GELORA.CO - Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah mengkritik pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) yang baru terkesan sangat spontan. Bahkan, ia menilai pembangunan yang dicanangkan Presiden Jokowi tak mengandung ide besar.
“Pak Jokowi kita ini yang sudah masuk pada periode kedua ini terlalu spontan. Tapi penuturnya kurang. Padahal dalam spontanitasnya itu ide-idenya perlu dibela, siapa yang tidak bisa membela Pak Jokowi tentang infrastruktur,” ujar Fahri Hamzah pada webinar bertajuk 'Urgensi Pemindahan IKN dari Jakarta ke Nusantara', Jumat (18/2).
Wakil Ketua DPR RI periode 2014-2019 itu juga mengatakan, sebagai orang luar Jawa, ia setuju-setuju saja dengan pemindahan IKN karena perlu mengurangi beban sentralisasi di Pulau Jawa. Tetapi, ia menyayangkan konsep IKN yang baru ini karena miskin ide.
“Tapi harus ada ide besar dong, sehingga cerita ini, bisa jadi cerita kebanggaan baru bahwa menuju 100 tahun kemerdekaan Indonesia. Kita ada new story yang akan kita tuturkan kepada bangsa ini,” jelasnya.
“Mohon maaf saya kritik ini untuk melengkapi, karena pada dasarnya ini ide yang sudah dicoba oleh presiden-presiden sebelumya. Sehingga menurut saya kita harus menegaskan kepada bangsa, yang mau kita bangun itu apa,” tambah Fahri.
Lebih lanjut, Fahri mencontohkan, seperti apa IKN yang sebenarnya ia dambakan. Menurut dia, Indonesia perlu untuk memperkuat identitasnya sebagai negara maritim, sehingga IKN yang dibangun harus merepresentasikan kemaritiman.
Ia mengaku keinginan itu sudah ikut disampaikan ketika masih menjabat sebagai Wakil Ketua DPR RI.
“Saya terakhir itu sebenarnya, kalau kita enggak mau Ibu Kota di Jakarta, saya mengusulkan pindah ke Teluk Jakarta. Mengambil alih tanah reklamasi yang dibangun para konglomerat itu untuk kepentingan kita membangun ibu kota sebagai negara kepulauan terbesar di dunia,” ujar Fahri.
Menurut dia, Indonesia adalah negara dengan pulau terbanyak dan garis pantai terpanjang kedua di dunia. Sehingga, konsep IKN maritim sangat pening. Bahkan, jika memungkinkan, IKN dipindahkan ke wilayah timur seperti Pulau Biak atau Nabire.
“Saya bayangin Menteri-menterinya ngantor di pulau, kita berkomunikasi antarpemerintah pakai kapal, tidak ada lagi lampu merah. Karena laut kita sangat luas dan kita memang mau memperkuat ide negara maritim dan poros maritim. Sampai seperti itu ide saya,” pungkasnya.
Sumber: kumparan