut: Apakah Gonggongan Anjing Panggilan untuk Ibadah?

Hendri Tanggapi Menag Yaqut: Apakah Gonggongan Anjing Panggilan untuk Ibadah?

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Pengamat komunikasi politik Hendri Satrio menyoroti pernyataan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang terkesan menyamakan suara pelantang di masjid dengan gonggongan anjing.

Pernyataan itu sebelumnya disampaikan Gus Yaqut saat menjelaskan soal aturan penggunaan pengeras suara di masjid dan musala, saat berkunjung ke Pekanbaru, Riau pada Rabu (23/2).

"Saya sampaikan kesedihan saya atas aturan baru yang dikeluarkan Menag Yaqut tentang pengeras suara masjid, apalagi membandingkan suara azan dengan gonggongan anjing," tulis Hendri melalui akunnya di Twitter, Kamis (24/2).

"Kenapa Anda begitu, Pak Menag? Saya doakan, semoga Anda segera menyadari kekeliruan ini!" sambungnya pemilik akun @satriohendri yang telah mengizinkan pendapatnya itu dikutip JPNN.com.

Dosen di Universitas Paramadina itu juga mengaku sedih mengetahui pemahaman Menag Yaqut tentang toleransi ternyata tipis.

"Toleransi sudah ada sejak dahulu. Alunan suara azan menghiasi kehidupan berbangsa kita, Pak Menag. Aturan ini justru menjauhkan Indonesia dari toleransi beragama yang sudah dibangun sejak Indonesia berdiri," ucapnya.
 
Menurut pendiri lembaga KedaiKOPI itu, azan merupakan panggilan ibadah, sebagai penanda masuk waktu salat bagi umat Islam.

"Apakah ada umat beragama lain yang panggilan untuk ibadahnya menggunakan gonggongan anjing? Menag Yaqut harus paham tentang ini. Sesungguhnya Menteri Yaqut tipis sekali pemahamannya tentang toleransi," ujar Hendri.

Oleh karena itu, dia berharap Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan teguran kepada Menag Gus Yaqut atas pernyataan kontroversial itu.

Sebab, dari sisi ilmu komunikasi, Hendri memandang narasi yang dipakai Menag Yaqut tidak pantas.

"Sungguh tidak pas, karena azan itu adalah panggilan untuk ibadah, apakah gonggongan anjing juga panggilan untuk ibadah. Kan, begitu gampangnya," kata Hendri Satrio kepada media ini.

Sebelumnya, Menag Yaqut Cholil Qoumas menyebut aturan pengeras suara di masjid dan musala sebagai pedoman untuk meningkatkan manfaat dan mengurangi hal yang tidak bermanfaat.

Sebab, di negara yang mayoritas berpenduduk muslim ini terdapat banyak masjid dan musala yang berdekatan.

"Kita bayangkan, saya muslim, saya hidup di lingkungan nonmuslim, kemudian rumah ibadah mereka membunyikan toa sehari lima kali dengan keras secara bersamaan, itu rasanya bagaimana?" ucapnya.

Dia lantas memberikan contoh lainnya, yakni gonggongan anjing.

"Contohnya lagi, misalkan tetangga kita, kiri kanan depan belakang pelihara anjing semua, misalnya, menggonggong di waktu yang bersamaan, kita terganggu tidak? Artinya semua suara-suara harus kita atur agar tidak menjadi gangguan," tutur Gus Yaqut. 

Sumber: jpnn
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita